REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Dinas Tenaga Kerja dan Transmigarasi (Disnakertrans) Jabar, saat ini masih melakukan verifikasi lapangan pada 113 perusahaan yang mengajukan penangguhan pembayaran upah minimum kabupaten/kota (UMK) 2020. Menurut Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jabar, M Ade Afriandi, dari 113 perusahaan ada 35 perusahaaan yang kelengkapan persyaratannya memenuhi Kepmen 321.
Sedangkan sisanya, sekitar 78 perusahaan dokumennya belum melengkapi persyaratan administrasi. Serta, belum bisa menjelaskan secara pasti kalau perusahaan ini tak mampu bayar.
"Jadi kami verifikasi lapangan. Hari ini, terakhir melakukan verifikasi lapangan sesuai Kepgub UMK 2020. Dewan pengupahan provinsi sedang mempersiapkan. Jadi, ga serta merta ditetapkan harus diverifikasi dulu," ujar Ade kepada wartawan, Kamis (9/1).
Menurut Ade, dengan verifikasi tersebut maka akan tahu ada perusahaan yang tak bisa membayar UMK. Karena, ada kebijakan dalam keputusan tersebut sebelum melangkah ke persetujuan tetap harus ada pengecekan.
"Bukti fakta di lapangan harus ada. Proses admnistrasi teknis tetap ke proses yang ada di Kemenaker 321," katanya.
Ade menjelaskan, pada 6 dan 7 Januari ini, dewan pengupahan melakukan verifikasi administrasi. Kemudian, pada 8 dan 9 Januari dilakukan verifikasi lapangan dengan meninjau langsung ke pabriknya, berdialog dengan buruh, melihat fakta-fakta yang ada.
"Kalau memang perusahaan tak mampu kita ingin faktanya benar jangan sampai pekerja dirugikan padahal ternyata perusahaan mampu. Atau sebaliknya, pilihannya kan selain mengurangi pekerja kan perusahaan tutup," kata Ade seraya mengatakan pada Jumat ini akan menetapkan rapat pleno hasil lapangan perusahaan yang disetujui penangguhan UMKnya.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil mengatakan, penangguhan tersebut memang wajar terjadi. Karena, perekonomian global saat ini sedang serat dan itu berdampak pada pertumbuhan industri.
"Penangguhan ini memperlihatkan ada perusahaan yang mayoritas ini ada di industri padat karya mengalami tekanan ekonomi global," ujar Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil ditemui di Masjid Pusdai, Senin (30/12).
Menurut Emil, perekonomian global yang belum stabil kemudian berdampak pada laju ekspor produk dalam negeri. Karena, kesanggupan pelaku usaha untuk berbisnis pun terancam dengan adanya kenaikan UMK yang dianggap terlalu tinggi.
Terkait dengan panangguhan tersebut, Emil pun meminta Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) untuk melakukan pengecekan atas kebenaran kondisi perusahaan tersebut. Jika memang perusahaan yang bersangkutan sedang kesulitan ekonomi, maka diperbolehkan lakukan penangguhan pembayaran UMK sesuai aturan.
"Selama itu obyektif akan difasilitasi. Kalau tidak obyektid akan kami beri sanksi," katanya.