REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Ombudsman Republik Indonesia (RI) hari ini (28/12) melakukan inspeksi mendadak (sidak) di Terminal Baranangsiang, Bogor. Setelahnya Ombudsman akan mengundang Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), dan pihak terkait lainnnya untuk membahas hasil sidak di Terminal Baranangsiang, Bogor.
"Kami akan undang mereka karena bisa jadi keterangannya berbeda. Termasuk Kemenhub dan Pemerintah Kota Bogor, posisi terminal ini seperti apa," kata Anggota Ombudsman Ninik Rahayu usai melakukan sidak di Terminal Baranangsiang, Bogor, Sabtu (28/12).
Dalam sidak Ombudsman mendapatkan beberapa hasil yang harus segera ditertibkan. Beberapa di antaranya pungutan liar (pungli) untuk angkot di terminal, toilet berbayar, dan sejumlah pedagang membuka usaha tidak di tempat yang disediakan.
"Toko, ruko, itu kios Rp 12 ribu per hari (untuk pungutan listrik), ada berapa kios? Tapi mereka juga gunakan kios seperti rumah tinggal, itu kan ada konsumsi listrik dan air. Itu jadi beban pemerintah, lalu biaya itu dikelola siapa?" jelas Ninik.
Ninik akan mengundang pihak terkait untuk mengonfirmasi sejumlah temuan tersebut. Setelah hal tersebut dilakukan, dia memastikan Ombudsman akan menyampaikan rekomendasinya kepada pihak terkait dan memantaunya untuk melihat apakah ada perubahan.
Ninik menilai temuan yang dimiliki Ombudsman menggambarkan adanya keterlambatan dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah merespons kebutuhan fungsional Terminal Baranangsiang. "Ini yang menyebabkan ada peran swasta masuk. Swasta yang tanda kutip dengan tekanan luar biasa karena merasa statusnya ada ancaman ini terminal mau digunakan macam-macam, padahal kebutuhan masyarakat terkait fasilitas umum ini penting sekali," jelas Ninik.
Ninik memastikan akan memantau bagaimana perubahan di Terminal Baranangsian setelah dilakukan sidak. Terminal yang sudah dikelola di bawah Kemenhub semestinya fasilitasnya harus maksimal.
"Kalau memang ini (dikelola) pemerintah pusat, maka segeralah lakukan pembenahan. Setidaknya pastikan masyarakat pengguna terminal bisa mendapat fasilitas," jelas Ninik.
Dalam inspeksinya, Ninik menemukan terjadi beberapa pungli yang masih terjadi di Terminal Baranangsiang. "Misalnya ada angkot yang sekali ngetem (bayar) lima ribu rupiah, itu dikelola swasta dan itu tidak diketahui kepala terminal," jelas Ninik.
Tak hanya itu, kejelasan pengelolaan parkir di Terminal Baranangsiang menurut Ninik juga tidak sesuai. Sebab, kata Ninik, parkir motor di Stasiun Baranangsiang juga dikelola swasta dan tidak diketahui siapa yang bertanggung jawab.
Untuk itu, Ninik menegaskan pengelola terminal harus melakukan peneetiban atas temuan Ombudsman tersebut. "Kalau ini fasilitas umum maka berikan layanan kepada publik dan jangan ada pungutan," tutur Ninik.
Jika ada pungutan resmi untuk pengguna terminal, lanjut Ninik, harus jelas penanggungjawabannya terkait penggunaan dana tersebut. Ninik menegaskan pungutan yang dilakukan di fasilitas umum harus diketahui secara jelas oleh masyarakat.