Selasa 24 Dec 2019 17:52 WIB

Pakar: Permasalahan Dewas KPK Belum Usai

Dengan kewenangannya yang kuat, Dewas KPK tidak diatur oleh satu pun kode etik.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ratna Puspita
Pakar hukum tata negara, Refly Harun.
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Pakar hukum tata negara, Refly Harun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara, Refly Harun, melihat masih ada persoalan terkait Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK). Persoalan tersebut bukan pada sosok yang dipilih, melainkan pada tataran kelembagaannya.

"Permasalahannya bukan di orang (yang ditunjuk sebagai Dewas KPK) sekarang, tapi di kelembagaan Dewas itu sendiri," jelas Refly saat dihubungi melalui sambungan telepon, Selasa (24/12).

Baca Juga

Dewas KPK, kata Refly, adalah lembaga yang memiliki kewenangan yang amat kuat. Selain bisa melakukan pengawasan terhadap komisoner dan pegawai KPK, Dewas KPK juga bisa menjadi pintu pemberi izin tindakan yang dilakukan oleh KPK.

"Ketiga, menyengketakan pelanggaran kode etik pimpinan KPK dan pegawai. Bayangkan, tidak hanya pimpinan, tapi juga pegawai. Jadi, luar biasa," jelas dia.

Menurut Refly, dari semua kewenangan yang dimiliki Dewas KPK tersebut, mereka tidak diatur oleh satu pun kode etik. Tidak ada batasan-batasan yang dapat mengatur tindakan mereka dalam pekerjaannya ke depan.

Karena itu, ia melihat amat penting bagi Dewas KPK periode pertama ini untuk membentuk kode etik. Dewas KPK saat ini bukan hanya perlu membentuk kode etik untuk pimpinan dan karyawan KPk saja, tetapi juga untuk diri mereka sendiri.

"Selain dia membentuk kode etik untuk karyawan KPK dan pimpinan, ya dia juga harus membentuk kode etik bagi diri mereka sendiri. Misalnya menjaga conflict of interest dan lain sebagainya," ungkap Refly.

Refly juga mempersoalkan Dewas KPK yang menambah panjang birokrasi penindakan. Ia mengatakan, orientasi kerja KPK semestinya seimbang. KPK harus bekerja tidak hanya pada pencegahan saja.

"Pencegahan itu is a must, tetapi jangan lupa, pencegahan itu kan karya semua orang, tugas semua orang, semua lembaga, bahkan saya katakan dipimpin Presiden," ujar dia.

KPK, kata dia, harus juga berorientasi pada penindakan. Itu karena hanya ada tiga lembaga di negara ini yang memiliki kewenangan untuk melakukan pendindakan tindak pidana korupsi, yakni KPK, kepolisian, dan kejaksaan.

"Hanya tiga lembaga yang punya kewenangan untuk melakukan penindakan. KPK, kepolisian, kejaksaan. jadi tiga lembaga ini harus kuat semua," tuturnya.

Untuk sementara, dia mengatakan, Dewas KPK diisi oleh orang-orang yang memiliki kredibilitas baik. Hal yang ia khawatirkan ialah jika ke depan Dewas KPK diisi oleh orang-orang yang tidak cukup baik seperti yang ada saat ini.

"Sementara ini kan diisi oleh orang yang lumayan, kalau diisi orang yang nggak lumayan kan susah karena kelembagaan Dewas itu kelembagaan yang uncheck dan unbalance," katanya.

Sebelumnya, Pesiden Joko Widodo pada Jumat (20/12) telah melantik lima orang pimpinan dan lima orang Dewas KPK. Mereka ialah Tumpak Hatorangan Panggabean (mantan pimpinan KPK), Harjono (Ketua DKPP), Albertina Ho (hakim), Artidjo Alkostar (mantan hakim agung), dan Syamsuddin Haris (peneliti LIPI).

Saat dikonfirmasi ihwal kegiatan Dewas KPK di hari pertamanya, Anggota Dewas KPK, Harjono mengaku masih menunggu Peraturan Presiden (Perpres) yang akan menjadi landasan mereka bekerja. "Masih tunggu aturan Perpres-nya," kata dia saat dikonfirmasi, Senin (23/12).

Diketahui, Perpres dari Presiden Jokowi memang diperlukan lantaran belum ada aturan turunan dari UU Nomor 19 Tahun2019 tentang KPK yang mendasari terbentuknya Dewas KPK sebagai organ baru di tubuh lembaga antirasuah tersebut.  Harjono mengatakan saat ini sedang berkoordinasi dengan empat anggota Dewas lainnya terkait dengan pelaksanaan tugas.

 

"Masih koordinasi dengan yang lain," katanya.

 

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, mengaku telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) tentang Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK). Menurut dia, Perpres tersebut sudah ada di meja menteri-menteri terkait sejak 18 Desember lalu.

 

"Sudah Perpresnya, tadi saya sudah memberi paraf juga," ungkap Mahfud di Kemenko Maritim dan Investasi, Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (23/12).

 

Ia menjelaskan, Perpres yang menjadi landasan kerja Dewas KPK itu sudah ada di meja para menteri terkait sejak 18 Desember lalu. Menurut Mahfud, Dewas KPK dapat mulai bekerja jika Presiden Joko Widodo sudah menandatangani Perpres tersebut.

 

"Sejak tanggal 18 (Desember) itu sudah di meja para Menteri yang memberi paraf. Tadi saya sudah memberi paraf. Ya kalau Presiden sudah tanda tangani bisa (kerja)," jelas Mahfud.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement