Rabu 18 Dec 2019 09:01 WIB

Boeing 737 Max, Akhir Tragis Pesawat Terlaris Sepanjang Masa

Penghentian produksi pesawat Boeing belum pernah terjadi sebelumnya.

Pesawat Boeing 737 MAX 8 tengah uji terbang di lapangan udara Renton, Washington, Amerika Serikat.
Foto: AP Photo/Ted S. Warren
Pesawat Boeing 737 MAX 8 tengah uji terbang di lapangan udara Renton, Washington, Amerika Serikat.

REPUBLIKA.CO.ID, SEATTLE -- Boeing akan menghentikan sementara produksi pesawat jenis 737 Max mulai Januari 2020. Pemberhentian produksi dilakukan karena Administrasi Penerbangan Federal (FAA) Amerika Serikat belum juga mengizinkan Boeing 737 Max untuk kembali mengudara.

Boeing sebelumnya tetap melanjutkan produksi 737 Max meski pesawat jenis itu telah dikenai sanksi larangan terbang selama sembilan bulan setelah terjadinya dua kecelakaan fatal yang menimpa Lion Air dan Ethiopian. Dalam sebuah pernyataan, Boeing mengatakan, meski produksi 737 Max berhenti, perusahaan tidak akan melakukan pengurangan karyawan.

Baca Juga

Namun, berhentinya produksi diperkirakan akan memengaruhi penjualan perusahaan. "Mengembalikan 737 Max ke layanan (agar bisa kembali melayani penumpang--Red) adalah prioritas utama kami," demikian pernyataan Boeing seperti dikutip dari BBC, Selasa (17/12).

Boeing dalam pernyataannya itu juga mengaku menyadari, proses persetujuan 737 Max untuk kembali melayani penumpang dan menentukan persyaratan pelatihan yang tepat, harus luar biasa teliti. "Hal ini untuk memastikan bahwa regulator, pelanggan, dan masyarakat penerbangan kami memiliki kepercayaan diri dalam pembaruan 737 Max."

Analis industri perjalanan Henry Herteveldt mengatakan, keputusan untuk menghentikan produksi pesawat terbang belum pernah terjadi sebelumnya. Menurut dia, berhentinya produksi 737 Max akan berdampak besar pada Boeing dan maskapai penerbangan.

"Ini akan menciptakan kekacauan bagi maskapai penerbangan, dalam hal ini ada enam ratus perusahaan yang merupakan bagian dari rantai pasokan 737 Max dan Boeing," ujar Herteveldt.

Pada Senin (16/12), saham Boeing turun lebih dari empat persen di tengah spekulasi bahwa perusahaan akan mengumumkan penghentian produksi 737 Max. Selain itu, penghentian produksi diperkirakan membuat Boeing merugi sebesar 9 miliar dolar AS.

Boeing masih memiliki 400 unit 737 Max yang akan dikirim kepada pelanggan. Sementara, sebagian besar maskapai penerbangan di seluruh dunia telah menangguhkan kontrak pembelian hingga regulator penerbangan menyatakan bahwa 737 Max laik terbang dan aman.

737 Max adalah pesawat dengan penjualan tercepat dalam sejarah Boeing. Pesawat ini menerima pesanan hampir 4.700 unit dari sekira 100 pelanggan di seluruh dunia.

Namun, semua itu berubah seusai dua kecelakaan fatal yang melibatkan 737 Max, yakni Lion Air pada Oktober 2018 dan Ethiopian Airlines pada Maret 2019. Total korban jiwa dari dua kecelakaan itu mencapai 346 jiwa. Tak lama setelah dua kecelakaan fatal itu, seluruh otoritas penerbangan di dunia melarang penerbangan 737 Max.

FAA pada Rabu (11/12) di hadapan House of Representative mengungkap hasil analisis tertanggal 3 Desember 2018 yang menyimpulkan bahwa 737 Max dapat terlibat dalam kecelakaan yang lebih fatal jika tanpa perubahan desain.

Tinjauan tersebut memperkirakan dapat terjadi 15 kecelakaan fatal jika tidak ada perubahan kontrol perangkat lunak dalam 737 Max. Kesalahan sistem kontrol perangkat lunak pada 737 Max menjadi penyebab utama kecelakaan Lion Air dan Ethiopian Air.

