Jumat 03 Jan 2020 13:11 WIB

Menelisik Penyebab Banjir Bandang Lebak

Kerusakan hutan dan pertambangan ilegal diduga sebabkan banjir bandang Lebak.

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Indira Rezkisari
Sejumlah relawan membantu warga menyeberangi Sungai Ciberang untuk dievakuasi ke tempat aman di Kampung Susukan, Lebak, Banten, Kamis (2/1/2020).
Foto: Antara/Muhammad Bagus Khoirunas
Sejumlah relawan membantu warga menyeberangi Sungai Ciberang untuk dievakuasi ke tempat aman di Kampung Susukan, Lebak, Banten, Kamis (2/1/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, LEBAK -- Sekitar 1.000 rumah di Lebak, Banten, rusak berat akibat diterjang banjir bandang. Banjir lebat tersebut terjadi diduga akibat kerusakan hutan lindung.

Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Latansa Mashiro Rangkasbitung Mochamad Husen mengatakan banjir bandang yang terjadi di enam kecamatan di Kabupaten Lebak akibat kerusakan hutan di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). "Kami yakin banjir bandang itu akibat kerusakan hutan di daerah hulu yakni kawasan TNGHS," ujar Husen saat dihubungi di Lebak, Jumat (3/1).

Baca Juga

Kemungkinan curah hujan sepanjang Selasa (31/12) sampai Rabu (1/1) pagi tidak menyerap maksimal ke tanah akibat hutan gundul. "Jika curah hujan itu tidak menyerap dipastikan air hujan secara langsung menggelontor ke aliran Sungai Ciberang dengan deras disertai lumpur dan bebatuan," ujarnya.

Pemerintah dan masyarakat harus melestarikan, menjaga ekosistem serta habitat lingkungan alam di kawasan TNGHS agar tidak gundul dan lahan kritis. Untuk pelestarian hutan dan alam dengan gerakan penghijauan melalui penanaman aneka tanaman keras, seperti bambu, mahoni, rasamala, puspa, albasia dan trembesi.

Penghijauan akan menyerap maksimal air hujan ke dalam tanah. Sehingga tidak mengakibatkan bencana banjir bandang.

"Kami melihat bencana banjir bandang awal tahun 2020 ini cukup besar hingga terdampak di enam kecamatan juga ribuan rumah mengalami kerusakan berat dan tiga orang meninggal dunia," jelas dia.

Ia juga mengapresiasi selama ini penanganan yang dilakukan pemerintah daerah cukup baik, karena tidak ditemukan warga korban bencana di pengungsian telantar maupun kerawanan pangan. Penyaluran bantuan makanan, pakaian bekas, selimut, lauk pauk, makanan siap saji, mi instan sangat diutamakan agar warga korban bencana terpenuhi kebutuhan konsumsi pangan.

Selanjutnya, kata dia pemerintah dapat melakukan pembangunan rekontruksi dan rehabilitasi rumah-rumah warga juga infrastuktur jembatan, jalan sekolah yang rusak berat.

"Kita berharap pemerintah memfokuskan pelestarian lingkungan alam di kawasan TNGHS juga penanganan pascabencana agar tidak menimbulkan korban jiwa," ujarnya.

photo
Sejumlah relawan membantu warga menyeberangi Sungai Ciberang untuk dievakuasi ke tempat aman di Kampung Susukan, Lebak, Banten, Kamis (2/1/2020).

Evaluasi Penyebab Banjir

Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya mengaku akan mengevaluasi penyebab bencana banjir bandang yang ada di wilayahnya. Ia menyorot masalah pertambangan ilegal (peti) untuk mengambil kandungan emas di wilayah Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), yang merupakan hulu berbagai sungai di Lebak.

Menurutnya, banjir yang melnda daerahnya sejak Rabu (1/1) lalu merupakan bencana terbesar yang dialami daerahnya selama ini. Kejadian banjir ini bahkan mengakibatkan tiga orang meninggal dunia, 580 rumah rusak dan 2.167 rumah terendam.

"Bencana banjir ini adalah akumulasi dari bentuk ketidakadilan kepada alam. Setelah adanya bencana ini kita kan harus evaluasi, kemungkinan besar salah satu penyebabnya adalah pertambangan ilegal ini. Karena kan kalau bicara masalah cuaca, secara data curah hujan pada 2013 lalu, masih lebih besar dibanding sekarang ini, tapi kenapa sampai terjadi seperti sekarang ini?" ujar Iti Octavia Jayabaya, usai rapat penanggulangan bencana banjir di Kantor Bupati Lebak, Kamis (2/1).

Iti mengaku bahwa pihaknya sudah seringkali mengimbau dan mengulayakan agar kegiatan peti oleh oknum di TNGHS ini dihentikan. Namun, ternyata aktivitas penambangan emas ilegal ini masih banyak terjadi.

Taman nasional menurutnya memiliki peran besar bagi masyarakat Lebak, khususnya sebagai kawasan konservasi yang banyak menampung air. "Ketika wilayah hutan digali dan di bawah tanahnya ada lubang-lubang yang membuat tanah menjadi keropos, ini yang menyebabkan tanah tidak bisa menampung air, sehingga ada longsor hingga banjir," jelasnya.

