Senin 06 Jan 2020 15:32 WIB

Legislator: Persoalan Natuna Menyangkut Kedaulatan Negara

Anggota Komisi I menegaskan pemerintah harus segera menyelesaikan masalah di Natuna.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Bayu Hermawan
Prajurit TNI AL di atas KRI Tjiptadi-381 saat mengikuti upacara Operasi Siaga Tempur Laut Natuna 2020 di Pelabuhan Pangkalan TNI AL Ranai, Natuna, Kepulauan Riau, Jumat (3/1/2020).
Foto: M RISYAL HIDAYAT/ANTARA FOTO
Prajurit TNI AL di atas KRI Tjiptadi-381 saat mengikuti upacara Operasi Siaga Tempur Laut Natuna 2020 di Pelabuhan Pangkalan TNI AL Ranai, Natuna, Kepulauan Riau, Jumat (3/1/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi I Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Syaiful Bahri Anshori mendesak pemerintah segera menyelesaikan masalah di perairan Natuna. Sebab, permasalahan di Natuna menyangkut kedaulatan Indonesia.

"Saya tidak sependapat dengan pernyataan seorang pejabat yang mengatakan persoalan Natuna ini jangan dibesar-besarkan. Bagi saya persoalan Natuna ini tanpa dibesarkan memang persoalan besar karena menyangkut kedaulatan," ujar Syaiful saat dihubungi, Senin (6/1).

Baca Juga

Presiden Joko Widodo juga didesaknya untuk segera melakukan lobi serta memperkuat diplomasi untuk menjaga kedaulatan NKRI. Pasalnya, masuknya kapal asing ke wilayah Indonesia tidak dapat dipandang sebelah mata

"Pemerintah Indonesia harus mengawal dan secara tegas melakukan penolakan atas klaim Cina melalui nota diplomatik yang menjelaskan posisi dan sikap Indonesia yang tegas," kata Syaiful.

Syaiful juga mendukung upaya pemerintah jika ingin melakukan protes keras terhadap masalah tersebut. Klaim sepihak dari Cina dinilainya sudah melanggar banyak hal, karena berdasarkan fakta sejarah, pada 18 Mei 1956, Indonesia resmi meminta wilayah itu sebagai wilayahnya ke PBB.

"Klaim Cina tidak mempunyai dasar historis apapun atas laut Natuna, selain daripada kepentingan ekonomi akan kekayaan gas alam di Natuna," ujar Syaiful.

Sementara dari aspek regulasi, zona ekonomi eksklusif (ZEE) atas Natuna sudah didaftarkan menjadi bagian dari kedaulatan Indonesia. Sesuai dengan hukum laut internasional (United Nations Convention for the Law of the Sea) atau Konvensi Hukum Laut PBB merupakan lembaga yang menetapkan batas ZEE.

"Jika perlu melakukan gugatan arbitrase internasional melalui mekanisme hukum internasional atas pelanggaran atas Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia," ucap Syaiful.

Sebelumnya, pemerintah Indonesia menyatakan tidak akan pernah mengakui klaim sepihak Cina atas teritorial di bagian laut Natuna yang disebut Nine Dash Line. Seusai peristiwa masuknya kapal nelayan dan Coast Guard China pada akhir Desember 2019.

Adapun Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, menegaskan tidak akan pernah mengakui klaim China atas nine dash lines (sembilan garis putus-putus) di perairan Natuna. Retno menyebut, batas wilayah itu tanpa dasar hukum.

"Indonesia tidak pernah akan mengakui nine dash line, klaim sepihak yang dilakukan oleh China yang tidak memiliki alasan hukum yang diakui oleh hukum internasional, terutama UNCLOS 1982," ujar Retno.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement