REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febrianto Adi Saputro, Intan Pratiwi, Sapto Andika Candra, Antara
Kapal-kapal China diketahui masih bertahan di perairan Natuna hingga Ahad (5/1). Kapal-kapal tersebut berada di 130 NM timur laut Ranai, Natuna.
Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) I TNI Laksamana Madya TNI Yudo Margono memerinci, jumlah kapal China yang masih bertahan di Natuna yakni, dua kapal, satu kapal pengawas perikanan, dan 30 kapal nelayan.
Yudo menyatakan, kapal nelayan China menangkap ikan dengan menggunakan pukat harimau yang ditarik dua kapal di laut Natuna, Kepulauan Riau.
"Berdasarkan pantauan kami dari udara, mereka memang nelayan China yang menggunakan pukat harimau," kata Pangkogabwilhan I dalam konferensi pers di Pangkalan Udara TNI AL, di Tanjungpinang, Kepri, Ahad (5/1).
Dia mengemukakan, pukat harimau di Indonesia dilarang oleh pemerintah melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015. Terakhir kali nelayan China menggunakan pukat harimau di laut Natuna sekitar pada 2016 silam, di mana saat itu TNI menangkap dua kapal negara asing tersebut.
Sejak penangkapkan itu, lanjutnya, tak ada lagi nelayan China yang berani menangkap ikan di Natuna. Namun, sekarang mereka datang kembali menjarah potensi laut Indonesia.
"Bahkan aktivitas nelayan mereka kini didampingi dua kapal penjaga pantai (coast guard) dan satu pengawas perikanan China," ucapnya.
Yudo menegaskan, pihaknya telah melakukan upaya persuasif mengajak kapal penjaga pantai China membawa nelayan-nelayannya meninggalkan perairan Natuna. Menurut dia, sesuai aturan seharusnya nelayan China tersebut ditangkap dan diproses sesuai hukum yang berlaku. Sementara kapal penjaga pantai memang hanya diusir keluar dari perairan Indonesia.
"Tapi kita lakukan upaya damai. Meminta mereka keluar dengan sendirinya, di samping upaya negosiasi juga dilakukan Kementerian Luar Negeri Indonesia dengan China," ujarnya.
Yudo menambahkan, TNI juga telah menggelar operasi dengan menurunkan dua unsur KRI guna mengusir kapal asing tersebut keluar dari Natuna. Operasi ini, kata dia, tidak memiliki batas waktu sampai kapal China betul-betul angkat kaki dari wilayah maritim Indonesia.
"Fokus kami sekarang ialah menambah kekuatan TNI di sana. Besok (hari ini) akan ada penambahan empat unsur KRI lagi untuk mengusir kapal-kapal tersebut," tuturnya.
Berbeda dengan keterangan Yudo, Menteri Kelautan dan Perikanan Eddy Prabowo mengklaim bahwa, pemerintah telah melakukan penangkapan terhadap kapal-kapal China yang diduga melakukan praktik illegal fishing di perairan Natuna. Ia menjelaskan, kapal tersebut kini ada di Pontianak untuk kemudian akan ditindaklanjuti.
"Tanggal 30 (Desember) kemarin ketika disampaikan kita sudah menangkap tiga kapal sekarang sudah ada di Pontianak, sekarang harusnya saya ada di sana untuk menyambut para ABK kita yang berhasil membawa, karena terjadi perlawanan yang sangat sengit, rencana mungkin hari Rabu, karena besok masih ada rapat lanjutan dengan Menko Polhukam, yang pasti semangat mereka berapi-api menjaga kedaulatan," ujar Eddy, Senin (6/1).
Eddy juga menjelaskan, pihaknya juga mengerahkan Satgas 115 untuk bisa menjaga perbatasan dan perairan negara. Ia memastikan kordinasi antar lembaga untuk bisa melakukan penjagaan dan pengawasan dilakukan secara paralel.
"Kami akan ikut koordinasi karena ini menyangkut seluruh kementerian, KKP akan menjaga, melaksanakan tugas. Ini hubungannya dengan keamanan dan kedaulatan negara yang penting tetap cool tidak terpancing. yang penting kita semua kompak di seluruh KL (kementerian/lembaga)," ujar Eddy.
[video] Menjaga Natuna, Bakamla akan Menambah Kekuatan
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengutarakan harapannya agar pemerintah dapat terus menegakkan hukum terhadap siapa pun pihak yang melakukan aktivitas pencurian ikan di kawasan perairan nasional. SusiPudjiastuti menegaskan penegakan hukum terhadap pencuri ikan berbeda dengan menjaga persahabatan atau iklim investasi.
"Perlakukan pencuri ikan dengan penegakan hukum atas apa yg mereka lakukan," sebut Susi dalam akun media sosialnya yang dipantau di Jakarta, Senin.
Perlakukan Pencuri Ikan dengan penegakan hukum atas apa yg merrka lakukan. Dan ini berbeda dengan menjaga Persahabatan atau iklim investasi👆 pic.twitter.com/lgqmJqZkzq
— Susi Pudjiastuti (@susipudjiastuti) January 4, 2020
Permintaan yang sama juga disampaikan Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan, Abdul Halim. Pemerintah termasuk Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) diharapkan dapat terus mendorong semakin semaraknya aktivitas penangkapan ikan oleh nelayan-nelayan Indonesia di Laut Natuna yang merupakan bagian dari perairan nasional, katanya.
"Dalam diplomasi internasional, kehadiran merupakan kata kunci yang harus dimenangkan," kata Abdul Halim
Untuk itu, Abdul Halim juga sepakat bahwa KKP harus benar-benar membangun sektor kelautan dan perikanan nasional secara terus-menerus sehingga eksistensi NKRI betul-betul terasa nyata di Natuna.
Saat membuka sidang kabinet di Istana Negara hari ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan, Indonesia tidak meladeni tawar-menawar bila berbicara soal kedaulatan negara. Pernyataan Jokowi ini menanggapi konflik antara Indonesia dan China di Natuna.
"Saya kira, seluruh statement yang disampaikan sudah sangat baik bahwa tidak ada yang namanya tawar menawar mengenai kedaulatan, mengenai teritorial negara kita," jelas Jokowi.
Sebelumnya melalui Juru Bicara Kepresidenan Fadjroel Rachman, presiden sudah menyampaikan arahan kepada seluruh otoritas untuk bersikap tegas dalam menangani konflik di Perairan Natuna. Konflik ini menyusul adanya pelanggaran batas wilayah dalam Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia oleh kapal China yang memasuki wilayah tersebut. Meski begitu, presiden juga menyampaikan prinsip diplomasi damai yang terus dilakukan pemerintah Indonesia.
"Berdasarkan arahan Presiden Jokowi, pemerintah Indonesia bersikap tegas sekaligus memprioritaskan usaha diplomatik damai dalam menangani konflik di perairan Natuna/ 'Tak ada kompromi dalam mempertahankan kedaulatan Indonesia!'," ujar Fadjroel.