Senin 23 Dec 2019 11:58 WIB

Aroma 'Geng Solo' di Level Elite Polri

IPW menyoroti pilihan Jokowi atas penempatan jabatan jenderal polisi.

Kabareskrim Polri Inspektur Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo (kanan) menandatangani dokumen yang disaksikan Kapolri Jenderal Pol Idham Azis (kiri) saat serah terima jabatan Kabareskrim di Mabes Polri Jakarta, Senin (16/12). (ilustrasi)
Foto: Antara/Nova Wahyudi
Kabareskrim Polri Inspektur Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo (kanan) menandatangani dokumen yang disaksikan Kapolri Jenderal Pol Idham Azis (kiri) saat serah terima jabatan Kabareskrim di Mabes Polri Jakarta, Senin (16/12). (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Arif Satrio Nugroho, Dessy Suciati Saputri

Baca Juga

Inspektur Jenderal Polisi Nana Sudjana ditunjuk sebagai Kapolda Metro Jaya, menggantikan Irjen Gatot Eddy Pramono yang diangkat sebagai Wakapolri. Indonesia Police Watch (IPW) pun menilai, penunjukkan itu adalah upaya Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) untuk menonjolkan 'Geng Solo' di lingkaran elite Korps Bhayangkara.

"Tampil Nana sebagai Kapolda Metro menunjukkan Jokowi semakin hendak menonjolkan 'geng Solo' di Polri," kata Ketua Presidium IPW Neta dalam keterangan tertulisnya. Menurut Neta, prestasi Nana biasa dan tidak ada yang menonjol.

Namun, Nana dianggap kedekatan tersendiri dengan Presiden RI Jokowi. Neta juga mencatat Jokowi hampir selalu menempatkan orang-orang dekatnya di posisi penting.

Nana pernah menjabat sebagai Kapolresta Solo saat Jokowi masih menjabat wali kota di kota tersebut. Bukan hanya Nana yang pernah bekerja dengan Jokowi di Solo, Brigadir Jenderal Polisi Ahmad Lutfi yang setelah menjabat sebagai Kapolresta Solo, langsung mendapat promosi sebagai Wakapolda Jawa Tengah.

Selain itu, Inspektur Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo yang baru-baru ini menjabat sebagai Kabareskrim juga sempat menjabat sebagai Kapolrestas Solo serta pernah menjadi ajudan Jokowi.

Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko membantah adanya upaya politik dari Presiden Jokowi untuk membentuk 'geng Solo' di lingkaran elite Korps Bhayangkara. Menurutnya, penunjukan Inspektur Jenderal Polisi Nana Sudjana sebagai Kapolda Metro Jaya murni karena prestasi dan keahlian yang dimiliki, bukan penunjukan politis.

"Enggaklah. Kan begini, seperti saya jadi Panglima, saya mengenali orang-orang yang dulu bekerja untuk saya dan memiliki prestasi yang baik. Saat saya menjadi panglima, mereka-mereka ini bisa saya tunjuk sebagai asisten saya. Analoginya seperti itu kira-kira. Jadi semua itu dasarnya talent scouting, bukan karena political appointee," jelas Moeldoko di gedung Bina Graha, Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Senin (23/12).

Ia menegaskan, pemerintah tak akan mempertaruhkan jabatan-jabatan strategis secara sembarangan dengan sosok yang tak terbukti memiliki kemampuan. Penunjukan Nana, kata Moeldoko, dilakukan dengan berbagai pertimbangan yang matang, termasuk kemampuan, loyalitas terhadap organisasi dan negara, serta integritas.

"Ada sebuah pertimbangan kalkulasi yang menunjukkan bahwa yang bersangkutan memiliki kapasitas untuk bekerja, memiliki loyality untuk bekerja, baik kepada atasannya, maupun loyalitas kepada organisasi dan negara. Yang ketiga, memiliki integritas yang baik," ujarnya.

[video] Polri Benarkan Purnawirawan Polisi Terlibat Makar

Bukan hal baru

Wakil Ketua Komisi IIIDPR  Desmond Mahesa menyebut, fenomena seperti di atas bukan hal baru yang terjadi di lingkungan Polri. Ia mengulas era Kapolri Tito Karnavian yang memiliki preferensi memilih elite dari Palembang, yang merupakan kampung halaman Tito.

