Sabtu 21 Dec 2019 21:46 WIB

Wakil Ketua MPR: 22 Desember juga Hari Perempuan Indonesia

Kongres Perempuan pada 22 Desember 1928 perempuan menancapkan tonggak perjuangan.

Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat
Foto: mpr
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA — Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat mengatakan, 22 Desember memiliki makna bukan hanya sebagai Hari Ibu, sebagaimana peringatan Mother’s Day di negara lain. Lebih luas, tanggal tersebut perlu diingat sebagai Hari Perempuan Indonesia.

Dijelaskannya, hal itu menimbang, pada 22 Desember 1928,  hingga 25 Desember 1928, dalam Kongres Perempuan Indonesia ke-1 di Yogyakarta,  para perempuan Indonesia  menancapkan tonggak perjuangan untuk merdeka dan bersatu. Melanjutkan Sumpah Pemuda, perempuan Indonesia berikrar agar perempuan mampu mencapai cita-citanya untuk sederajat dengan kaum pria.

Lestari yang akrab disapa Rerie mengatakan itu, berpandangan, Hari Ibu ke-91 menunjukkan bahwa perjuangan kaum perempuan Indonesia telah menempuh jalan panjang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Meski demikian, perjuangan meningkatkan peranan dan kedudukan kaum perempuan Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara belum selesai.

Menurut Rerie, perempuan Indonesia sudah ada kemajuan, namun belum sepenuhnya berhasil mencapai cita-cita yang dikumandangkan 91 tahun lalu. Karena  itu, lanjutnya, peringatan Hari Ibu ke-91 merupakan momentum untuk merenungkan peran perempuan dalam memperjuangkan posisi dan kedudukannya.  "Semangat nasionalisme perempuan berdaya, Indonesia maju, sesuai tema Hari Ibu tahun ini,” ujar satu-satunya perempuan yang menjadi pimpinan MPR itu.

Untuk itu, Rerie menilai penting mengembalikan nilai-nilai perjuangan perempuan. Tidak sebatas peran perempuan dalam wilayah  budaya secara umum dan domestik secara khusus, melainkan keterlibatan aktif perempuan dalam ekonomi dan politik.

Dia mencermati beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian dan pembenahan, antara lain hak dalam rumah tangga, pemberantasan buta huruf, serta kesetaraan dalam memperoleh pendidikan.

Tidak kalah mendesaknya dan perlu segera direalisasikan, kata dia, hak-hak perempuan dalam perkawinan, pelarangan perkawinan anak di bawah umur, perbaikan gizi, dan kesehatan bagi ibu maupun balita.

"Juga perlu satu gerakan bersama untuk meniadakan ketimpangan dalam kesejahteraan sosial,” tegas perempuan penyintas kanker yang kini aktif pada kegiatan pencegahan kanker, khususnya kanker payudara, melalui Gerakan Sahabat Lestari dan Millenials Goes Pink itu.

Pada Hari Ibu ini Rerie sekaligus menyampaikan salam dan mengingatkan perempuan di Indonesia. “Perempuan Indonesia jadilah diri sendiri, memberi arti dan berarti. Perempuan yang menjaga bangsa  dan  negara, serta berjuang untuk Indonesia Maju,” ungkapnya.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement