Jumat 27 Dec 2019 18:15 WIB

Fadli Zon Minta Pemerintah Berdialog dengan Cina Soal Uighur

Fadli sadar polemik Uighur tak hanya terkait agama, tetapi politik, ekonomi, budaya.

Rep: Nawir Arsyad Akbar / Red: Ratna Puspita
Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR Fadli Zon (kanan)
Foto: ANTARA/FIKRI YUSUF
Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR Fadli Zon (kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR Fadli Zon mendesak pemerintah untuk membuka dialog dengan China terkait permasalahan Muslim Uighur. Sebab, Indonesia sebagai negara berpenduduk Islam terbanyak harus bersikap mengemai permasalahan tersebut.

"Saya sendiri sejak lama telah mendorong munculnya sikap tegas pemerintah Indonesia atas isu ini. Pemerintah terkesan bisu menghadapi isu Uighur," ujar Fadli, Jumat (27/12).

Baca Juga

Mantan wakil ketua DPR itu juga mendesak China untuk lebih terbuka terhadap organisasi internasional yang ingin menyelesaikan masalah Uighur. Khususnya kepada negara-negara Islam yang ingin mengonfirmasi kebenaran polemik tersebut.

"Jadikan negara-negara Muslim yang dipercaya China sebagai perantara dialog. Penyelesaian dialogis ini saya kira akan memperkuat kepercayaan dunia internasional pada Cina,” ujar Fadli.

Kendati demikian, ia sadar, polemik terkait Uighur tak sebatas isu agama saja. Di belakangnya, juga menyangkut isu politik, ekonomi dan budaya.

"Bukan hanya isu keagamaan, tapi juga masalah politik, ekonomi, dan budaya. Sehingga, pemerintah Cina perlu membuka pintu dialog dengan banyak kamar agar tersedia resolusi damai," ujar Fadli.

Fadli menceritakan bahwa dirinya menyinggung masalah Uighur dalam Konferensi ke-14 PUIC (Parliamentary Union of the OIC Member States) di Rabat, Maroko pada 11-14 Maret 2019. Saat itu, ia mendorong dugaan pelanggaran HAM di Xinjiang masuk dalam resolusi akhir PUIC, yang merupakan organisasi parlemen bagi negara-negara anggota OKI.

"Sempat ditolak dengan alasan prosedural. Namun, karena lobi dan desakan kuat dari delegasi RI, Sidang Komite Umum akhirnya menyetujui untuk memasukkan isu muslim Uighur ke dalam draft resolusi akhir," ujar Fadli.

Ia sendiri paham mengapa banyak negara terkesan bisu terkait masalah tersebut, karena adanya sejumlah pertimbangan dengan Cina. Apalagi, sejumlah negara Islam memang memiliki ketergantungan terhadap negeri Tirai Bambu tersebut.

Akan tetapi, ia menilai pemerintah Indonesida dapat melakukan dua hal terkait permasalahan Uighur. Pertama, Indonesia dapat mendorong Cina untuk mengedepankan dialog dengan kelompok moderat di Xinjiang guna memberi otonomi lebih luas dalam hak beragama dan berbudaya.

Kedua, Indonesia harus mendorong Cina melibatkan publik dan organisasi internasional dalam menyelesaikan masalah muslim Uighur. "Isu-isu itu perlu didialogkan pemerintah Indonesia kepada Cina. Jangan lupa, ikut menciptakan perdamaian dunia adalah salah satu amanat konstitusi kita," ujar Fadli.

Dapat mengunjungi Baitullah merupakan sebuah kebahagiaan bagi setiap Umat Muslim. Dalam satu tahun terakhir, berapa kali Sobat Republika melaksanakan Umroh?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement