Selasa 07 Jan 2020 04:30 WIB

Soal Natuna, Pengamat: Pemerintah China Menguji

Hikmahanto menilai China ingin mengetahui respons kabinet baru soal Natuna.

Rep: Ali Mansur/ Red: Teguh Firmansyah
Pergerakan Kapal Perang Republik (KRI) dengan kapal Coast Guard China terlihat melalui layar yang tersambung kamera intai dari Pesawat Boeing 737 Intai Strategis AI-7301 Skadron Udara 5 Wing 5 TNI AU Lanud Sultan Hasanudin Makassar di Laut Natuna, Sabtu (4/1/2020).
Foto: M RISYAL HIDAYATANTARA FOTO
Pergerakan Kapal Perang Republik (KRI) dengan kapal Coast Guard China terlihat melalui layar yang tersambung kamera intai dari Pesawat Boeing 737 Intai Strategis AI-7301 Skadron Udara 5 Wing 5 TNI AU Lanud Sultan Hasanudin Makassar di Laut Natuna, Sabtu (4/1/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Hubungan Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwono menilai saat ini Pemerintah China sedang menguji pemerintah Indonesia terkait garis batas di Laut Natuna.

Ini mengingat Pemerintah Indonesia baru saja melakukan pergantian kebinet, terutama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan juga Kementerian Pertahanan (Kemenhan). Mereka ingin mengetahui reaksi dari Kabinet Indonesia Maju jika kedaulatan di Laut Natuna diusik.

Baca Juga

"Mereka sedang cek ombak atau juga menguji apakah kebijakan KKP soal nelayan asing masih sama tegas dari kabinet sebelumnya atau tidak. Pastinya mereka juga mendengar jika KKP saat ini tidak lagi menenggelamkan kapal asing yang melanggar batas," ujar Guru Besar Hukum Internasional UI tersebut, saat dihubungi Republika.co.id, Senin (6/1).

Harusnya, kata Hikmahanto, para menteri terkait tetap tegas dan tidak kompromi terhadap sikap klaim sepihak Cina mengenai nine-dash line atau sembilan garis putus-putus yang diklaim oleh China sebagai batas teritorialnya.

Jika hanya berdasarkan masa lalu, kata Hikmahanto, garis batas itu hingga ke perairan Pulau Jawa. Sebab Cheng Ho sudah menginjakkan kaki ke Semarang.

Sementara garis batas yang diakui Indonesia di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di Natuna Utara berdasarkan pada Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hukum Laut atau United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS).

Oleh karena itu, kabinet yang baru harus tegas kepada siapapun yang mengusik ZEE di Natuna Utara yang telah disepakati secara hukum. Salah satunya dengan hadirnya negara di Natuna, seperti yang pernah dilakukan oleh Presiden Joko Widodo pada 2016 silam

"Waktu itu Pak Jokowi langsung menggelar rapat di Laut Natuna, berkunjunglah ke sana. Gelar rapat di sana tunjukkan komitmen terhadap wilayah ZEE Indonesia di Natuna. Tindak tegas kapal-kapal yang masuk ZEE Indonesia, jangan hanya diusir saja," tegas Hikmahanto.

Hikmahanto yakin sikap tegas pemerintah terhadap Cina di Laut Natuna tidak akan mengganggu iklim investasi.

"Tidak ada kaitan dengan investasi, mereka para investor kan cari untung. Selama ini kita kerap gontok-gontokkan dengan Malaysia, lantas apakah terganggu investasi Malaysia ke Indonesia atau sebaliknya itu terganggu? Kan tidak, investasi mah jalan terus namanya juga cari untung," terang Hikmahanto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement