Rabu 18 Dec 2019 14:51 WIB

Bamsoet Minta DPR Prioritaskan RUU yang Masih Jadi 'Utang'

Ketua MPR meminta DPR memprioritaskan menyelesaikan RUU yang masih jadi utang.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Bayu Hermawan
Ketua MPR Bambang Soesatyo
Foto: Republika/Intan Pratiwi
Ketua MPR Bambang Soesatyo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengingatkan agar DPR RI menuntaskan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang belum tuntas dari periode sebelumnya. Dari ratusan RUU yang dimasukkan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) oleh DPR RI 2019 - 2024, ada sejumlah RUU penting yang belum tuntas dari periode sebelumnya.

"Pesan saya yang paling mendesak adalah menyelesaikan undang-undang yang terhutang kemarin yang sudah diambil keputusan di tingkat 1 dan harus diambil keputusan di Paripurna," ujar mantan Ketua DPR RI itu di Kompleks Parlemen RI, Senayan, Jakarta, Rabu (18/12).

Baca Juga

Pria yang kerap disapa Bamsoet itu mencontohkan, RUU yang sudah disepakati oleh Komisi dan Pemerintah namun belum disahkan di Paripurna di antaranya Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP), RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (P-KS), dan RUU Permasyarakatan.

"Jadi itu yang harus dituntaskan sebagai superprioritas agar PR DPR RI periode yang lalu bisa dituntaskan," ujar Bamsoet.

Bamsoet juga memberikan catatan khusus untuk RKUHP yang masih terus menimbulkan polemik, agar lebih disempurnakan lagi dan disosialisasikan ke masyarakat. Sehingga tidak ada miskomunikasi di ruang publik.

DPR memasukkan 248 RUU untuk lima tahun. Bamsoet menilai, DPR memang harus menampung aspirasi pemerintah dan legislator. Namun, kata dia, DPR tetap harus memprioritaskan RUU tertentu. Hal itu diwujudkan dalam prioritas DPR RI yang memasang 50 RUU untuk diselesaikan tahun depan.

Bamsoet meyakini, target tersebut masih bisa dijangkau oleh DPR RK. Namun, keberhasilan itu, kata dia, bergantung dari kerja sama dengan pemerintah agar rajin datang dalam pembahasan RUU. Dengan kerja sama yang baik, maka penuntasan RUU target akan cepat selesai.  Bamsoet pun menuding, pembahasan RUU di periode sebelumnya kerap terhambat lantaran pihak pemerintah kerap tak hadir dalam pembahasan RUU.

"Sebetulnya karena ini inisiatif dari DPR biasanya pemerintah atau Kementerian tidak setuju atau akan melemahkan atau bahkan mengurangi kewenangannya maka langkah yang diambil untuk menggagalkan adalah tidak hadir," katanya.

Bamsoet pun berharap DPR RI periode ini bisa lebih tegas untuk menegur menteri yang kerap tidak hadir dalam setiap rapat rapat pembahasan rancangan undang-undang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement