REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) Suratman mengusulkan agar sekolah mencanangkan program sekolah ramah anak di DIY. Hal ini ia usulkan karena masih adanya kasus kekerasan, keracunan, dan kecelakaan di sekolah hingga kondisi gedung yang mudah roboh.
"Inti dari sekolah ramah anak adalah bukan membuat bangunan sekolah baru. Tapi merupakan paradigma baru dalam mendidik dan mengajar peserta didik untuk menciptakan generasi baru yang tangguh tanpa kekerasan,” kata Suratman dalam keterangan resminya belum lama ini.
Ia mengatakan sekolah ramah anak akan lebih menumbuhkan kepekaan guru untuk memenuhi dan melindungi peserta didik. Sebab, konsep dasar dari pendidikan berbasis budaya yakni humanis, religius, dan multikultural.
"Sekolah harus pro gender dan pro anak. Karenanya kebudayaan harus dijadikan sebagai muatan isi pendidikan," ujarnya.
Selain itu, program sekolah ramah anak ini akan memudahkan pemantauan kondisi peserta didik selama berada di sekolah. Selain itu, juga memudahkan dalam mencapai tujuan pendidikan dan menciptakan lingkungan yang hijau dan tertata.
Dengan begitu, dari berbagai hal yang didapat tersebut menjadikan peserta didik lebih betah berada di sekolah. Bahkan, juga menjadikan peserta didik terbiasa dengan pembiasaan yang positif.
"Prinsip sekolah ramah anak adalah non diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, kelangsungan hidup, dan perkembangan, penghormatan terhadap pandangan anak," jelasnya.
Pencanangan program sekolah ramah anak di DIY nantinya akan mendukung visi pembangunan pendidikan DIY 2025. Yakni, menjadi Pusat Pendidikan Berbasis Budaya Terkemuka di Asia Tenggara.
"Karena itu, pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan DIY adalah berdasarkan Sistem Pendidikan Nasional dengan menjunjung tinggi nilai-nilai luhur budaya bangsa," tambahnya.