Ahad 05 Jan 2020 06:18 WIB

Hadapi Klaim Cina, Lima KRI Amankan Perairan Natuna

Seluruh kapal asal Cina sudah diusir dari perairan Natuna.

KRI Teuku Umar-385 melakukan peran muka belakang usai mengikuti upacara Operasi Siaga Tempur Laut Natuna 2020 di Pelabuhan Pangkalan TNI AL Ranai, Natuna, Kepulauan Riau, Jumat (3/1/2020).
Foto: M RISYAL HIDAYAT/ANTARA FOTO
KRI Teuku Umar-385 melakukan peran muka belakang usai mengikuti upacara Operasi Siaga Tempur Laut Natuna 2020 di Pelabuhan Pangkalan TNI AL Ranai, Natuna, Kepulauan Riau, Jumat (3/1/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, TANJUNGPINANG -- Lima kapal perang Republik Indonesia (KRI) mengamankan perairan Natuna, Kepulauan Riau. Pengamanan ini terkait adanya kapal asing yang dikawal coast guard Cina di perairan tersebut.

"Tiga KRI sejak beberapa hari lalu sudah berada di Natuna dan hari ini dua KRI dari Jakarta sudah tiba di Natuna," ujar Kepala Dispen Lantamal IV/Tanjungpinang Mayor Marinir Saul Jamlaay di Tanjungpinang, Sabtu (4/1).

Baca Juga

Saul menegaskan, situasi di Natuna saat ini dalam kondisi aman. Seluruh kapal asal Cina sudah diusir dari perairan Natuna. Selain KRI, pengamanan juga dilakukan dengan menggunakan pesawat intai maritim. "Kondisi sekarang landai, sudah aman. Namun, perairan di Natuna tetap dikawal ketat," tuturnya.

Saul mengemukakan Lantamal IV/Tanjungpinang memberi bantuan logistik dalam pelaksanaan operasi pengamanan di Natuna. Lanal Ranai terlibat langsung dalam mengamankan perairan Natuna. "Kalau personel, tidak ada dari Lantamal IV, namun kami membantu logistik," katanya.

Saul menegaskan, permasalahan kapal asal Cina yang masuk ke Natuna merupakan atensi negara. Lantamal IV/Tanjungpinang pun memberi perhatian khusus terhadap permasalahan itu sejak lama. "Kami memberi perhatian khusus terhadap pengamanan di daerah perbatasan, seperti di Natuna," ucapnya.

 

photo
Video capture KRI Tjiptadi-381 yang beroperasi di bawah kendali Gugus Tempur Laut (Guspurla) Koarmada I menghalau kapal Coast Guard China saat melakukan patroli di Laut Natuna Utara, Kepulauan Riau, Senin (30/12/2019).

Senator daerah pemilihan Kepulauan Riau, Haripinto, meminta konflik yang terjadi di Laut Natuna Utara atau Laut Cina Selatan diselesaikan dengan diplomasi. "Karena itu bukan dengan Indonesia saja," kata Haripinto.

Menurut dia, persoalan di Laut Cina Selatan melibatkan banyak negara. Tidak hanya Indonesia dan Cina, tetapi juga dengan negara ASEAN. Dia pun mengingatkan, Indonesia berhak melakukan kegiatan ekonomi di daerah ZEE dan kapal dari negara lain bisa melintas.

Meski begitu, aparat keamanan dan pertahanan tetap harus berjaga jangan sampai kapal Indonesia diintimidasi di sana. Oleh karena itu, Haripinto meminta pemerintah memperkuat pengamanan di Natuna dengan menambah armada. "Armada kita enggak cukup, harus diperbanyak. Anggaran harus ditambah," kata dia.

Pengamat politik internasional Arya Sandiyudha menilai klaim Cina atas laut Natuna dapat membuka peluang sikap blocking mayoritas negara ASEAN. Sebab, selama ini Indonesia dianggap tidak pernah memiliki sengketa klaim dengan Beijing. "Kalau Cina menyentuh Natuna, potensi menyatukan non-claimant state dan claimant state jadi kontra Cina," ujar Arya Sandhiyudha dalam keterangannya, Sabtu (4/1).

Arya menuturkan, pengusiran nelayan Indonesia oleh kapal coast guard Cina di perairan Natuna masuk dalam kategori isu kedaulatan. Oleh karena itu, Indonesia dapat menggunakan prinsip dalil Filipina yang dibela oleh Keputusan Mahkamah Arbitrase Internasional (PCA) di Den Haag, Belanda, pada 2016.

Dalam putusannya, lanjut Arya, Mahkamah Arbitrase Internasional (PCA) menyatakan, Cina telah melanggar kedaulatan di Laut Cina Selatan (LCS). PCA memenangkan gugatan Filipina terhadap klaim hak sejarah sembilan garis Cina di Laut Barat Filipina. Klaim Cina dinilai tidak berdasar hukum internasional dan tidak sejalan dengan UNCLOS, yaitu zona ekonomi eksklusif (ZEE).

"Hal yang berlaku bagi Filipina juga dapat digunakan Indonesia sekaligus sadarkan ASEAN mesti solid agar tidak berpeluang diperlakukan semena-mena oleh Cina,” kata Arya yang juga direktur eksekutif The Indonesian Democracy Initiative (TIDI).

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono menanggapi pernyataan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto terkait masalah Natuna dengan Cina. Menurut dia, Prabowo tidak sepenuhnya santai terkait permasalahan klaim tersebut.

"Pak Prabowo kan lebih mengerti keadaan kekuatan militer kita. Kalau jalan perang atau konfrontasi militer, akan banyak mudaratnya," ujar dia kepada Republika, Sabtu (4/1).

Dia juga menilai pernyataan yang dilontarkan Prabowo itu sudah sesuai dengan visi Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menekankan jalur diplomasi terhadap Cina dalam permasalahan Natuna. n mabruroh/zainur mahsir ramadhan/antara ed: mansyur faqih

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement