REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Watch menilai kenaikan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) mengakibatkan banyak pesertanya turun kelas. Efek domino selanjutnya adalah penumpukan peserta kelas III.
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar memperkirakan, peserta kelas I dan II yang turun kelas ke kelas III masih akan terus bertambah. Tentunya dengan penurunan kelas ini maka jumlah peserta kellas III akan semakin membesar sementara tempat tidur (rawat inap) untuk kelas III terbatas.
"Akan terjadi penumpukan di kelas III," ujarnya saat dihubungi Republika, Senin (13/1).
Karena itu, ia meminta pemerintah dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan harus mengantisipasinya dengan melakukan mitigasi persoalan ini. Ia menyebutkan ada empat mitigasi yang sejarusnya dilakukan.
Mitigasi pertama yaitu bagaimana Pasal 90 di peraturan presiden (perpres) nomor 82 tahun 2018 ini dipastikan dilaksanakan oleh semua rumah sakit (RS). Terkait dengan keberadaan kelas 3 maupun kelas lainnya di RS, ia menyebutkan di pasal 90 perpres ini mengamanatkan bahwa fasilitas kesehatan dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan wajib menginformasikan ketersediaan ruang rawat inap kepada masyarakat.
"Saya mendorong pemerintah dan BPJS Kesehatan memastikan informasi jumlah kamar dan tempat tidur kelas 3 bisa terakses publik dengan mudah ketika peserta JKN-KIS berada di rumah sakit (RS)," ujarnya.
Sebab, ia mengaku masih melihat masih ada RS yang enggan menjalankan Pasal 90 ini dengan baik sehingga peserta JKN yang berada di RS tidak mengetahui ketersediaan kamar dan tempat tidur kelas III. Lalu, mitigasi kedua, ia menyebutkan BPJS Kesehatan harus bisa menggunakan peraturan menteri kesehatan (permenkes) no. 28 Tahun 2014 yaitu pasien kelas III bisa naik ke kelas lebih tinggi bila memang kelas III memang penuh dalam waktu 3 x 24 jam. Dia mengakui seharusnya dengan diterapkannya Permenkes ini maka persoalan penumpukan pasien di kelas III bisa diatasi.
"Tetapi apakah memang BPJS Kesehatan dan pihak RS mau melakukannya dengan baik? Berdasarkan laporan yang BPJS Watch terima justru pihak RS kerap kali menyodorkan Permenkes no. 51 tahun 2018 untuk pekerja bukan penerima upah (PBPU) kelas III untuk naik ke kelas II dengan membayar sendiri selisih biaya INACBGs," ujarnya.
Jadi, ia menyebutkan walaupun Permenkes 28 sudah dibuat namun pihak RS kerap kali lebih senang menggunakan Permenkes 51 karena ada uang tunai langsung masuk ke RS, tidak lagi menunggu klaim ke BPJS Kesehatan. Ianmenyebutkan hal ini merugikan pasien yang akan terpaksa membayar karena kelas III menanti lama.
"Saya berharap dengan adanya penumpukan pasien di kelas III maka BPJS Kesehatan harus memastikan Permenkes 28 bisa dengan mudah diakses peserta JKN-KIS. Jangan biarkan pasien tidak mendapat informasi dan bantuan dari BPJS Kesehatan terkait Permenkes 28 ini," ujarnya.
Mitigasi ketiga, dia melanjutkan, bila memang RS tersebut penuh maka BPJS Kesehatan dan dinas kesehatan bisa memberikan informasi tentang ketersediaan ruang pelayanan di RS-RS lain yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan sehingga pasien dan keluarganya tidak harus mencari sendiri. Ia menambahkan, unit pengaduan di RS yang terintegrasi dengan IT yang baik bisa dimaksimalkan dan unit tersebut akan bisa mencarikan ruang perawatan di RS lain. Ia menlminta upaya ini harus dilakukan dengan baik dan ini akan membantu pasien JKN-KIS.
Sementara itu, ia menyebutkan mitigasi keempat atau terakhir adalah menambah jumlah kamar dan tempat tidur kelas III. Disatu sisi, ia menyadari mitigasi ini tidak bisa langsung dilakukan sekarang walaupun seharusnya sudah dilakukan.