REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X mendukung kebijakan penghapusan ujian nasional (UN) dan diganti dengan penilaian kompetensi. Menurut Sultan, perubahan sistem penilaian memang sangat diperlukan
"Dengan assessment (penilaian), saya kira bagi saya baik-baik saja. Dalam artian begini, memang pelajar itu kita didik untuk bebas," kata Sultan di Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Jumat (13/12).
Dengan digantinya UN, kata Sultan, peserta didik akan semakin mendapatkan kebebasan dalam mendapatkan ilmu pengetahuan. Bahkan, mereka dapat mengembangkan ilmu pengetahuan itu sendiri.
"Jangan pola pikir itu dipenuhi oleh ideologi kepentingan-kepentingan yang sebetulnya tidak membuka ruang seseorang itu untuk berargumentasi sendiri," kata Sultan.
Sementara itu, saat ini profesi guru menurutnya sudah bergeser. Ia mengatakan, fungsi guru saat ini bukan lagi sebagai pengajar, namun sebagai pendamping.
"Jadi fungsi guru itu pendamping murid. Berrati di sini adanya dialog, menambah pengetahuan. Jadi jangan digerakkan. Karena sekarang saja guru itu sudah berfungsi lain. Jadi untuk memerdekakan siswa itu, ruangnya sudah ada," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim optimistis kebijakannya menggantikan UN dengan assessment (penilaian) kompetensi tidak akan menghasilkan 'siswa lembek'. Menurutnya, pergantian sistem UN dengan penilaian kompetensi justru akan memberi tantangan yang sesungguhnya bagi sekolah.
Sekolah, ujarnya, dituntut menerapkan pola pembelajaran yang tidak semata berisi hafalan materi. "Malah lebih men-challenge sebenarnya," Nadiem ditemui di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (11/12).
"Tapi yang men-challenge itu bukan muridnya, yang men-challenge itu buat sekolahnya untuk segera menerapkan hal-hal di mana pembelajaran yang sesungguhnya terjadi, bukan penghafalan," kata Nadiem.
Ujian Nasional, ujar Nadiem, tetap akan dijalankan pada 2020 nanti. Baru pada 2021, UN sepenuhnya diganti dengan penilaian kompetensi dan survei karakter.