Rabu 18 Dec 2019 16:27 WIB

Pesan Hangat Meira dan Ernest dari Film Imperfect

Meira mengatakan film Imperfect adalah bentuk kritik bagi isu body shaming.

Rep: Shelbi Asrianti/MGROL 106/ Red: Indira Rezkisari
Reza Rahadian dan Jessica Mila dalam film Imperfect: Karier, Cinta & Timbangan. Film karya Ernest Prakasa dan Meira Anastasia ini menyoroti perilaku body shaming.
Foto: dok Starvision
Reza Rahadian dan Jessica Mila dalam film Imperfect: Karier, Cinta & Timbangan. Film karya Ernest Prakasa dan Meira Anastasia ini menyoroti perilaku body shaming.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Imperfect: Karier, Cinta & Timbangan karya terbaru dari Ernest Prakasa mulai tayang besok di bioskop Tanah Air. Film ini siap menghangatkan hati Anda dengan isu soal body shaming atau mengejek bentuk tubuh dan mencintai diri sendiri yang disampaikan melalui sebuah komedi.

Film berkisah tentang Rara (Jessica Milla) yang tak peduli dengan ejekan orang lain mengenai bentuk tubuhnya yang tidak proporsional bagi perempuan seusianya. Rara tak peduli karena ia sudah mendengarkan ejekan tersebut sejak kecil, hingga menjadi terbiasa.

Baca Juga

Rara sangat beruntung karena memiliki kekasih seperti Dika (Reza Rahadian) yang mencintai dan menerima apa adanya. Dika menganggap Rara sosok yang sempurna karena memiliki hati yang baik dan lembut.

Keadaan berubah ketika bos Rara (Dion Wiyoko) memintanya untuk memperbaiki penampilan jika ingin menduduki posisi manajer di kantornya. Bagi Rara ini adalah kesempatan besar, dia pun bertekad untuk menjadi perempuan kurus dan cantik seperti gambaran iklan di televisi.

Namun ada harga yang harus dibayar, Rara kehilangan orang-orang yang mencintainya. Sebab pada akhirnya, dia juga memiliki sikap yang sama dengan mereka yang pernah mengejeknya.

Body Shaming Jadi Lelucon

Hidup dengan standar yang diciptakan orang lain adalah isu yang paling ditonjolkan dalam film ini dan memang sangat relevan dengan kehidupan. Body shaming sering menjadi sebuah lelucon dalam pergaulan bahkan di lingkungan keluarga.

Ernest dan istrinya, Meira Anastasia, yang juga menulis skenario untuk Imperfect mampu membawa isu body shaming ini dengan gaya yang ringan, penuh celotehan dan tawa. Isu yang sensitif pun hadir dan membentuk sudut pandang baru bagi yang menyaksikannya.

Bagi Meira Anastasia, Imperfect: Karier, Cinta & Timbangan adalah bentuk kritik bagi isu body shaming. Menurut Meira, melontarkan komentar negatif tentang bentuk atau ukuran tubuh seseorang di dunia nyata maupun media sosial adalah salah.

"Sekarang dengan hadirnya media sosial, seseorang begitu gampang membandingkan hidupnya dengan hidup orang lain. Padahal, lebih baik fokus mencari kebahagiaan di dalam diri, bukan karena komentar terhadap fisik dan penampilan," kata Meira.

Meira pernah menjadi korban ejekan terhadap bentuk tubuh atau penampilan. "Paling sering orang-orang komentar soal rambut. Ada lagi yang komentar soal alis. Tanya kenapa aku tidak sulam alis," cerita Meira, beberapa waktu lalu ketika meluncurkan bukunya yang kini diangkat ke layar lebar.

Meira mengatakan waktu pertama kali dirinya dihujat, ia sangat merasa tidak percaya diri dengan dirinya sendiri. Ia juga tidak tahu harus berbuat apa. Namun karena sekarang ia sudah mengetahui dirinya sendiri, ia tidak terlalu cemas dengan sindiran warganet.

"Aku cuma mengunggah foto, tidak menyakitkan orang lain. Masih saja ada yang komen 'ih, kok gendutan'. Memangnya kenapa sih? Aku salah apa gitu?" tanya Meira.

Ia mengerti komentar miring sering terjadi di media sosial. Namun bukan berarti boleh dilakukan.

Meira mengatakan, mungkin maksud orang-orang tertentu hanya ingin berbicara basa-basi. Tetapi obrolan yang menyangkut pribadi dan emosional orang lain seharusnya tidak dijadikan topik. Ia mengatakan bahwa ranah komunikasi yang mereka lakukan bukanlah antara seseorang yang sudah mengenal lama dan dekat.

Body shaming merupakan isu sosial, bukanlah hanya dialami oleh perempuan. Laki-laki juga dapat mengalami hal tersebut. Ernest bahkan pernah merasakan body shaming.

"Body shaming buat aku sih paling tidak jauh-jauh dari mata. Cuma karena aku komedian, diajarkan menjadikan kekurangan menjadi bahan tertawaan,"  kata Ernest.

Ernest juga menambahkan kalau di saat seseorang menertawakan kekurangannya dengan orang lain, itu menjadi semacam terapi untuk mereka. Meira juga berpendapat bahwa seseorang harus lebih fokus pada diri sendiri dan tidak memikirkan orang lain.

Dibenci oleh beberapa warganet bukannya membuat Meira semakin sedih. Ia berkata bahwa pengalaman yang ia dapatkan malah membuat dirinya termotivasi. Selain memicu semangatnya untuk belajar mencintai diri sendiri, tetapi juga untuk menulis buku.

photo
Sutradara Ernest Prakasa (kanan), penulis buku Meira Anastasia (kedua kanan), aktris Jessica Mila (kedua kiri) dan Kiky Saputri (kiri) menjawab pertanyaan mahasiswa saat 'talkshow' film Imperfect: Karir, Cinta dan Timbangan di Auditorium Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), Jawa Timur, Senin (16/12/2019).

Humor Hati-Hati

Pelawak tunggal Muhadkly Acho menjadi konsultan komedi film ini. Acho memasukkan humor dengan hati-hati karena sejumlah komedi juga menjadi bagian penting dalam cerita.

"Bukan sekadar lucu, tetapi ada beban story di mana komedi dipakai untuk menarik gerbong cerita. Kesulitannya karena tema yang diusung cukup berat jadi memilihnya lebih hati-hati, beberapa kali diganti," kata Acho.

Menurut Acho, sebagian lawakan dalam komedi menjadi lucu dengan adanya 'korban', tetapi hal itu malah berpotensi sensitif dan bergesekan dengan tema. Revisi berulang kali dilakukan supaya penonton tidak salah menginterpretasikan lelucon.

Dia mengatakan, Ernest tidak mau sekadar memasukkan banyak pelawak tunggal yang melucu di adegan. Justru, dalam Imperfect, kelucuan tidak hanya datang dari para komedian tunggal yang terlibat.

Produser Starvision, Chand Parwez Servia, mengatakan humor Imperfect tidak cuma 'tempelan', melainkan hadir dalam porsi seimbang. Komedi membuat isu berat tentang body shaming menjadi ringan dan menghangatkan hati.

Dia berharap Imperfect bisa menyasar semua kalangan. Bukan cuma penonton perempuan saja yang merasa terkait dengan cerita di film 13 tahun ke atas tersebut, tetapi juga para lelaki.

Membintangi film Imperfect: Karier, Cinta & Timbangan membuat Jessica Mila lebih mencintai dirinya sendiri. "Jujur dulunya aku takut banget kalau berat badan naik, khawatir pipi semakin melebar. Begitu tahu pesan dari film ini, langsung merasa tertampar. Film ini mengubah perspektif aku melihat diri sendiri," kata Mila.

Dia berperan sebagai Rara yang gemuk dan berkulit gelap. Sejak kecil, Rara mendapat body shaming dari ibunya yang kerap membandingkan Rara dengan sang adik. Beranjak dewasa, perlakuan sama datang dari lingkungan kerja.

Mila berpendapat, apa yang dialami Rara bisa jadi dihadapi para perempuan maupun laki-laki di kehidupan nyata. Terlebih, ada semacam standar kecantikan dan standar tubuh ideal yang terbentuk sehingga banyak orang meyakininya.

Perempuan 27 tahun itu ingin para perempuan menyadari bahwa tidak perlu mencemaskan penilaian orang lain. Menjaga berat badan memang penting, tetapi tujuannya adalah untuk kesehatan, bukan karena takut dicap dengan label tertentu.

Itu sebabnya dia tidak keberatan saat diminta menaikkan bobot hingga 10 kilogram untuk peran Rara. Sesudah itu, sutradara Ernest Prakasa beserta ko-sutradara Meira Anastasia juga memintanya menurunkan kembali berat badan sekitar enam kilogram.

"Selama ini cemas banget sama penampilan, padahal seharusnya nilai aku bukan dari penampilan saja, banyak hal yang lebih penting. Dengan terlibat di film ini mudah-mudahan bisa bisa bikin penonton lebih cinta dirinya sendiri," kata Mila.

photo
Salah satu adegan dalam film Imperfect: Karier, Cinta & Timbangan.

Mencintai Diri Sendiri

Body shaming tidak hanya dilakukan oleh teman-teman atau lingkungan sekitar yang menganggapnya sebagai bercandaan. Sanak keluarga, bahkan orang tua sendiri, tanpa disadari dapat melakukan body shaming.

"Body shaming dari dulu merupakan kontra dari gerakan mencintai tubuh. Khususnya pada kaum perempuan. Body shaming umumnya untuk memojokkan perempuan," kata psikolog Roslina Verauli.

Dalam kasus body shaming, perempuan dipojokkan dan dibuat malu dengan tubuhnya sendiri. Tidak hanya ditujukan pada perempuan bertubuh besar dan kecil, tetapi juga yang bertubuh tinggi dan pendek, dan memiliki kulit gelap.

Kasus body shaming banyak sekali dialami oleh para wanita yang sudah menjadi ibu. Padahal, tubuh perubahan drastis wanita setelah melahirkan merupakan hal yang wajar.

Roslina mengatakan, body shaming dapat ditemui tidak hanya di dunia nyata, tetapi juga di dunia maya. Salah satu yang dapat ditemui di dunia nyata adalah ketika bertemu dengan sanak saudara. Roslina berkata, ketika sudah lama tidak berjumpa, seharusnya basa-basi yang dilakukan janganlah hal-hal yang emosional seperti bertanya mengapa terlihat gemuk.

Sementara body shaming dalam dunia maya, Roslina menyebutkan banyak sekali komentar-komentar mengenai fisik seseorang dapat ditemukan di media sosial Instagram. "Yang komentar (negatif) tidak hanya perempuan lho, tetapi juga laki-laki. Kok, bisa ya perempuan komen (negatif) ke sesama perempuan?" tanya Roslina.

Mencintai diri sendiri, menurut Roslina, tidak bisa dilakukan secara instan. Semua harus melewati proses agar benar-benar mengerti dan memahami diri sendiri. Ketika seseorang melewati sebuah proses, maka orang tersebut dalam perjalanannya akan menyadari bahwa ia adalah versi terbaik dirinya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement