REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Seorang siswa SMKN 2 Tasikmalaya berinisial ES (16 tahun) meninggal dunia setelah mengikuti kegiatan pendidikan dasar pencinta alam di kaki Gunung Cakrabuana, Kabupaten Tasikmalaya, Ahad (22/12). Korban meninggal diduga kelelahan ketika mengikuti tersebut.
Kepala SMKN 2 Tasikmalaya Wawan mengaku tak menyangka ada siswanya meninggal saat mengikuti kegiatan. Padahal, kegiatan itu sudah dilakukan sesuai standar operasional (SOP).
Ia menegaskan, dalam kegiatan yang memang dilakukan di luar lingkungan sekolah itu tak ada aktivitas perpeloncoan. "Saya pastikan tak ada perpeloncoan. Kita juga serahkan itu ke pihak berwajib, dan memang ketika saya cek tak ada tanda-tanda kekerasan," kata dia usai prosesi pemakaman korban, Senin (23/12).
Ia menjelaskan, kegiatan pencinta alam Lampah Kacakna itu dilakukan atas izin sekolah. Pendidikan dasar pencinta alam itu juga bukan yang kali pertama dilakukan, melainkan telah menjadi kegiatan rutin setiap tahun.
Menurut dia, kegiatan ekstrakurikuler pencinta alam selalu dilakukan di luar sekolah. Fasilitas yang ada di lingkungan sekolah tak memadai untuk melakukan kegiatan. Sementara, waktu pendidikan sengaja dipilih pada akhir tahun, menyesuaikan dengan libur sekolah.
"Kami izinkan berkegiatan di luar sekolah asal atas sepengetahuan kami dan SOP jelas," kata penanggung jawab kegiatan itu.
Wawan mengatakan, tujuan kegiatan itu membentuk sikap siswa agar menjadi jujur, bertanggung jawab, disiplin, kerja keras, kerja sama, toleransi, dan cinta alam. Diharapkan, setelah siswa mengikuti pendidikan mereka dapat menerapkan semua nilai-nilai itu.
Setiap siswa yang hendak mengikuti kegiatan di luar juga harus melampirkan surat keterangan sehat dari rumah sakit atau puskesmas. Para siswa akan berjalan kaki menuju lokasi acara karena itu, dihutuhkan fisik yang cukup dan siswa harus melampirkan surat keterangan sehat.
"Tapi saat kejadian, belum sampai ke lokasi, di rumah penduduk dia kelelahan. Jadi oleh tim diistirahatkan di rumah penduduk, dan seperti ini kejadiannya (meninggal). Itu di luar prediksi kami," kata dia.
Sebelumnya, korban ES sempat pingsan ketika setelah menempuh perjalanan sekitar 10 kilometer dari Kampung Nangewer ke kaki Gunung Cakrabuana pada Sabtu (21/10). Korban sempat dirawat di rumah warga selama semalam. Namun hingga Ahad pagi kondisi korban tak juga membaik.
Panitia kegiatan pendidikan pencinta alam akhirnya memanggil ambulans untuk membawa korban ke Puskesmas Pagerageung. Namun, dari Puskesmas Pagerageung korban dirujuk ke Puskesmas Ciawi. Saat dalam perjalanan ke Puskesmas Ciawi, korban dinyatakan meninggal dunia.
Dari Puskesmas Ciawi, jenazah korban dibawa ke rumah keluarganya, di Kampung Sindang Hurip, Desa Jatihurip, Kecamatan Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya. Wawan mengatakan, ke depan akan lebih mengawasi kegiatan siswa yang dilakukan di luar sekolah. Ia berharap kejadian serupa tak terjadi lagi di kemudian hari.
Paman korban, Nanang Gunawan (55) mengatakan keluarga sudah ikhlas menerima kepergian kemenakannya tersebut. Ia menilai, kejadian itu merupakan musibah yang tak ada satu orang pun menginginkannya.
"Kita dari keluarga sepakat. Karena ini sudah takdir, sampai kapan pun kita memperjuangkan secara hukum, tak akan membuat almarhum hidup lagi. Jadi kami selesaikan secara kekeluargaan. Karena pihak panitia pun pasti tak ada (niat) untuk membuat almarhum meninggal," kata dia.