Senin 13 Jan 2020 09:53 WIB

Perludem Minta KPU Berbenah di Pilkada 2020

KPU harus menunjukkan kerja yang lebih transparan dan akuntabel.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Andi Nur Aminah
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraeni
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraeni

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terseretnya nama Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan dalam operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuat kepercayaan publik terhadap lembaga tersebut menurun. Maka dari itu, Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraeni mengatakan bahwa momentum pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 harus dijadikan ajang berbenah dan mengembalikan kepercayaan publik.

"Pilkada Serentak 2020 merupakan keuntungan bagi KPU untuk menjadi instrumen yang digunakan KPU untuk merebut kembali kepercayaan publik," ujar Titi di Jakarta, Ahad (12/1).

Baca Juga

Demi mewujudkan hal itu, KPU harus membangun sistem integrasi yang berada di internal untuk mengawasi jajarannya agar tidak terlibat dalam perilaku koruptif. Lembaga tersebut harus menunjukkan kerja yang transparan dan akuntabel.

Selain itu, KPU juga dituntut untuk dapat memperbaiki kerjasamanya dengan lembaga penyelenggara pemilu lainnya. Agar jika ada potensi kecurangan, dapat langsung diantisipasi oleh mereka. "Forum tripartit KPU, Bawaslu, dan DKPP harus diintensifkan dan diselenggarakan secara reguler dengan tujuan membuat efektif pencegahan terjadinya kecurangan dan manipulasi," ujar Titi.

Menurut Titi, KPU juga perlu membangun strategi komunikasi yang responsif, transparan, dan akuntabel. Hal itu diperlukan guna menjawab isu-isu miring selama penyelenggaraan pemilu.

Itu dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi, misalnya menyediakan call center atau pusat pengaduan multi akses. Untuk menampung berbagai pengaduan dan laporan dari masyarakat. "Inilah yang perlu dijawab KPU dengan melibatkan partisipasi instansi dan kelembagaan terkait, seperti KPK, PPATK, LPSK, Ombudsman, maupun LSM antikorupsi," ujar Titi.

Sebelumnya, KPK menetapkan Wahyu Setiawan sebagai tersangka penerimaan suap terkait pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024. KPK juga turut menetapkan mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, caleg DPR dari PDIP, Harun Masiku serta seorang swasta bernama Saeful.

KPK menduga Wahyu bersama Agustiani Tio Fridelina diduga menerima suap dari Harun dan Saeful. Suap dengan total sebesar Rp 900 juta itu diduga diberikan kepada Wahyu agar Harun dapat ditetapkan oleh KPU sebagai anggota DPR RI menggantikan caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia pada Maret 2019 lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement