Kamis 12 Dec 2019 13:12 WIB

Boeing 737 Max yang Masih Belum Boleh Terbang

Setidaknya 15 kecelakaan fatal bisa terjadi tanpa perbaikan Boeing 737 Max.

Rep: Rizky Jaramaya/Idealisa Masyrafina/ Red: Indira Rezkisari
Pesawat Boeing 737 MAX menjadi perhatian dunia setelah dua model tersebut jatuh, yakni Lion Air dan Ethiopian Airlines. FAA meminta Boeing melakukan perbaikan sebelum dibolehkan kembali terbang.
Foto: AP
Pesawat Boeing 737 MAX menjadi perhatian dunia setelah dua model tersebut jatuh, yakni Lion Air dan Ethiopian Airlines. FAA meminta Boeing melakukan perbaikan sebelum dibolehkan kembali terbang.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Regulator penerbangan Amerika Serikat (AS) atau Federal Aviation Administration (FAA) memastikan belum bisa memberikan persetujuan bagi Boeing 737 Max untuk terbang hingga akhir tahun ini. Usai dengar pendapat di hadapan anggota DPR AS, Administrator FAA Steve Dickson, mengatakan sejumlah langkah harus diambil sebelum Boeing 737 boleh terbang lagi.

Dikutip dari Reuters, diperkirakan persetujuan FAA baru bisa dikeluarkan pada Januari 2020. Atau setidaknya baru keluar Februari.

Baca Juga

Menurut laporan yang bertanggal sebulan setelah kecelakaan Lion Air pada Oktober 2018, FAA menyimpulkan bahwa 737 Max dapat terlibat dalam kecelakaan yang lebih fatal tanpa perubahan desain. Kecelakaan 737 Max kedua menimpa Ethiopian Airlines yang jatuh pada Maret 2019 dan menewaskan 157 penumpang beserta awak. Tak lama setelah dua kecelakaan fatal itu, seluruh otoritas penerbangan tidak lagi menerbangkan 737 Max.

Analisa FAA tertanggal 3 Desember 2108 dirilis pada Rabu (11/12) saat House of Representative mendengarkan penjelasan dari pengawasan penerbangan atas sertifikasi 737 Max. Tinjauan tersebut memperkirakan dapat terjadi 15 kecelakaan fatal jika tidak ada perubahan kontrol perangkat lunak dalam 737 Max.

"Sudah jelas sejak awal bahwa ada kondisi yang tidak aman, analisis memberikan konteks tambahan dalam membantu menentukan tindakan mitigasi," ujar seorang juru bicara FAA kepada Wall Street Journal.

Menurut Wall Street Journal, pejabat FAA memiliki keprihatinan besar mengenai perangkat lunak 737 Max yang menjadi penyebab kecelakaan Lion Air dan Ethiopian Airlines. Namun, mereka tetap memutuskan untuk melakukan sertifikasi pesawat dan meminta Boeing memperbaiki perangkat lunaknya.

737 Max adalah pesawat dengan penjualan tercepat dalam sejarah Boeing. Pesawat ini menerima pesanan hampir 4.700 unit dari sekitar 100 pelanggan di seluruh dunia. Boeing berharap bisa mendapatkan kembali sertifikasi 737 Max pada tahun ini setelah dilakukan perombakan besar-besaran. Namun FAA mengatakan, proses sertifikasi ulang akan berlangsung hingga 2020.

Dalam kesaksiannya, mantan manajer senior di Boeing 737 Factory di Renton, Washington, Erdward Pierson mengaku prihatin karena Boeing lebih memprioritaskan kecepatan produksi ketimbang kualitas dan keamanan. Dia berulang kali telah memperingatkan eksekutif perusahaan mengenai masalah produksi di pabrik, ketika banjir pesanan 737 Max. Pierson menyampaikan keprihatinannya kepada manajemen senior termasuk CEO Boeing Dennis Muilenberg dan regulator, namun diabaikan.

"Saya tetap sangat prihatin bahwa kondisi produksi yang disfungsional mungkin telah berkontribusi pada kecelakaan 737 Max yang tragis dan masyarakat penerbangan akan tetap dalam risiko, kecuali lingkungan produksi yang tidak stabil ini diselidiki dengan cermat dan diawasi secara ketat oleh para regulator secara berkelanjutan," ujar Pierson dilansir Guardian.

Dalam sidang bersama parlemen AS, Administrator FAA, Steve Dickson mengatakan, prioritas utama FAA adalah memastikan agar kecelakaan seperti yang menimpa Lion Air dan Ethiopian Airlines tidak pernah terjadi lagi.

"Apa yang telah kami lakukan secara historis hasilnya tidak sepenuhnya memuaskan. Kita harus terus melakukan perbaikan proses," ujar Dickson.

Ketika ditanya, apakah FAA telah membuat kesalahan dengan tidak mengambil tindakan lebih lanjut setelah analisisnya menyoroti masalah 737 Max, Dickson mengatakan, tidak ada hasil yang selalu memuaskan. "Jelas hasilnya tidak memuaskan," kata Dickson.

Boeing 737 Max diminta melakukan sejumlah perbaikan terlebih dulu. "Saya tidak akan menandatangani pelepasan pesawat ini sampai semua ulasan teknis yang disyaratkan FAA tuntas. Saya akan menerbangkannya sendiri menggunakan pengalaman saya sebagai pilot Air Force dan pilot komersial. Dan jika saya puas, saya akan terbang bersama keluarga saya sendiri tanpa berpikir dua kali," ujar Dickson.

Sejumlah maskapai mengalami masalah serius terkait pelarangan terbang Boeing 737 Max lebih lama. Director General International Air Transport Association (IATA) Alexandre de Juniac, mengatakan banyak maskapai masih bertahan dengan larangan terbang Boeing 737 Max. Tapi katanya, pelarangan mempengaruhi kondisi maskapai.

IATA yang anggotanya terdiri dari 290 maskapai mewakili 82 persen lalu lintas udara global. Alexandre de Juniac mengatakan pendapatnya tidak lama setelah dengar pendapat FAA mengatakan pesawat 737 Ma tidak akan bisa terbang di 2019.

"Bagi beberapa anggota kami larangan itu memang disruptif karena mereka punya banyak pesawat yang grounded. Tapi mereka bisa bertahan dengan itu. Mereka tidak bahagia, tapi mereka juga tidak sengsara."

Ia melanjutkan, tapi jika larangan terbang ditambah hingga beberapa bulan lagi mungkin bagi beberapa anggota maskapainya itu akan menjadi masalah besar.

Berikut adalah beberapa langkah yang diharuskan FAA dilakukan Boeing agar pesawat 737 MAX bisa kembali mengudara:

* Sertifikasi penerbangan tes dari pembaruan software kendali terbang Boeing 737 Max dan revisi lain yang bertujuan menambah lapisan perlindungan.

* Evaluasi pelatihan pilot yang dilakukan Joint Operations Evaluation Board (JOEB) terdiri dari FAA dan mitra Kanada, Eropa, dan Brasil.

* Laporan dari Flight Standardization Board FAA berdasarkan temuan JOEB. Laporan akan dibuat terbuka bagi publik agar maskapai bisa mengajukan usulan atau perubahan.

* Ulasan independen dari perubahan yang dilakukan Boeing atas sistem kendali Boeing 737 MAX oleh Technical Advisory Board (TAB) yang terdiri dari pakar FAA, NASA, Air Force dan Volpe Center, termasuk di dalamnya tes pilot, mekanik luar angkasa, dan ilmuwan dari latar belakang ilmu penguasaan terbang, operasional penerbangan, simulator, faktor manusia, sistem komputer dan software, standar terbang dan keamanan.

photo
Infografis insiden melibatkan pesawat Boeing 737 Max.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement