Kamis 09 Jan 2020 13:10 WIB

Musim Baratan, Nelayan Kecil Berhenti Melaut

nelayan kecil di Kabupaten Indramayu kini menganggur karena tidak bisa melaut.

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Andi Nur Aminah
Gelombang pasang air laut yang menerjang pantai (ilustrasi)
Foto: Forum Kordinasi SAR Daerah Sukabumi
Gelombang pasang air laut yang menerjang pantai (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Gelombang tinggi dan cuaca buruk tengah melanda perairan. Akibatnya, nelayan kecil di Kabupaten Indramayu kini menganggur karena tidak bisa melaut. Mereka pun menghadapi masa paceklik.

"Nelayan kecil tak melaut sejak 1 Januari 2020. Penyebabnya karena cuaca buruk, gelombang tinggi dan angin kencang," ujar Ketua Himpinan Nelayan Serikat Indonesia (HNSI) Kabupaten Indramayu, Dedi Aryanto, kepada Republika.co.id, Kamis (9/1).

Baca Juga

Kondisi cuaca yang dikenal nelayan dengan istilah 'musim baratan' itu bisa membahayakan nelayan yang menggunakan perahu kecil. Pasalnya, perahu mereka tidak mampu melawan ganasnya gelombang di lautan.

Dedi mengatakan, saat ini 'musim baratan' baru saja dimulai. Biasanya, 'musim baratan' akan berlangsung hingga sekitar sebulan ke depan.

Akibat tak bisa melaut, Dedi menyatakan, para nelayan mengalami masa paceklik. Mereka tak bisa memperoleh penghasilan karena tak ada hasil tangkapan. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, para nelayan akan mengandalkan uang simpanan mereka. "Kalau yang tidak punya uang, ya terpaksa berutang," tutur Dedi.

Bagi para anak buah kapal (ABK), lanjut Dedi, mereka biasanya berutang kepada juragan kapal mereka. Sedangkan bagi juragan kapal, mereka biasanya berutang ke koperasi, khusus bagi yang masuk menjadi anggota koperasi.

Salah seorang nelayan di Desa Singaraja, Kecamatan Indramayu, Sirma, mengakui, 'musim baratan' merupakan masa paceklik bagi nelayan kecil seperti dirinya. Pasalnya, gelombang tinggi dan angin kencang bisa membuat perahu kecil menjadi terbalik. "Jadi ya susah buat melaut," tutur Sirma.

Sirma mengatakan, kondisi tersebut membuat nelayan kecil tak bisa memperoleh penghasilan. Dia pun terkadang mencuri-curi waktu untuk tetap berangkat melaut saat melihat kondisi cuaca sedang membaik. "Tapi melaut juga hanya di pinggiran saja, tidak sampai ke tengah. Jadi kalau tiba-tiba cuaca berubah menjadi buruk, bisa langsung pulang lagi," tukas Sirma.

Hal senada diungkapkan seorang nelayan di Desa Dadap, Kecamatan Juntinyuat, Dasmin. Dia mengatakan, susah melaut akibat gelombang tinggi dan cuaca buruk. "Sejak musim hujan tiba," kata Dasmin.

Ketinggian gelombang di laut itupun membuat pesta laut (nadran) yang dilaksanakan para nelayan di Desa Dadap pada Rabu (8/1) menjadi sedikit terhambat. Tidak semua perahu nelayan berani mengikuti ritual nadran hingga ke tengah laut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement