REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung), Hari Setiyono mengatakan penyidik Jampidsus telah memeriksa 16 saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya. Namun, Hari belim bisa memastikan apakah ada saksi yang berpotensi menjadi tersangka.
"Pekan lalu lima orang (saksi). Kemarin tujuh (saksi). Hari ini empat (saksi). Berarti 16 saksi (diperiksa)," kata Hari di Kantor Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (7/1).
Terkait dengan kemungkinan adanya saksi yang akan menjadi tersangka, pihaknya belum bisa memastikan. Menurutnya, penyidik masih mendalami kasus ini untuk menemukan alat bukti yang cukup.
"Masih pendalaman. Masih butuh alat bukti cukup," katanya pula.
Empat saksi yang diperiksa penyidik Jampidsus pada Selasa adalah Kadiv Keagenan PT Jiwasraya Handi Surya Adiguna, Kepala Divisi Sekretariat Perusahaan PT Asuransi Jiwasraya periode 2015-2018 Sumarsono, Kepala Divisi Hukum PT Asuransi Jiwasraya Periode 2015-2018 dan Kadiv Pemasaran PT Asuransi Jiwasraya Ida Bagus Adinugraha.
Seharusnya ada satu saksi lagi yang dijadwalkan diperiksa hari ini, yakni Direktur PT Pool Advista Asset Management. Namun, saksi tersebut tidak hadir. Hari pun tidak mendapat informasi terkait alasan saksi mangkir dalam agenda pemeriksaan.
"Sampai hari ini belum ada informasi. Nanti akan dipanggil lagi," ucapnya.
Sebelumnya, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menemukan adanya dugaan korupsi di PT Jiwasraya. Jaksa Agung telah mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan Kasus Jiwasraya dengan Nomor: Trim 33/F2/Fd2/12 tahun 2019 tertanggal 17 Desember 2019.
PT Asuransi Jiwasraya (Persero) telah banyak melakukan investasi pada aset-aset dengan risiko tinggi untuk mengejar keuntungan tinggi, di antaranya penempatan saham sebanyak 22,4 persen senilai Rp5,7 triliun dari aset finansial. Sejumlah 5 persen dana ditempatkan pada saham perusahaan dengan kinerja baik, sisanya 95 persen dana ditempatkan di saham yang berkinerja buruk. Selain itu, penempatan reksa dana sebanyak 59,1 persen senilai Rp14,9 triliun.
Sebanyak 2 persen dikelola oleh manajer investasi dengan kerja baik. Sementara 98 persen dikelola oleh manajer investasi dengan kinerja buruk. Akibatnya, PT Asuransi Jiwasraya sampai hingga Agustus 2019 menanggung potensi kerugian negara sebesar Rp13,7 triliun.