Ke depannya, Iti menuturkan akan berkoordinasi langsung dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang berwenang atas TNGHS untuk bersama membahas solusi masalah kerusakan alam di wilayah konservasi tersebut. Meski begitu, upaya mencari solusi penyelesaian bencana banjir akan difokuskan setelah penanganan bencana banjir yang saat ini melanda wilayahnya.

"Kita tidak bisa berbuat banyak, karena ini (TNGHS) ada di wilayah pemerintah pusat, kita baru bisa berbuat ketika sudah ada sinergi bersama. Sementara saat ini prioritasnya adalah penyelamatan jiwa, kebutuhan logistik, kebutuhan harian masyarakat korban bencana. Baru pascabencana ini, akan kita fokus kepada solusi ke depannya," jelasnya.

Senada dengan Bupati, Kepala Seksi (Kasi) Pengelolaan Taman Nasional Gunung Halimun Salak wilayah satu, Siswoyo juga menuturkan bahwa penyebab banjir bandang  ini salah satunya adalah perilaku menyimpang masyarakat terhadap alam. Kegiatan pertambangan ilegal hingga pengelolaan lahan taman nasional oleh masyarakat, dengan perilaku yang salah menyebabkan bencana ini.

"Perilaku Peti hingga pengelolaan lahan oleh masyarakat di tanah dengan kemiringan lebih dari 20 persen ini memang menurut saya adalah beberapa penyebab banjir yang saat ini melanda Lebak.  Nantinya Bupati juga kan bilang akan berbicara dengan Ibu Menteri, sulaya penanganan banjir ini lebih komprehensif. Tapi sekarang ini kita fokus penanganan korban dulu, dengan status darurat bencana yang dikeluarkan ini kita di TNGHS ikut membantu," jelasnya.

photo
Sejumlah rumah warga rusak berat diterjang banjir bandang yang melewati Sungai Ciberang di Kampung Lebak Gedong, Cipanas, Lebak, Banten, Kamis (2/1/2020).

Curah Hujan

Kepala Balai Besar BMKG wilayah II, Hendro Nugroho membenarkan bahwa curah hujan pada Selasa (31/12) hingga Rabu (1/1) pukul 07.00 WIB masih lebih rendah dibanding curah hujan pada 2013 lalu.

"Curah hujan di Kecamatan Sajira, jika dibanding tahun 2013 masih terkatagori rendah. Pada Selasa (31/12) lalu, curah hujan itu berasa pada 57 milimeter, sedangkan pada 2013 itu mencapai 86,5 milimeter. Jadi sebenarnya curah hujan kemarin meski klsifikasinya hujan lebat, tapi tidak seperti yang terjadi sebelumnya," jelas Hendro.

Hendro menyebut tapi menurut prakiraan, cuaca ekstrem akan terus melanda DKI, Banten dan Jawa Barat hingga Sabtu (4/1) mendatang. "Saya harap masyarakat lebih waspada, juga terus melihat info di aplikasi BMKG dan jangan termakan berita bohong atau hoaks," tuturnya.

Sebanyak 1.060 rumah penduduk di enam kecamatan di Kabupaten Lebak, Banten rusak berat akibat diterjang banjir bandang sepanjang Rabu (1/1). Sementara itu, 428 rumah rusak ringan dan 1.226 rumah terendam.

"Sebagian besar rumah yang rusak berat itu lokasinya berada di tepi aliran Sungai Ciberang," kata Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lebak Kaprawi di Lebak, Jumat.

Selama tiga hari terakhir, masyarakat yang terdampak bencana alam masih bertahan di pengungsian. Mereka tidak bisa kembali ke rumah karena tempat kediamannya rusak berat dan ada juga di antaranya yang rata dengan tanah.

photo

Oleh karena itu, mereka lebih memilih tinggal di pengungsian. Terlebih harta benda dan perabotan rumah tangga, pakaian, dan juga beras hanyut diterjang banjir bandang.

"Kami terus mengutamakan pendistribusian bantuan makanan, minuman, pakaian, selimut, dan lain-lainnya guna mengurangi risiko kebencanaan agar tidak menimbulkan kerawanan pangan," katanya.

Kaprawi mengatakan, banjir bandang menerjang perkampungan di enam kecamatan, yakni Lebak Gedong, Cipanas, Curug Bitung, Maja, Sajira, dan Cimarga. Tercatat 677 keluarga mengungsi di tujuh posko pengungsian, yakni Gedung PGRI Kecamatan Sajira 50 keluarga, Posko Pengungsian Nangela Desa Calungbungur, Kecamatan Sajira dan Posko Pengungsian Desa Tambak, Kecamatan Cimarga 31 keluarga.

Selain itu, Posko Pengungsian Kantor Kecamatan Cipanas 100 keluarga, Posko Pengungsian Kecamatan Curugbitung 150 keluarga, dan Posko Pengusian Gedung Serba Guna Kecamatan Lebak Gedong 100 keluarga.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement