Senin 30 Dec 2019 06:19 WIB

Stasiun Pondok Rajeg yang Mati Suri

Stasiun Pondok Rajeg berada di lokasi yang strategis.

Rep: Erdy Nasrul/Nugroho Habibi/ Red: Bilal Ramadhan
Suasana stasiun Pondok Rajeg yang sudah tidak aktif di Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Jumat (13/9/2019).
Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
Suasana stasiun Pondok Rajeg yang sudah tidak aktif di Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Jumat (13/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, Kondisi Stasiun Pondok Rajeg, Cibinong, Kabupaten Bogor, kini sangat memprihatinkan. Anak tangga di teras stasiun yang dulu menjadi tempat penumpang hilir mudik ini ditumbuhi ilalang hijau setinggi 70 sentimeter yang melenggak-lenggok mengikuti semilir angin berembus.

Lantai yang hanya sebatas plesteran semen, pasir, dan kerikil tampak berdebu dan dikotori coretan cat semprot ulah tangan-tangan jahil. Temboknya yang semula berwarna putih warna berlambangkan kesucian dinodai para vandalis yang gerah dengan keindahan.

Mereka tak rela warna putih dan keindahan mendominasi bangunan yang dulu menjadi tempat kereta berhenti mengangkut dan menurunkan penumpang. Tampak cat biru, hitam, kuning, merah, ungu, jingga membentuk nama mereka yang menodai tembok stasiun.

Besi pembatas area peron dan teras stasiun masih berdiri, tapi sungguh tak terawat. Warna hijau toska di sekujur besi-besi bulat setinggi satu meter itu kalah dengan cokelat karat. Pada bagian samping besi itu terdapat engsel yang menempel, tapi tak ada pintu yang menyangganya, sudah raib entah ke mana.

Tak ada lagi pembatas antara area menunggu kereta dengan teras. Siapa pun dengan mudah dapat masuk dan keluar stasiun yang kondisinya kini sangat tak terawat.

Bagian atap stasiun meneteskan air sisa hujan yang membasahi lantai peron. Spandek yang menjadi payung bangunan tersebut seperti tak mampu lagi melindungi area dalam bangunan dengan sempurna.

Ruang loket tampak berbeda. Bagian bawahnya dihiasi lantai keramik putih. Tampak kotor berdebu karena sudah lama tak disapu dan dipel. Ruangan loket ini memiliki lebar sekitar 10 meter. Cukup nyaman untuk ditempati tiga pelayan karcis. Kemudian, ada satu ruang kepala stasiun pada bagian dalam area loket. Luasnya sekitar empat kali lima meter persegi.

Ada pula kamar mandi petugas stasiun. Ruangan berlantai keramik ungu ini tampak gelap. Bau pesing menusuk hidung siapa pun yang berada di dekatnya. Kloset jongkok tampak dipenuhi pasir. Bak penampung air di sana berdebu dan menjadi sarang laba-laba.

Kamar mandi penumpang yang terletak di area peron juga demikian. Kondisinya sangat memprihatinkan. Ruangan tempat membersihkan badan dan buang hajat itu tak lagi berpintu.

Kaca saluran udara di sekitarnya pecah, dihancurkan benda keras. Pecahan kaca yang tajam masih terlihat menempel pada kusen kayu berwarna gelap yang tampak lapuk karena terdampak pergantian cuaca bertahun-tahun.

Meski bangunannya tampak memprihatinkan, fondasi dan pilar-pilar stasiun ini tetap berdiri kokoh. Terbuat dari baja, pilar berwarna hijau toska itu tetap menjadi penyangga atap spandek.

Pilar tersebut penuh dengan coretan. Ada tulisan nama Sigung, Ricsi, Niko, dan Isal. Entah siapa mereka itu. Cara mereka menunjukkan eksistensi tidak beradab karena merusak fasilitas publik yang dibangun dengan uang negara.

Sampah plastik berserakan di mana-mana, terutama pada bagian depan dan belakang peron. Sampah itu merupakan kemasan makanan dan minuman yang dibuang orang-orang tak bertanggung jawab.

Rumput gajah yang tinggi sebadan orang dewasa tumbuh subur pada bagian belakang peron. Menancap kuat dan memenuhi tanah kosong di sana, menghalangi pandangan orang yang ingin melihat bagian belakang stasiun.

Tak seperti stasiun kereta komuter pada umumnya, peron stasiun ini hanya memiliki panjang 80 meter. Lebarnya sekitar lima meter. Tak ada tempat duduk di sana. Cukup untuk menampung ratusan penumpang.

Kalau kereta komuter berhenti di sana, hanya terdapat dua hingga tiga rangkaian yang berdempetan dengan peron. Rangkaian selebihnya berada pada area luar peron. Kondisi Stasiun Pondok Rajeg ini menjadi pertanyaan, ‘apa ada campur tangan pemerintah?’

Stasiun ini berada pada jalur yang menghubungkan kereta dari Stasiun Nambo, Citeureup, dan Citayam, Depok. Pada era Orde Baru jalur ini pada mulanya dibangun untuk menghubungkan Parung Panjang hingga Cikarang, sehingga perekonomian daerah yang dilintasi jalur ini berkembang pesat.

Meski sempat mati, kini jalur tersebut kembali dilintasi kereta yang mengangkut penumpang. Tapi, kereta komuter hanya melewati Stasiun Pondok Rajeg. Jalur ini juga dilintasi kereta barang yang mengangkut komoditas, seperti semen dan air minum kemasan dari Stasiun Nambo menuju Jakarta.

Stasiun ini dibangun di lokasi yang strategis. Bangunan yang berdiri sejak era 90-an ini berada di sebelah barat pintu perlintasan kereta Jalan Raya Kampung Sawah. Ruas jalan tersebut menghubungkan wilayah Kabupaten Bogor dan Kota Depok.

Dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cibinong Kabupaten Bogor, seseorang hanya menempuh perjalanan sejauh 2,6 kilometer. Cukup tujuh menit waktu dihabiskan dengan menggunakan kendaraan bermotor.

Dari kantor bupati Bogor atau pusat pemerintahan Kabupaten Bogor, warga hanya menempuh perjalanan sejauh 3,8 kilometer. Sama dengan 12 menit perjalanan menggunakan kendaraan bermotor.

Stasiun ini juga berdekatan dengan Jalan Boulevard Grand Depok City. Jaraknya 4,3 kilometer atau sama dengan 11 menit waktu perjalanan dengan menggunakan kendaraan bermotor.

Stasiun ini juga dekat dengan rumah pribadi Wali Kota Depok, KH Idris Abdus Shamad, yang tempatnya berdekatan dengan Jalan Boulevard. Juga Cibinong City Mall (CCM) yang hanya berjarak 5,3 kilometer atau sama dengan 16 menit perjalanan dengan kendaraan bermotor.

Lokasi sekitar stasiun ini sudah dipenuhi dengan kompleks perumahan sederhana dan kelas menengah. Kebanyak bersistem klaster eksklusif dengan petugas keamanan bersiaga pada pintu masuk kompleks.

Sebelah selatan stasiun, misalkan, terdapat belasan kompleks yang masing-masing memiliki puluhan rumah. Beberapa di antaranya adalah Kompleks Klaster Sentra Pondok Rajeg, kompleks lainnya, dan beberapa pemukiman resort yang nyaman untuk disewa.

Salah satu destinasi wisata di sekitar Stasiun Pondok Rajeg adalah Situ Cikaret. Cukup menggunakan kendaraan bermotor menuju arah selatan stasiun selama tujuh menit, pasti sampai ke area wisata yang menjadi tempat orang-orang penggila mancing memamerkan kemampuannya.

Satu lagi, stasiun ini juga berdekatan dengan markas Divisi Infantri (Divif) I Kostrad TNI Angkatan Darat. Jaraknya hanya 4,8 kilometer atau 15 menit perjalanan dengan menumpangi kendaraan bermotor.

Salah seorang warga sekitar Stasiun Pondok Rajeg, Firdausi (28 tahun), mengharapkan adanya aktivasi penuh stasiun tersebut. Ia selaku warga sekitar stasiun akan sangat terbantu dalam mobilitas baik untuk ke Jakarta atau ke daerah luar kota dengan kereta api.

“Rumah saya dekat, hanya 30 menit jalan kaki juga sampai stasiun. Makanya, saya sangat berharap stasiun ini bisa kembali aktif dan stasiunnya juga diperbaiki. Sayang saja, sudah ada stasiunnya, tapi tidak dimaksimalkan,” kata Firdausi.

Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Bogor berharap pemerintah pusat segera mengaktifkan jalur kereta api Parung Panjang sampai ke Nambo. Pemkab telah merencanakan pembangunan tersebut yang tertuang dalam peraturan daerah (Perda) Nomor 11 Tahun 2016 hingga 2036 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah (Bappedalitbang) Kabupaten Bogor menjelaskan, pembangunan Stasiun Pondok Rajeg telah diajukan ke Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Kepala Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Bappedalitbang Kabupaten Bogor Irma Lestiana Wati mengatakan, pihaknya sudah mengirimkan surat ke Kemenhub pada tahun lalu yang berisi agar jalur kereta api tadi segera dibangun dan diperbaiki.

Dengan begitu, banyak orang makin tertarik mengunjungi destinasi wisata di Kabupaten Bogor. Perekonomian masyarakat setempat pun semakin meningkat. “Kita berharap agar pembangunan dan penambahan fasilitas pada jalur tersebut dapat segera dilakukan karena ini adalah impian masyarakat Bogor,” kata Irma.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement