REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Pansus Papua DPD Filep Wamafma meminta pemerintah tidak terburu-buru memutuskan terkait wacana pemekaran wilayah di Papua.
Menurutnya wacana pemekaran wilayah Papua perlu dilihat dari pendekatan kesejahteraan dan kelayakan sumber daya manusia, khususnya orang asli Papua.
"Suatu kebijakan yang tergesa-gesa dan terpaksa maka tidak akan menyentuh substansi persoalan di Papua," kata Filep kepada Republika, Selasa (24/12).
Ia menilai ada hal lain yang menurutnya lebih dibutuhkan orang asli Papua daripada hanya sekedar pemekaran wilayah. Salah satu yang paling dibutuhkan masyarakat Papua saat ini perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia secara universal dan hak-hak ekonomi, sosial, politik orang asli Papua.
"Yang lebih mendesak adalah evaluasi otsus sebagai salah satu perangkat untuk mensejahterakan orang asli Papua dan percepatan pembangunan daerah," ungkapnya.
Selain itu, anggota dapil Papua Barat itu juga menjawab anggapan yang menyebutkan bahwa salah permasalahan yang terjadi di Papua dikarenakan penyebaran ekonomi yang tidak merata. Namun ia menegaskan bahwa pemerataan pembangunan menjadi tugas pemerintah daerah dalam melakulan menejemen pengelolaan.
"Oleh sebab itu (pemerataan pembangunan) pelimpahan kewenangan bagi Provinsi Papua dan Papua Barat untuk menata, mengatur dan merumuskan kebijakan afirmasi," ucapnya.
Sebelumnya Wakil Ketua DPD Nono Sampono mengaku pihaknya setuju dengan wacana pemekaran wilayah Papua. Namun pemekaran dilakukan untuk dua wilayah baru yaitu di selatan dan pegunungan.
"Papua idealnya ada tujuh provinsi melihat klaster berdasarkan budaya dan adat istiadat, tetapi saya pikir dengam kondisi saat ini dua wilayah dulu (dimekarkan), yaitu di selatan dan pegunungan," tuturnya.
Sementara itu Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengaku menampung berbagai aspirasi soal wacana pemekaran Papua tersebut. Tito mengatakan segala aspek harus dipikirkan secara matang, termasuk keuangan negara.