Selasa 31 Dec 2019 09:19 WIB

Pemberian Beasiswa Dinilai Belum Cukup Setop Separtis Papua

Perlu ada pemberdayaan yang terintegrasi buat penerima beasiswa Papua.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Teguh Firmansyah
Prajurit TNI menyapa warga saat melakukan paroli di Wamena,Papua. Kelompok separatis masih gencar menyasar aparat keamanan.
Foto: Antara/Iwan Adisaputra
Prajurit TNI menyapa warga saat melakukan paroli di Wamena,Papua. Kelompok separatis masih gencar menyasar aparat keamanan.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Pemerintah melakukan sejumlah upaya untuk mereduksi separatisme di Papua. Salah satunya melalui pemberian beasiswa kepada putra-putri Papua ke kampus-kampus ternama di Pulau Jawa. Namun langkah tersebut dianggap belum efektif untuk menghentikan gerakan separatis.

Psikolog Sosial, Ali Mashuri dalam kegiatan diskusi di Gedung B FISIP, Universitas Brawijaya, Senin (31/12), menilai, jika menyaksikan fenomena ini, maka akan teringat dengan sistem "Politik Etis" atau Politik Balas Budi di masa kolonialisme. Belanda berusaha menyediakan akses pendidikan tinggi kepada putra-putri Indonesia.

Baca Juga

"Namun kemudian ini malah justru melakukan protes untuk mendirikan Indonesia merdeka dari Belanda," kata Ali Mashuri, Senin.

Menurut Ali, pemberian beasiswa kepada masyarakat Papua lebih pada upaya pemberdayaan. Namun cara ini dianggap kurang efektif mengurangi separatisme di Papua. Sebab, aktualisasi upaya tersebut lebih bersifat parsial saat ini.

Ali tak menampik, sudah banyak masyarakat Papua yang telah mendapatkan beasiswa pendidikan tinggi. Akan tetapi, mereka tidak merasa puas setelah kembali ke daerahnya masing-masing. Mereka tetap merasa terpinggirkan dan menerima perlakuan yang diskriminatif.

Kondisi tersebut serupa dengan yang dialami penduduk Indonesia di masa lampau. Banyak putra-putri Indonesia mendapatkan beasiswa pendidikan tinggi dari Belanda. Sayangnya, keilmuan mereka tidak mampu dioptimalisaskan karena jabatan-jabatan penting tetap dikuasai oleh Belanda.  "Jadi ke depan harus action ya, termasuk beasiswa harus bersifat integratif," ujarnya.

Idealnya, kata Ali, pemerintah perlu memberikan solusi nyata kepada mahasiswa yang kembali ke Papua. Pemerintah harus memberdayakan keberadaan mereka di daerah asalnya. "Semisal bagaimana mungkin mereka bisa kerja di Papua dan seterusnya," katanya.

Ali tak menampik, posisi pejabat di Papua telah banyak diisi oleh putra asli daerah. Bahkan, pemerintah telah memberikan porsi ASN secara khusus untuk masyarakat Papua. Namun, Ali menilai, upaya tersebut tidak cukup untuk mereduksi separatisme.

"Jadi bagaimana nanti mereka bisa eksis, bisa bekerja dan bisa berkiprah politik di luar Papua. Ini saya kira PR yang tidak mudah, karena seringkali saat dikasih posisi kemudian dipertanyakan kompetensinya yang seringkali jadi masalah yang tidak sepele," ucap Ali.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement