REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Na Endi Jaweng menyarankan Pemerintah Pusat agar melibatkan pemerintah daerah (pemda) dalam pembentukan rancangan undang-undang omnibus law. Sebab, omnibus law berimplikasi ke daerah.
"Saya kira kita minta pemerintah untuk jangan bekerja senyap, jangan bekerja sepihak, jangan bekerja sendiri, karena omnibus law itu implikasinya ke daerah," ujar Robert di Jakarta, Ahad (16/12).
Menurut dia, bila nantinya undang-undang omnibus law telah diterapkan maka pihak yang akan merasakan dampak secara langsung adalah pemerintah daerah dan pelaku usaha. Karena itu, kata Robert, pelibatan pemerintah daerah menjadi penting guna mengetahui masalah perizinan yang terjadi di masing-masing daerah.
"Di daerah, omnibus law itu intervensinya dari undang-undang sampai pada level Perda, dan cara terbaik untuk itu adalah melihat apa sesungguhnya yang menjadi praktik aktual di daerah. Hanya dengan itu kita akan tahu berapa jumlah izin, apa syaratnya, dan kemudian apa regulasi yang mengatur, dan apa yang kemudian menjadi diskresi daerah," ucap Robert.
Robert mengatakan masih ada waktu bagi Pemerintah Pusat untuk menggelar diskusi dengan pemda merumuskan substansi dari rancangan undang-undang omnibus law, sebelum dikirim ke DPR untuk dibahas lebih lanjut. Dia juga mengingatkan mengenai kemungkinan adanya gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait undang-undang omnibus law oleh pihak-pihak tertentu yang merasa tidak dilibatkan dalam proses pembuatan regulasi tersebut.
"Jangan sampai sudah capek seperti ini lalu ada yang muncul dengan gugatan ke Mahkamah Konstitusi karena dia menolak atau tidak terlibat dalam proses. itu kan repot," kata Robert.
"Karena itu, proses keterbukaan dan partisipasi adalah kunci untuk membuat semua pihak terlibat hingga kemudian berbagai perspektif muncul bahwa ini tidak hanya untuk memudah-mudahkan proses berusaha, tetapi proses izin itu juga mempunyai fungsi untuk proteksi atau perlindungan," tambah dia.