"Kejadian seperti Itu kan bukan hal yang baru lagi, zaman Pak Tito Kapolri, juga orang Palembang ditarikin semua sampai ada istilah PLN (Palembang Langsung Naik). Sekarang Pak Jokowi bikin yang baru, yang dari Solo," kata Desmond saat dihubungi Republika.

Desmond menilai, pola strukturisasi berdasarkan golongan tertentu seperti yang terjadi saat ini tak baik untuk demokrasi. Ia menyebut, unsur nepotisme dalam Korps Bhayangkara pun semakin kuat.

"Ini kan enggak bagus buat demokrasi, artinya bangunan pemerintaham kita itu kan artinya nepotisme," ujar politikus Gerindra itu.

"Kasihan kan orang-orang bagus yang gak masuk dalam kelompok atau suku tertentu, mentok mereka," ujarnya kembali menambahkan.

Bila bangunan struktur Polri masih lekat dengan nepotisme kedaerahan atau golongan tertentu, Desmond pun menyarankan agar Polri bekerja di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Sehingga, kepolisian dari daerah asal tertentu, hanya bertanggung jawab pada daerah asalnya tersebut.

"Sekalian saja Polri bekerja di bawah mendagri kalau bangunannya berdasarkan kelompok, jadi kapolsek tanggung jawab ke camat, polres ke bupati atau wali kota, dan kapolda ke gubernur, lalu Polri ke mendagri, balik lagi ke Pak Tito (Menteri Dalam Negeri saat ini)," ujar Desmond.

Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin menilai, tak ada masalah dengan penunjukan Nana Sudjana sebagai Kapolda Metro Jaya. Dari manapun asalmya, ujar Azis, asalkan sudah melalui proses Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi (Wanjakti) Polri, maka Nana tepat dipilih sebagai Kapolda Metro.

"Sepanjang sesuai kemampuan dan telah melalui proses wanjak, ya di perkenankan. Tentu Kapolri mengetahui prestasi tersebut, karena sudah melalui track record dan wanjak di internal Polri," ujar Aziz saat dihubungi Republika.

Sementara itu, Anggota Komisi III Fraksi PDI Perjuangan DPR RI I Wayan Sudhirta menilai tak ada masalah dengan penunjukan Nana Sudjana sebagai Kapolda Metro Jaya. Meskipun, Nana dianggap kedekatan tersendiri dengan Jokowi.

"Justru kalau ada orang yang mengkritik ini sebagai orang dekat Jokowi, ya memang seorang Kapolda Metro Jaya itu kan penting sekali, orang yang dapat dipercaya oleh Presiden, Kapolri, Pemerintah Pusat khususnya oleh Presiden," kata Sudhirta saat dikonfirmasi, Senin.

Sudhirta menilai wajar bila kepala negara menempatkan orang yang  dipercayainya di pos penting. Kepercayaan ini, kata dia, menjadi aspek krusial dalam penempatan jabatan tinggi di Koprs Bhayangkara. Tanpa ada kepercayaan, ia menilai, sulit seseorang bisa menjabat Kapolda Metro Jaya.

"Sulit. Pasti ada komunikasi sebelum kapolri menempatkan Kapolda metro kepada presiden," ujar Sudhirta.

Ia meyakini, Nana akan mudah berkoordinasi dengan berbagai instansi maupun pemerintahan. Hal ini didukung dengan kepercayaan yang telah diberikan Presiden pada Eks Kapolda Nusa Tenggara Barat ini.

"Kan yang paling penting dipercaya kapolri dan dipercaya presiden, kemudian harus bisa bekerja sama dengan instansi vertikal maupun horizontal," ucapnya.

Sudhirta pun mengklaim, Nana Sudjana adalah polisi yang punya kecakapan. Hal ini dilihat dari latar belakang Sudjana di bagian intelijen, hingga pengalaman Nana yang dianggap lengkap menduduki posisi kapolsek, kapolres, hingga kapolda. Pengalaman itu dinilai Sudhirta cocok untuk menghadapi dinamisnya situasi keamanan Ibu Kota.

photo
Profil Kabareskrim Listyo Sigit

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement