Senin 16 Dec 2019 08:31 WIB

PPP Percepat Muktamar

Muktamar diharapkan menyelesaikan dualisme kepengurusan.

Ketua Panitia Pengarah Mukernas V PPP Achmad Baidowi bersama jajarannya saat memberikan pernyataan pers seusai menggelar Mukernas V di Hotel Grand Sahid, di Jakarta, Ahad (15/12)
Foto: Republika/Ali Mansur
Ketua Panitia Pengarah Mukernas V PPP Achmad Baidowi bersama jajarannya saat memberikan pernyataan pers seusai menggelar Mukernas V di Hotel Grand Sahid, di Jakarta, Ahad (15/12)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) V Partai Persatuan Pembangunan (PPP) memutuskan untuk mempercepat pelaksanaan muktamar. Dalam putusannya, mukernas memerintahkan Dewan Pengurus Pusat PPP untuk menggelar Muktamar IX pada 2020.

Ketua Pelaksana Mukernas V PPP Achmad Baidowi mengatakan, hasil rapat kerja seluruh kepengurusan PPP se-Indonesia memutuskan dua hal. Pertama, soal regenerasi kepemimpinan organisasi.

Baca Juga

Kedua, menyangkut penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) 2020. Ia menegaskan, dua keputusan tersebut saling terkait pelaksanaannya. “Yang pertama, mukernas memerintahkan DPP PPP untuk mempercepat muktamar pada tahun depan (2020),” ujar Baidowi setelah menutup Mukernas V PPP di Jakarta, pada Ahad (15/12).

Meski dipercepat, mukernas menyerahkan waktu pasti pelaksanaan dan tempat muktamar kepada DPP PPP. “Tanggal, bulan, dan tempatnya harus mempertimbangkan usulan DPW (Dewan Pimpinan Wilayah),” tutur dia.

Percepatan muktamar, kata dia, memang menyangkut soal keputusan Mukernas V, lalu tentang pilkada. Menurut dia, menengok kalender pesta demokrasi di tingkat daerah mendatang, hanya ada satu kali sebelum kontestasi politik nasional pada Pemilu 2024, yaitu pada Pilkada 2020.

Sosok yang akrab disapa Awi itu mengatakan, mukernas melihat percepatan muktamar yang seharusnya digelar pada 2021 menjadi relevan digelar pada 2020. “Percepatan muktamar agar konsolidasi organisasi tidak terganggu dengan proses dan tahapan Pilkada 2020, khususnya konsolidasi di daerah-daerah dan provinsi,” ujarnya.

Jika menengok kalender politik, tahapan Pilkada 2020 akan dimulai pada September. Bakal ada 270 daerah yang menggelar pilkada serempak. Sebelum tahapan pilkada dimulai, besar peluang Muktamar PPP 2020 akan digelar. “Jadi, percepatan muktamar hanya karena supaya soliditas PPP tidak mengganggu proses PPP dalam pilkada,” kata dia menambahkan.

Muktamar 2020 akan menjadi forum tertinggi untuk melakukan pemilihan ketua umum PPP periode mendatang. Saat ini, pemangku puncak kepengurusan PPP dipegang oleh Suharso Manoarfa sebagai pelaksana tugas (plt).

Peran tersebut setelah Ketua Umum PPP hasil Muktamar 2016, Muhammad Romahurmuziy, ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lantaran diduga terlibat dalam suap jual beli jabatan di Kementerian Agama (Kemenag). Sampai saat ini, Romahurmuziy masih dalam tahanan dan sedang menjalani proses pengadilan. Awi melanjutkan, terkait regenerasi kepemimpinan puncak PPP dalam Muktamar 2020, sejumlah nama kandidat sudah muncul.

Selama mukernas V, sejumlah dewan pimpinan wilayah (DPW) merekomendasikan beberapa nama untuk disorongkan dalam pemilihan ketua umum 2020-2025. Mereka, di antaranya Suharso Monoarfa, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Arsul Sani, Ahmad Muqowam, dan Amir Uskara yang saat ini menjadi ketua Fraksi PPP di DPR RI. Ada juga nama Mardiono, yang saat ini menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) didorong sejumlah kader wilayah untuk maju dalam pemilihan ketua umum.

Namun, nama-nama tersebut baru sebatas wacana dan usulan dari suara kader akar rumput. Sebab, menurut Awi, kepastian apakah nama-nama tersebut tetap mencalonkan, proses itu hanya dapat terjawab saat tahapan Muktamar 2020 nanti sudah dimulai.

photo
Sekjen DPP PPP Arsul Sani (kanan) berbincang dengan Menko Polhukam Mahfud MD (kiri) disela acara pembukaan Musyawarah Kerja Nasional ke-V PPP, di Jakarta, Sabtu (14/12/2019).

Ketua DPP PPP Lena Mariana Mukti menuturkan, PPP tidak perlu menggelar muktamar dengan menambah embel-embel islah. Menurut Lena, negara hanya mengakui adanya satu kepengurusan yang dihasilkan dari Muktamar Pondok Gede 2016. Selain itu, dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) tidak mengenal istilah muktamar islah.

“Jadi, muktamar islah sebenarnya tidak perlu. Juga, memang tidak ada istilah muktamar islah dalam AD/ART,” ujarnya. Lena mengklaim, tidak ada dualisme dalam kepengurusan partai berlambang Ka'bah. Ia menegaskan, tidak ada kepengurusan lain selain yang sudah disahkan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia berdasarkan hasil Muktamar Pondok Gede.

Ia berharap proses politik di internal PPP dapat menyatukan seluruh kader dalam satu semangat yang sama, yakni untuk memajukan PPP menyambut agenda politik ke depan. “Islah sebenarnya, sudah terjadi. Dan, itu proses poliitk yang dimungkinkan demi persatuan PPP,” kata Lena.

Peneliti politik Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai, hasil rekomendasi Mukernas PPP berorientasi pada pemulihan internal partai yang sempat terpecah menjadi dua kubu. Saat ini, kubu yang mendapatkan pengakuan adalah hasil Muktamar Pondok Gede. "(Rekomendasi) cukup masuk akal dan berorientasi pada pemulihan posisi PPP secara nasional," kata Dedi, Ahad.

Dedi melanjutkan, dipercepatnya waktu Muktamar PPP setelah Pilkada 2020 tidak akan mengganggu konsolidasi partai politik. Selain itu, ada cukup waktu untuk membuat PPP bersatu. Apalagi, kata Dedi, persoalan dualisme ini menjadi ancaman.

Muktamar dianggap sebagai momentum islah, tapi pembicaraan islah diperlukan dalam pembicaraan internal. Ia menyarankan, sebisa mungkin ketika muktamar mendatang, persoalan dualisme sudah selesai. "Itulah mengapa rekomendasi dipercepat muktamar, tentu dengan maksud agar pemhicaraan dualisme ini selesai lebih awal," ujarnya. N bambang noroyono/ali mansur, ed: agus raharjo

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement