REPUBLIKA.CO.ID, oleh Mimi Kartika, Dessy Suciati Saputri, Mabruroh, Bowo Pribadi, Lilis Sri Handayani
Pemerintah serius untuk memobilisasi ratusan nelayan nusantara untuk menuju perairan Natuna, Kepulauan Riau. Sekretaris Kabinet Pramono Anung menyampaikan program pengiriman 120 nelayan dari pantai utara Pulau Jawa (Pantura) ke perairan Natuna bukan yang pertama kalinya dilakukan.
“Program mengirim nelayan dari Jawa ini bukan baru pertama ini. Sudah dilakukan sebelumnya secara bertahap,” ujar Pramono di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Rabu (8/1).
Pramono mengatakan, Laut Natuna sangat kaya dengan hasil ikan. Karena itu, pemerintah juga ingin agar Natuna digunakan sebagai homebase pusat pasar ikan ekspor Indonesia.
“Presiden meminta kepada menteri KKP, baik yang dulu maupun sekarang, agar Natuna itu digunakan sebagai homebase untuk pasar ikan Indonesia keluar,” ujarnya.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD bahkan mengeklaim, sudah ada sekitar 470 nelayan yang mendaftar untuk diberangkatkan ke laut Natuna, Kepulauan Riau. Nelayan-nelayan dengan kapalnya dari Pulau Jawa ingin membuktikan bahwa Natuna milik Indonesia.
Ia mengatakan, jumlah itu belum termasuk nelayan dari Makassar, Maluku, Papua, dan daerah lain yang siap berlayar mencari ikan meramaikan perairan Natuna.
"Sudah ada 470 nelayan dengan kapalnya, mendaftar mau ke sana untuk meramaikan Natuna untuk membuktikan bahwa itu milik kita. Itu baru dari Jawa, daerah lain juga banyak yang sudah kontak," ujar Mahfud di kawasan Jakarta Pusat, Rabu (8/1).
Terlepas dari rencana pemerintah dan antusiasme nelayan Tanah Air berangkat ke Natuna, ada pertanyaan besar terkait pembiayaan dan logistik para nelayan. Diketahui, biaya operasional nelayan untuk bisa melaut di Natuna tidaklah sedikit.
Ketua Umum Front Nelayan Indonesia (FNI) Rusdianto Samawa mengaku mendukung rencana pemerintah mengirim para nelayan ke Natuna. Namun, ia menimbang bahwa rencana tersebut akan mendapat penolakan dari nelayan cantrang karena rasionalisasi ekonomi operasional melaut di perairan Natuna Utara yang dianggap sangat berat.
“Kebutuhan operasional melaut ke Natuna Utara sangat besar. Bisa hitung operasional sekali jalan bisa ratusan juta rupiah dengan spesifikasi kebutuhan, yakni bahan bakar minyak, gaji nahkoda, ABK, dan pegawai 25 orang per kapal. Ditambah lagi, sembako dalam hitungan hari, minggu, dan bulan,” kata Rusdianto, Selasa (7/1).
Pemerintah, kata dia, harus mempertimbangkan dari sisi kebutuhan tersebut agar dapat rasional dalam mengirim nelayan ke Natuna Utara. Karena kapal 30 GT bisa diisi oleh 25 orang per kapal, kapal 60 GT bisa 30 sampai 45 orang per kapal, kapal 120 GT bisa diisi 60 orang per kapal.
“Mestinya pemerintah membuka program sayembara melaut ke Natuna Utara yang harus dikawal oleh TNI AL, Bakamla, dan Kapal Pengawas Perikanan Hiu Macan, sebagai penjaga perairan Natuna. Artinya, program sayembara ini diprioritaskan kepada kapal-kapal industri perikanan yang kapasitasnya besar sehingga lebih mudah melaut ke perairan Natuna Utara,” ungkap Rusdianto.
Soal pembiayaan para nelayan yang akan diberangkatkan ke Natuna, Mahfud menyebut, pemerintah belum selesai membahasnya. Mahfud pun belum menyebutkan asal biaya operasional untuk keberangkatan para nelayan. Menurut dia, fasilitas, biaya operasional melaut, dan hal lainnya akan dibahas dalam rapat lintas kementerian.
"Nantilah, pokoknya itu akan jalan. Biaya dan sebagainya, dari mananya, itu sedang, hari ini di sana sedang rapat lintas kementerian," kata Mahfud.
Mahfud mengatakan, pemerintah tengah menyiapkan kesiapan sarana prasarana nelayan selama melaut di perairan Natuna, mulai ketersediaan bahan bakar hingga fasilitas penampungan ikan. Ia menuturkan, pengusaha-pengusaha yang bersedia menampung ikan dari nelayan di sana juga sedang disiapkan.
"Kita sekarang lagi mempersiapkan, misalnya bagaimana penyediaan minyak, bagaimana penampungan ikan di sana. Kalau ambil ikan di sana, terus pulang dahulu, kan nanti lama," kata Mahfud.
Menurut dia, nelayan-nelayan yang akan berangkat melaut ke Natuna juga akan dikoordinasi dan terorganisasi oleh lembaga dan instansi terkait. Termasuk pengamanan para nelayan saat melaut.
Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Laksamana Madya Achmad Taufiqoerrochman mengatakan, pihaknya akan mengawal operasional 120 nelayan asal Pantai Utara (Pantura) Jawa yang akan dikirim ke laut Natuna. Para nelayan akan melakukan penangkapan ikan di sekitar pengamanan Bakamla.
