Sabtu 28 Dec 2019 03:00 WIB

Kota Magelang Evaluasi Penanganan Kawasan Pemukiman Kumuh

Luasan kawasan kumuh di Magelang dikelompokan dalam 11 titik.

Suasana deretan pemukiman kumuh. Foto (ILustrasi)
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Suasana deretan pemukiman kumuh. Foto (ILustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dinas Perumahan dan Pemukiman Kota Magelang Jawa Tengah melakukan evaluasi pencegahan serta penanganan kawasan permukiman kumuh perkotaan.

Kepala Disperkim Kota Magelang Handini Rahayu menjelaskan tahun ini merupakan tahun terakhir target yang diberikan oleh pemerintah pusat untuk mencapai angka nol kawasan kumuh perkotaan. Secara nasional, kata dia, kawasan kumuh memang masih tinggi.

Akan tetapi, pihaknya optimistis Kota Magelang tidak ikut menyumbang banyaknya kawasan kumuh tersebut.

Sejak 2017, Pemkot Magelang menggaungkan gerakan 100-0-100 (100 persen akses air bersih, nol persen kawasan kumuh, dan 100 persen akses sanitasi) sehingga hal tersebut tidak asing lagi bagi masyarakat.

Ia menyebutkan hasil perhitungan pada 2015, luas kawasan kumuh di Kota Magelang mencapai 121,17 hektare, pada 2018 menurun menjadi 67,41 hektare.

Luasan tersebut dikelompokkan dalam 11 titik kawasan, yakni Ngembik, Bantaran Rel Kereta Api Utara, Untidar, Mantyasih, Wates, Nambangan, Rejowinangun Utara, Pasar Rejowinangun, Tidar Trunan, Tidar Campur, dan Bojong.

Ia mengatakan tentang Bantuan Pemerintah Untuk Masyarakat (BPM) guna investasi pengurangan kawasan kumuh yang mencapai Rp4 miliar per 2019.

Dana itu dialokasikan untuk penanganan luasan kawasan kumuh 22,28 hektare yang tersebar di empat kelurahan, yakni Potrobangsan, Rejowinangun Utara, Rejowinangun Selatan, dan Tidar Utara.

Investasi intrastruktur BPM pada 2019, meliputi drainase, jalan, MCK (mandi, cuci, kakus), dan persampahan, sedangkan kolaborasi pendanaan kawasan kumuh Kota Magelang, meliputi drainase, irigasi, jalan, jembatan, MCK, sampah, rumah, kebakaran berupa mobil pemadam kebakaran, dan RTH (ruang terbuka hijau).

Ia menyebut capaian pengurangan kumuh, pada 2017 seluas 53,76 hektare, pada 2018 seluas 40,36 hektare, dan pada 2019 seluas 37,201 hektare. "Tahun 2019 sudah terealisasi 18,52 hektare sehingga masih sisa penanganan 18,681 hektare," kata dia dalam keterangan tertulis Humas Pemkot Magelang.

Wali Kota Magelang Sigit Widyonindito mengapresasi lokakarya itu karena memberikan ruang belajar bersama guna mendorong perubahan pola pikir, khususnya terkait dengan penanganan kawasan kumuh, dengan semangat berdiskusi dan mencari solusi.

Dalam sambutan tertulis kegiatan itu yang dibacakan Wakil Wali Kota Windarti Agustina, ia mengatakan bahwa Kotaku merupakan program nasional yang dibuat dalam rangka mendukung RPJMN 2014-2019, sekaligus untuk mencapai target 100-0-100.

Setidaknya, katanya, ada tujuh indikator permukiman kumuh, yakni keteraturan bangunan, jalan lingkungan, drainase lingkungan, pengelolaan sanitasi, pengelolaan air minum, pengelolaan sampah, dan sarana prasarana pengamanan kebakaran.

"Kunci keberhasilan program ini adalah partisipasi aktif masyarakat serta komitmen untuk selalu merawat dan memelihara lingkungan tempat tinggal dan sarana prasarana, juga dukungan penuh dari para 'stakeholder' (pemangku kepentingan)," ujarnya.

Hadir dalam kegiatan di Aula Pangripta Bappeda Kota Magelang tersebut, antara lain Kepala Bappeda Kota Magelang Joko Soeparno, Ketua DPRD Budi Prayitno, para pemangku kepentingan, dan relawan di tingkat kelurahan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement