Rabu 08 Jan 2020 05:35 WIB

Peneliti: Banjir Menunjukkan tak Terkelolanya 3 Aspek

Peneliti LIPI sebut infrastruktur penting, begitu pula kualitas ekologi dan sosial.

Dua murid SMA Negeri 8 Jakarta membersihkan salah satu ruang belajar di sekolahnya pascabanjir di Bukit Duri, Tebet, Jakarta, Sabtu (4/1/2020).
Foto: ANTARA FOTO
Dua murid SMA Negeri 8 Jakarta membersihkan salah satu ruang belajar di sekolahnya pascabanjir di Bukit Duri, Tebet, Jakarta, Sabtu (4/1/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Pusat Penelitian Kebijakan dan Manajemen Iptek dan Inovasi LIPI Galuh Syahbana Indrapahasta mengatakan bencana banjir di Jabodetabek menunjukkan tidak terkelolanya tiga aspek yang saling berkaitan, yaitu teknis, ekologi, dan sosial. Galuh menuturkan penurunan kualitas ekologi Jabodetabek secara umum dapat dilihat dari terkonversinya lahan-lahan hijau menjadi ruang terbangun.

Menurut Galuh, dalam konferensi pers Banjir Ibu Kota: Potret Aspek Hidrologi dan Ekologi Manusia di LIPI, Jakarta, Selasa (7/1), persoalan infrastruktur tentu menjadi salah satu bagian penting dari upaya untuk memitigasi banjir di Jakarta. Namun, dua aspek lainnya juga perlu diintervensi sehingga menghasilkan sistem ruang yang mempunyai resiliensi yang lebih baik terhadap banjir.

Baca Juga

Penguatan aspek sosial juga harus dilakukan melalui peningkatan resiliensi masyarakat serta upaya perubahan perilaku masyarakat. Dengan demikian, menghasilkan perilaku yang lebih ramah lingkungan dalam rangka menjaga keberlanjutan lingkungan agar daya dukung lingkungan tidak semakin menurun.

Laporan Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) pada Ahad (5/1) menunjukkan bahwa cuaca ekstrem masih berpotensi terjadi di beberapa wilayah Indonesia dalam sepekan ke depan. Selama periode 31 Januari 2019-1 Januari 2020, curah hujan kategori ekstrem telah dominan terjadi di wilayah DKI Jakarta yang belum pernah terjadi sebelumnya sejak tahun 1990-an, sedangkan sebaran curah hujan di daerah penyangga seperti wilayah Bogor dan Depok didominasi dengan kategori hujan lebat.

35.502 pengungsi

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan MuhadjirEffendy menyatakan banjir dan tanah longsor yang melanda sebagian wilayah Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek) serta Kabupaten Lebak di Provinsi Banten telah memaksa 35.502 warga mengungsi. Mengutip data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Muhadjir juga menyebutkan bencana banjir dan tanah longsor yang melanda 293 kelurahan di 74 kecamatan di wilayah dan Provinsi Banten mengakibatkan 67 orang meninggal dunia.

Perinciannya, bencana alam telah menyebabkan 3.685 warga mengungsi dan 16 orang meninggal dunia di DKI Jakarta, sejumlah 15.400 orang mengungsi dan 31 orang meninggal dunia di Jawa Barat, serta menyebabkan 16.821 warga mengungsi, 20 orang meninggal dan satu orang hilang di Banten.

Selain itu, Muhadjirmengatakan, banjir menyebabkan kerusakan fasilitas umum dan perumahan penduduk di sebagian wilayah DKIJakarta, Jawa Barat, dan Banten. "Kabupaten Lebak merupakan daerah yang kerusakan infrastruktur terbanyak disusul Kabupaten Bogor," kata dia, menambahkan, banjir bandang menyebabkan sekitar 900 rumah warga dan dua sekolah rusak di Lebak.

Menurut dia, sampai sekarang sudah ada 12 daerah terdampak banjir dan tanah longsor di Jawa Barat dan Banten yang menetapkan status tanggap darurat. Pada Selasa ini, Muhadjir bersama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati, dan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo melakukan rapat koordinasi mengenai penanganan bencana alam yang terjadi di sejumlah wilayah sejak 1 Januari 2020.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement