REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif menyebut seringnya Mahkamah Agung (MA) meringankan hukuman koruptor pada tingkat kasasi ataupun peninjauan kembali (PK) sebagai fenomena yang tak menggembirakan.
"Kami di KPK akan mendiskusikan secara khusus karena semua kasus-kasus KPK itu akhir-akhir ini paling banyak di-korting putusannya. Saya kurang tahu ini fenomena apa tetapi ini fenomena yang tidak menggembirakan dan itu banyak dipertanyakan orang, apa sebabnya seperti itu," ucap Syarif di gedung KPK, Jakarta, Selasa (18/12).
Lebih lanjut, Syarif pun mencontohkan terkait PK yang diajukan oleh mantan anggota DPRD DKI Jakarta Mohammad Sanusi yang merupakan terpidana perkara suap pembahasan peraturan daerah tentang reklamasi di Pantai Utara Jakarta.
MA telah meringankan hukuman Sanusi yang tadinya 10 tahun penjara menjadi hanya 7 tahun penjara.
"Bahkan ada kasus PK itu sudah dieksekusi, di PK-nya bahwa dikembalikan (harta Sanusi), kasus Sanusi. Itu padahal hartanya sudah dirampas oleh negara dan itu dikembalikan lagi," ungkap Syarif.
Ia pun memberikan catatan khusus untuk MA terkait maraknya koruptor yang diringankan hukumannya tersebut.
"Saya terus terang memberikan catatan khusus yang harus direspons oleh Mahkamah Agung, itu saja," ujar Syarif.
Diketahui, MA dalam putusan kasasi baru-baru ini telah meringankan hukuman eks Menteri Sosial Idrus Marham, terdakwa perkara suap proyek PLTU Riau-1 menjadi tinggal 2 tahun penjara dari tadinya 5 tahun penjara.
Selanjutnya, Majelis Kasasi MA juga meringankan hukuman mantan Bupati Buton Sulawesi Tenggara Samsu Umar Abdul Samiun dari 3 tahun 9 bulan penjara menjadi hanya 3 tahun.
Kemudian pada tingkat kasasi, MA juga meringankan hukuman advokat Lucas dari 5 tahun menjadi 3 tahun penjara dalam perkara merintangi penyidikan terhadap tersangka eks petinggi Lippo Group Eddy Sindoro.