REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat ini Indonesia memiliki tantangan dari rongrongan paham radikalisme yang jika terus dibiarkan akan mengancam kedaulatan negara. Radikalisme memang tidak mengakar sebagai karakter bangsa, tetapi ia terus menyebar ke berbagai aspek kehidupan bangsa. Diperlukan peran dari segenap warga negara untuk bersama-sama melawan paham radikalisme sebagai bentuk bela negara.
Staf Ahli Kemenko Polhukam Sri Yunanto mengatakan bahwa bela negara memiliki arti yang luas. Karena tidak hanya militer yang terlibat, tetapi seluruh komponen bangsa harus dan wajib untuk ikut serta dalam mengatasi masalah bangsa.
“Dimensinya bermacam-macam, misalnya dari segi keamanan,yang mana keamanan ini sudah bergeser. Kalau dulu ancaman tradisional, militer, yang berkaitan dengan kedaulatan. Tetapi sekarang ini sudah bergeser ke non-tradisional.seperti terorisme, narkoba, penyelundupan, lalu illegal logging, pencurian ikan. Yang mana itu semua adalah ancaman-ancaman terhadap negara,” ujarnya akhir pekan lalu.
Lebih lanjut peraih gelar Master dari Universitas Indonesia ini juga menyampaikan bahwa untuk melakukan bela negara, kita harus memahami dulu tentang negara kita ini, tentang ideologi bangsa ini yaitu Pancasila untuk kemudian melawan paham radikalisme.
“Paham Radikalisme itu adalah ancaman terhadap ideologi bangsa, karena itu ada kaitannya dengan faktor Kebhinnekaan, toleransi dan harmoni. Dengan kita memahami Pancasila dan melakukan bela negara dimana kita tadi punya rasa memiliki, maka bela negara ini bentuknya adalah melawan radikalisme itu dalam segala dimensinya seperti intoleransi dan terorisme,” tuturnya.
Oleh sebab itu Yunanto mengungkapkan pentingnya penanaman kembali nilai-nilai Pancasila di masyarakat, sehingga masyarakat dapat memaknai arti sebenarnya dari bela negara itu sendiri. Karena selama ini bela negara selalu dipahami dengan militeristik.
“Padahal bela negara itu mempunyai spektrum yang sangat luas. Sekarang dengan adanya instruksi presiden (inpres) terkait bela negara itu maka masyarakat terutama generasi muda bisa untuk lebih memahami makna daripada bela negara itu,” ucap pria yang juga dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Jakarta tersebut.