Kamis 19 Dec 2019 15:47 WIB

Yayasan Sioux Tangkap 50 Ular Berbisa

50 ular itu ditangkap di 15 perumahan termasuk dari BSD, Serpong, Tangsel.

Rep: Abdurrahman Rabbani/ Red: Andi Nur Aminah
salah satu teknik menangani ular kobra (ilustrasi)
Foto: Republika/Edi Yusuf
salah satu teknik menangani ular kobra (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG SELATAN -- 50 ekor ular berbisa berhasil ditangkap oleh pawang dari Yayasan Ular Indonesia Sioux. Tiga bulan terakhir, lebih dari 50 ular ditangkap di 15 perumahan termasuk dari BSD, Serpong, Tangerang Selatan (Tangsel).

Puluhan ular berbisa yang berhasil ditangkap itu merupakan upaya di berbagai wilayah Kota Tangerang Selatan, Kota Tangerang, hingga Kabupaten Tangerang. Hal tersebut dilakukan dalam mengantisipasi teror ular yang marak terjadi belakangan ini.

Baca Juga

Bahkan yang terbaru, para pawang ular itu menyisir sejumlah lokasi perumahan di wilayah Serpong, Tangsel, Senin (16/12). Salah satunya jenis ular weling. Dengan kemampuan dan metode yang dikuasai, para aktivis menangkap ular untuk kemudian dipindahkan ke habitat yang jauh dari permukiman warga.

"Fenomena ini bukanlah hal luar biasa, sehingga masyarakat tidak perlu panik dan tidak termakan dengan istilah teror. Sebab keberadaan ular di sekitar area permukiman adalah hal yang biasa, karena ular bagian dari rantai makanan yang berarti salah satu kunci dari keseimbangan ekosistem," kata Ketua Tim Penanganan Operasi Penangkapan Ular Yayasan Sioux, Muhammad Dzawilarham, Kamis (19/12).

Umumnya dari seluruh ular yang berhasil diamankan itu merupakan jenis king kobra dan ular hijau buntut merah. Meski ada pula dari jenis lain seperti kobra jawa (Naja Sputatrix), ular pucuk (Ahaetulla Prasina), ular cicak (Lycodon Capucinus), ular weling (Bungarus Candidus).

"Penangkapan yang kita dapat, paling banyak ular King Kobra dan ular hijau buntut merah. Itu yang banyak kita dapat selama ini," jelasnya.

Menurutnya, masyarakat tidak perlu khawatir dengan banyak ditemukannya ular di beberapa wilayah belakangan ini. Dia menjelaskan, ular memang kerap nomaden dan tidak bersarang. Biasanya sering ditemukan di pepohonan, retakan pondasi atau tembok, di bawah tumpukan barang, sampah, genteng, dan juga aliran air.

"Maraknya ular-ular berbisa ke area perumahan warga merupakan hal biasa, agar ular tetap bisa berlindung dari panas atau dari musuhnya, selain juga alasan si ular mencari makan. Yang jadi masalah adalah, kenapa dia bisa ditemukan dalam waktu yang cukup lama di wilayah permukiman. Itu dikarenakan permukiman warga itu memiliki tempat-tempat yang cocok," ungkapnya.

Lebih lanjut, ular akan bertahan lama di suatu tempat, selama kebutuhan hidupnya terpenuhi. Selain dimungkinkan juga ular-ular itu menyelinap di rumah yang memiliki tempat yang disukai ular untuk bersarang.

Menurutnya, masyarakat harus sering membersihkan rumah, agar ular tidak nyaman dan untuk mangsanya tidak bersembunyi di tempat tersebut. “Karena kalau bersih, ketika mereka datang itu mudah dideteksi," kata Arham.

Sebelumnya, tiga bulan terakhir lebih dari 50 ular kita tangkap di 15 perumahan termasuk dari BSD. Beberapa waktu sebelumnya diamankan pula dua ekor ular king kobra di perumahan Serpong. Meski begitu, warga diimbau tak panik lantaran keberadaan ular di sekitar pemukiman adalah hal biasa.

Menurut pakar herpetologi dari Lembaga Pengetahuan Indonesia (LIPI) Amir Hamidy, menjelaskan munculnya seekor ular disebabkan beberapa faktor yang memeengaruhi. Salah satunya adalah masuknya musim penghujan di Indonesia. Rata-rata ular akan keluar dan menjadi aktif setelah berlangsungnya musim kemarau yang cukup panjang.

Ular juga sangat tertarik dengan habitat riparian didominasi oleh tumbuh-tumbuhan dan bambu di sekitar sungai yang merupakan tempat ular bertelur dan berkembang biak. “Di situ terdapat mikrohabitat-mikrohabitat satwa kecil, termasuk ular,” ungkap Amir pada waktu lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement