REPUBLIKA.CO.ID, KULON PROGO -- Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, tidak memperpanjang batas toleransi waktu untuk pengosongan tambak udang di selatan bandara baru Yogyakarta, Yogyakarta International Airport (YIA). Area tambak udang tersebut akan digunakan sebagai sabuk hijau untuk mencegah terjadinya gelombang tinggi dan tsunami.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kulon Progo Sudarna di Kulon Progo, Kamis (26/12), mengatakan berdasarkan kesepakatan antara Pemkab Kulon Progo, dan petambak udang di DPRD Kulon Progo pada 31 Oktober 2019, batas akhir pengosongan tambak udang adalah Desember. "Kalau masih ada tambak udang yang beroperasi, kami akan bertindak tegas," kata Sudarna.
Ia mengatakan proses pengosongan lahan tambak udang sudah lama. DKP melakukan pendekatan persuasif dan negosiasi, hingga jalur musyawarah dengan difasilitasi DPRD Kulon Progo.
Hal itu merupakan tindak lanjut dari penertiban tambak udang yang sudah dilakukan beberapa kali sejak Oktober dalam rangka mendukung mitigasi bencana Bandara Internasional Yogyakarta.
DKP menerjunkan tiga unit alat berat yang didukung penuh Polres Kulon Progo, Kodim 0731, dan Satpol PP. Target penertiban tambak udang sebanyak 95 kolam. Kemudian, dari total tambak udang tersebut, yang sudah dikosongkan sebanyak 58 kolam, kemudian sisanya 37 kolam masih beroperasi.
"Kami menargetkan penertiban tambak udang seluruhnya selesaipada Jumat (27/12). Kami berharap seluruh tambak udang sudah kami tertibkan," katanya.
Terkait tindaklanjut terharap tambak udang yang masih beroperasi, Sudarna mengatakan semua harus selesai pada tahun anggaran 2019. Sekda Kulon Progo sudah memerintahkan ke DKP untuk bersama-sama dengan lintas sektoral melakukan penertiban tambak udang.
"Pada 31 Oktober, kami sudah bersepakat. Sehingga, kami memutuskan langkah tegas untuk menutup seluruh tambak udang selatan BIY sampai akhir tahuh ini," katanya.
Terkait nasib penambak pasca digusur, pihaknya telah menyediakan lokasi di Desa Banaran, Kecamatan Galur, yang berdasarkan RTRW Kulon Progo merupakan kawasan budi daya air payau. Pemerintah desa sudah diberi sosialisasi mengenai kemungkinan adanya eksodus penambak eks selatan BIY ke tempat tersebut.
"Mengenai tanggapan penambak kami serahkan sepenuhnya kepada mereka, yang pasti kami sudah jalin komunikasi dan sosialisasi di desa terkait," katanya.
Salah satu pemilik tambak udang yang masih beroperasi, Joko Tri Wisantoso mengaku baru tahu kalau penggusuran dilakukan hari ini. Itu pun dapat kabar dari rekan sesama penambak. Sebelumnya, ia hanya tahu jika penertiban dilakukan akhir Desember.
"Saya malah baru tahu tadi, sempat denger memang akan ada pengosongan, tapi saya pikir bukan sekarang," katanya.
Ketidaktahuan itu membuat Joko masih nekat menambak. Namun bukan udang yang ia budidayakan, melainkan nila. Sejak awal November lalu, Joko mengalihfungsikan bekas kolam milik anaknya di selatan BIY yang sebelumnya digunakan untuk tambak udang menjadi tempat budi daya nila.
"Jangka waktu sejak tabur benih ikan ini sampai panen sangat pendek. Hanya membutuhkan waktu kurang dari dua bulan. Sementara udang bisa lebih dari dua bulan," katanya.