"Kita akan hadir di situ. Jadi, mereka beroperasi di sekitar saya (Bakamla)," ujar Taufiq di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa (7/1).
Namun, ia mengingatkan sejumlah hal sebelum nelayan melaut saat ini, salah satunya cuaca yang menentukan nelayan dapat melaut atau tidak. Sebab, dalam cuaca seperti ini membuat kondisi perairan Natuna masih terjadi ombak besar.
Ia mengkhawatirkan, para nelayan dengan alat dan fasilitas melaut mampu melawan ombak besar tersebut. Padahal, kata dia, Bakamla tetap akan mengedepankan keselamatan para nelayan.
"Apakah nelayan kita mampu, itu yang nanti kita lihat. Jadi kita akan lebih mengedepankan keselamatan. Tetap cuaca itu yang akan sangat menentukan (nelayan bisa) bergerak atau tidak," kata Taufiq.
Sepengetahuan Taufiq, kapal ikan di laut Natuna sudah lama tidak beroperasi. Bakamla menegaskan, akan terlebih dahulu mengecek sistem keselamatan dan sebagainya sebelum para nelayan melaut di Natuna.
"Karena walaupun bagaimana yang saya tahu bahwa kapal ikan itu sudah lama enggak beroperasi. Ini kan dicek dulu sistem keselamatan dan sebagainya," lanjut dia.
In Picture: Kapal Nelayan Tegal Siap Diberangkatkan ke Laut Natuna
Foto aerial kapal nelayan bersandar di Pelabuhan Tegal, Jawa Tengah, Rabu (8/1/2020).
Nelayan siap
Nelayan pantura Jawa, yang berada di sejumlah daerah di wilayah Jawa Tengah telah siap diberangkatkan untuk mengemban misi 'nasionalisme' menuju perairan Natuna, Provinsi Kepulauan Riau. Para nelayan dengan kapal di atas 80 dan 100 gross ton (GT) –mulai dari wilayah pantura Tegal, hingga Rembang--bahkan sudah mulai melakukan konsolidasi dan terus mepersiapkan diri untuk rencana ini.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perhimpunan Petani Nelayan Sejahtera Indonesia (PPNSI) Riyono mengatakan, prinsipnya pada Senin (6/1), para nelayan sudah dipanggil oleh Menko Polhukam Mahfud MD untuk berkoordinasi. Sekarang ini, para nelayan sudah mulai melakukan persiapan-persiapan teknis.
“Kemarin di Tegal sudah kumpul, pun demikian teman nelayan di Rembang, termasuk mereka yang ada di wilayah Kabupaten Pati juga sudah berkumpul untuk mematangkan rencana itu dan insya Allah mereka siap,” katanya, Rabu (8/1).
Oleh karena itu, lanjut Riyono, terkait rencana ini sebenarnya sudah dimatangkan dan pada Kamis (9/1) akan dilakukan rapat finalisasi sekaligus guna memastikan kapal- kapal yang dipastikan bisa berangkat. Sedangkan pada Senin (13/1) rencananya akan dibahas secara teknis lagi bersama dengan Menko Polhukam lagi untuk memastikan kesiapan sekaligus koordinasi pemberangkatan.
Pemilik kapal di sentra perikanan Karangsong, Kabupaten Indramayu juga siap menjalankan kapalnya untuk melaut ke perairan Natuna, Kepulauan Riau. Namun, mereka meminta pengamanan dan kemudahan perizinan.
Hal tersebut disampaikan salah seorang pemilik kapal di Karangsong, Maman Suparman. Dia menyatakan, siap menjalankan kapalnya untuk mencari ikan di Natuna sekaligus menjaga kedaulatan negara.
Selama ini, kata Maman, kapal-kapal miliknya biasa melaut ke perairan Papua. Namun, bila pemerintah menghendaki agar kapal nelayan pantura melaut ke Natuna, dia akan mengikutinya.
"Kami siap berangkat ke sana," ujar Maman, saat ditemui di atas kapalnya yang berlabuh di muara Karangsong, Selasa (7/1).
Meski demikian, lanjut Maman, pemerintah harus mau memberikan sejumlah jaminan. Di antaranya, menyangkut surat izin penangkapan ikan (SIPI) karena SIPI yang ada saat ini adalah untuk melaut ke perairan Papua.
"Kalau mau melaut ke Natuna, SIPI-nya kan harus berubah. Nah pemerintah harus mau membantu soal ini,’’ kata Maman.
Tak hanya soal SIPI, Maman juga minta agar Menko Polhukam mau memberikan selembar surat bagi nelayan pantura yang melaut ke perairan Natuna. Surat itu untuk menjelaskan bahwa nelayan pantura tak hanya sekadar mencari ikan di Natuna, tapi juga sekaligus turut menjaga kedaulatan negara.
"Kami juga minta ada pengawalan dari KRI," tutur Maman.
Sementara itu, seorang nahkoda KM Poli 7, Saja (44), menyatakan, menyerahkan sepenuhnya tujuan pelayaran kepada pemilik kapal. Dia akan melaut ke manapun yang diperintahkan pemilik kapal, termasuk ke perairan Natuna.
"Terserah majikan saja," kata Saja.
Deretan Pelanggaran China di Natuna