Jumat 13 Dec 2019 20:32 WIB

Pemkot Surabaya Renovasi Ribuan Rumah Fakir Miskin

Sebanyak 1.090 rumah warga miskin direnovasi melalui program bedah rumah.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Dwi Murdaningsih
Rumah tak layak huni. Ilustrasi
Foto: .
Rumah tak layak huni. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA —- Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya Eri Cahyadi mengungkapkan, pihaknya telah merenovasi 1.090 unit rumah fakir miskin selama 2019. Perbaikan rumah fakir miskin tersebut dilakukan lewat program bedah rumah yang dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya sejak 2017.

“Rumah fakir miskin yang kita bantu renovasinya tak hanya harus layak huni. Tapi juga harus memenuhi standar sebagai rumah sehat. Berarti renovasi harus bisa memperbaiki kualitas ventilasi, sanitasi, jamban sehat, dan aliran udara serta pencahayaan rumah tersebut,” kata Eri Cahyadi, di Surabaya, Jumat (13/12). 

 

Program bedah rumah atau rehabilitasi rumah tidak layak huni (rutilahu), kata Eri, adalah program Pemkot Surabaya yang dilakukan sejak 2017. Program ini dilakukan dengan merenovasi rumah warga fakir miskin yang diusulkan masyarakat. Tujuannya, mengembalikan fungsi dan kualitas tempat tinggal fakir miskin. 

 

Program bedah rumah tersebut juga menjadi satu bagian dengan implementasi program pembangunan jamban. Jika dirinci, kata Eri, total ubit rumah fakir miskin yang diperbaiki lewat program tersebut pada 2017 berhasil sebanyak 1.629 unit. Rinciannya, sebanyak 1.442 rumah direnovasi, dan 187 lainnya, merupakan pembangunan jamban. 

 

Kemudian pada 2018, angka penerimanya bertambah menjadi 1.648 pembangunan. Rinciannya, 1.012 rumah berhasil dibangun sedangkan jambannya sebanyak 636 unit. Pada tahun tersebut, kata Eri, Pemkot Surabaya membuat pembagian rumah tidak layak huni berdasarkan tipe-nya.

 

Artinya, masing-masing rumag memiliki nilai renovasi rumah yang berbeda. Misalnya untuk tipe I nilai perbaikannya mencapai Rp 5 juta sedangkan tipe II Rp 15 juta, tipe III Rp 25.000.000, dan tipe IV Rp 30 juta. 

 

“Karena rumah tidak layak huni ini ukurannya beragam. Tidak semua rumah dihuni hanya satu keluarga saja. Ada satu rumah yang isinya sampai 5 keluarga. Tentu, nilai perbaikannya berbeda,” kata Eri.

 

Eri mengatakan, untuk tahun 2019, jumlah bedah rumah memang menurun jadi 1.090 unit. Namun, kualitasnya bertambah karena hanya rutilahu tipe IV saja yang dibangun dengan nilai perbaikan per rumah mencapai Rp 30 juta. Total bedah rumah yang dilakukan pemkot selama tiga tahun tersebut mencapai 3.544 unit.

 

Eri menambahkan, setelah tiga tahun berjalan, tahun depan program tersebut harus naik kelas. Artinya, tidak hanya penerima manfaatnya saja yang bertambah, tapi juga kualitas rumah yang dibangun. Kemudian data penerima juga harus sinkron dengan daftar masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Sebab, selama ini penentuan penerima bantuan masih mengandalkan usulan dari masyarakat. 

 

“Tahun depan juga harus kita tambah penerima bantuannya. Dengan komitmen Bu Risma yang begitu besar kepada orang-orang tak mampu, saya yakin tahun depan kita bisa meningkatkan jumlah penerimanya hingga dua kali lipat,” kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement