REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Industri Kecil Menengah (IKM) bawang goreng di Palu, Sulawesi Tengah hingga kini mengalami kesulitan memperoleh bahan baku. Akibatnya, produksi bawang goreng kian menurun.
Pimpinan UD Mbok Sri, M Suwarno mengatakan sejak terjadinya bencana alam gempa bumi 7,4 SR yang juga menyebabkan tsunami di Teluk Palu dan Kabupaten Donggala serta likuifaksi di sejumlah wilayah, termasuk di Kabupaten Sigi yang merupakan sentra produksi bahan baku bawang goreng khas Palu,banyak IKM dan UKM yang terdampak.
Bahkan, kata dia, sudah berlangsung setahun terakhir, pascabencana alam, IKM dan UKM masih saja diperhadapkan dengan kelangkaan bahan baku bawang goreng. "Sampai sekarang ini, bahan baku bawang goreng sangat susah diperoleh," katanya di Palu, Senin (23/12).
Ia mengaku selama beberapa bulan terakhir ini, hanya memproduksi bawang goreng dalam jumlah yang terbatas, sebab sangat tergantung dari bahan baku. Menurut dia, kelangkaan bahan baku bawang goreng diperkirakan masih akan berlangsung lama, karena para petani binaan yang ada di Kabupaten Sigi, daerah tetangga Kota Palu yang juga diterjang gempabumi dan likuefaksi pada 28 September 2018 masih banyak yang belum menanam bawang, sebab kendala ketersediaan air.
Selama ini, katanya, pasokan air untuk tanaman bawang dan komoditi pangan lainnya di sejumlah wilayah sentra produksi hortikultura di Kabupaten Sigi diperoleh dari jaringan irigasi Gumbasa.
Sementara, irigasi Gumbasa yang mengairi sekitar 7.000an hektar lahan pertanian di beberapa kecamatan di Sigi hancur total diterjang gempa dan likuefaksi.
Karena kesulitan pasokan air, sehingga petani enggan menanam berbagai komoditi pertanian, termasuk bawang merah sebagai bahan baku produk bawang goreng.
Di Kabupaten Sigi terdapat sebanyak 23 petani yang menjadi mitra UD Mbok Sri yang tersebar di beberapa desa penghasil bawang merah seperti Desa Oloboju, Desa Sidera, Desa, Solove dan Desa Maku.
Suwarno menambahkan pada kondisi normal, mampu memproduksi bawang goreng sebanyak enam ton per bulan.
Sementara itu Kepala Bidang Pembinaan dan Pengembangan Industri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sulawesi Tengah, Bambang Andri Mustanto juga membenarkan industri bawang goreng di Kota Palu rata-rata menurun produksinya karena kesulitan mendapatkan bahan baku.
Bahan baku semakin sulit diperoleh karena sebagian besar petani yang terdampak bencana alam di Palu dan Kabupaten Sigi belum melakukan kegiatan usaha menanam bawang karena irigasi Gumbasa yang rusat total diterpa bencana alam hingga kini masih sedang diperbaiki pemerintah pusat dan provinsi.
Kemungkinan besar, kelangkaan bahan baku bawang goreng baru akan teratasi setelah irigasi selesai diperbaiki atau dibangun kembali. "Tapi informasi awal 2020 sebagian jaringan irigasi sudah bisa dimanfaatkan," ujarnya.
Bambang mengatakan permintaan pasar terhadap produk bawang goreng khas Palu terbilang tinggi. Bukan hanya dalam pasar lokal, tetapi sampai keluar daerah, bahkan luar negeri. Hanya saja produksi bawang goreng di Palu belum mampu memenuhi semua permintaan pasar yang setiap tahunnya terus mengalami peningkatan.