"Sudah jelas sejak awal bahwa ada kondisi yang tidak aman, analisis memberikan konteks tambahan dalam membantu menentukan tindakan mitigasi," ujar seorang juru bicara FAA kepada Wall Street Journal.

photo
Pekerja merakit Boeing 737 MAX 8 di fasilitas perakitan pesawat di Washington, Amerika Serikat.

Menurut laporan Wall Street Journal, pejabat FAA memiliki keprihatinan besar mengenai perangkat lunak 737 Max yang menjadi penyebab kecelakaan Lion Air dan Ethiopian Airlines. Namun, mereka tetap memutuskan untuk melakukan sertifikasi pesawat dan meminta Boeing memperbaiki perangkat lunaknya.

Boeing berharap bisa mendapatkan kembali sertifikasi 737 Max pada tahun ini setelah dilakukan perombakan besar-besaran. Namun, FAA mengatakan, proses sertifikasi ulang akan berlangsung hingga 2020.

Dalam sidang bersama parlemen AS, Administrator FAA Steve Dickson mengatakan, prioritas utama FAA adalah memastikan agar kecelakaan seperti yang menimpa Lion Air dan Ethiopian Airlines tidak pernah terjadi lagi. "Apa yang telah kami lakukan secara historis hasilnya tidak sepenuhnya memuaskan. Kita harus terus melakukan perbaikan proses," ujar Dickson.

Dalam kesaksiannya, mantan manajer senior di Boeing 737 Factory di Renton, Washington, Erdward Pierson, mengaku prihatin karena Boeing lebih memprioritaskan kecepatan produksi ketimbang kualitas dan keamanan. Dia berkali-kali telah memperingatkan eksekutif perusahaan mengenai masalah produksi di pabrik ketika banjir pesanan 737 Max.

Pierson menyampaikan keprihatinannya kepada manajemen senior, termasuk CEO Boeing Dennis Muilenberg dan regulator, tetapi menurutnya, dia diabaikan. "Saya tetap sangat prihatin bahwa kondisi produksi yang disfungsional mungkin telah berkontribusi pada kecelakaan 737 Max yang tragis dan masyarakat penerbangan akan tetap dalam risiko, kecuali lingkungan produksi yang tidak stabil ini diselidiki dengan cermat dan diawasi secara ketat oleh para regulator secara berkelanjutan," ujar Pierson dilansir the Guardian.

Keputusan menghentikan produksi 737 Max mengakhiri optimisme Boeing yang yakin pesawatnya akan bisa kembali terbang secara komersial pada Januari 2020. Reuters, saat juru bicara Boeing Gordon Johndroe mengumumkan rencana ini pada akhir November lalu, saham Boeing sempat naik 5 persen.

"Kami memperkirakan 737 Max akan dapat sertifikat lagi pada pertengahan Desember. Kami harap kebutuhan latihan pilot dapat disetujui pada Januari tahun depan," kata Johndroe.

photo
Petugas mengangkat puing pesawat Lion Air JT-610 yang jatuh di Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (7/11).

Kompensasi

Indonesia National Air Carriers Association (INACA) atau Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia mengatakan, Boeing diharapkan bisa memberikan kompensasi kepada maskapai di Indonesia yang menggunakan pesawat tipe 737 Max setelah adanya keputusan pemberhentian produksi.

"Yang lebih penting adalah bagaimana memberikan kompensasi atas kerugian maskapai yang menghentikan sementara armada 737 Max-8 nya," kata Sekretaris Jenderal INACA Bayu Sutanto kepada Republika, Selasa (17/12).

Dia menambahkan, penghentian produksi menjadi hak Boeing selaku produsen. Bayu pun menganggap, pesawat tipe 737 Max merupakan produk gagal Boeing. Dengan citra Boeing saat ini, kata dia, banyak maskapai yang diprediksi tidak akan lagi memesan pesawat tipe 737 Max. Bahkan, menurut dia, Airbus yang saat ini sebagai pesaing Boeing jauh akan diuntungkan untuk pesawat setipe 737 Max.

“Tapi, banyak juga maskapai yang hanya /nggak percaya untuk tipe 737 Max. Kan masih banyak yang mengoperasikan Boeing 737 NG, 777, 787, dan lainnya,” ungkap Bayu. n rizky jaramaya/rahayu subekti/andri saubani ed: satria kartika yudha

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement