Kamis 12 Dec 2019 07:54 WIB

Polri Masih Enggan Umumkan Kasus Novel

Kepolisian optimistis dapat menyelesaikan kasus Novel Baswedan.

Penyidik senior KPK Novel Baswedan memberikan keterangan pers setelah diperiksa sebagai saksi di gedung KPK, Jakarta, Kamis (20/6/2019).
Foto: ANTARA/Yulius Satria Wijaya
Penyidik senior KPK Novel Baswedan memberikan keterangan pers setelah diperiksa sebagai saksi di gedung KPK, Jakarta, Kamis (20/6/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pihak Mabes Polri belum bisa memastikan pemenuhan perintah Presiden Joko Widodo agar pelaku penyerangan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan diumumkan selekasnya. Polri merasa kasus yang sudah berjalan hampir seribu hari itu masih perlu didalami.

Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Polri Kombes (Pol) Asep Adi Saputra mengatakan, tim teknis masih bekerja terus melakukan pendalaman terhadap petunjuk yang signifikan terkait kasus penyiraman air asam terhadap Novel.

Baca Juga

"Petunjuk signifikan ini artinya sudah ada bukti-bukti perkembangan dari penyelidikan sebelumnya. Mohon bersabar, kami akan sampaikan siapa pelakunya setelah semuanya dapat diungkap dan layak disampaikan sampai pekerjaan tim teknis selesai. Ditunggu saja, ya," kata dia di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (11/12).

Asep menyebut akan ada waktunya untuk menyampaikan kepada masyarakat mengenai perkembangan hasil kerja tim teknis dalam kasus yang dialami Novel Baswedan. "Tunggu dulu, ya. Pasti tim teknis akan menyampaikan sesuai waktunya dengan bukti-bukti yang ada," kata dia.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Muhammad Iqbal juga menegaskan, saat ini tim bekerja secara maksimal untuk menyelesaikan kasus penyiraman Novel. “Saya sudah beberapa kali ngomong, saat ini tim bekerja maksimal. Ini hanyalah masalah waktu, insya Allah secepatnya. Ada upaya-upaya tertutup dan upaya untuk menyelesaikan penyelidikan terkait dengan itu. Insya Allah segera, ya," kata dia, kemarin.

Iqbal mengatakan, kepolisian optimistis dapat menyelesaikan kasus Novel Baswedan. "Iya, insya Allah kami segera mengungkapkan kasus tersebut," kata dia.

Novel Baswedan diserang menggunakan air keras pada 11 April 2017 lalu. Peristiwa tersebut terjadi setelah dia melaksanakan shalat Subuh tak jauh dari kediamannya di Jakarta Utara. Insiden itu menyebabkan kerusakan di wajah dan mata kiri Novel Baswedan.

Polda Metro Jaya sempat menahan sejumlah pihak, tetapi melepas mereka kembali dengan alasan alibi mereka kuat. Dua sketsa wajah yang diduga sebagai pelaku juga sempat dilansir, tetapi tak berujung penangkapan.

Dua tahun kasus berjalan, pada Januari 2019, Kapolri Jenderal Tito Karnavian membentuk tim pakar yang terdiri atas petugas polisi, perwakilan KPK, dan pakar hukum. Tim itu menyimpulkan penyiraman terkait dendam atas kasus yang diusut Novel, tetapi tim tak menemukan pelaku atau dalangnya.

Tim teknis yang beranggotakan personel kepolisian kemudian dibentuk pada Agustus 2019 untuk meneruskan temuan tim pakar. Tim itu sempat diberi tenggat tiga bulan oleh Presiden Jokowi. Namun, tim tak juga mengumumkan pelaku hingga masa tugasnya habis pada Oktober lalu.

Beberapa hari lalu, Presiden menginstruksikan Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis untuk segera mengumumkan hasil penyelidikan terakhir kasus penyerangan terhadap Novel. Jokowi menginstruksikan agar kepolisian secepatnya mengumumumkan kasus tersebut dalam hitungan hari.

photo
Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol Muhammad Iqbal.

Risiko teror

KPK juga mengharapkan pelaku penyerangan terhadap penyidik KPK Novel Baswedan dapat ditemukan tanpa perlu menunggu sampai 1.000 hari. "Waktunya juga sudah terlalu lama, sekitar 27 hari lagi maka genap 1.000 hari sejak Novel diserang. Maka, tentu harapannya tidak perlu sampai 1.000 hari untuk menemukan pelaku penyerangan lapangan itu," ucap Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Selasa (10/12) malam.

Febri menekankan, pihaknya berharap semua yang terlibat dalam penyerangan itu ditemukan, dari pelaku lapangan sampai aktor intelektualnya. “Kenapa ini penting? Pertama, karena kita tidak ingin penegak hukum itu diteror dan diserang, apalagi terkait dengan pelaksanaan tugasnya,\" ujar Febri.

Ia pun mencontohkan bahwa teror tidak hanya terjadi kepada Novel, tetapi juga menimpa Ketua KPK Agus Rahardjo dan Wakil Ketua KPK Laode M Syarif. "Kita tahu bukan hanya Novel yang diserang, tetapi rumah dua pimpinan KPK juga diteror dengan bom saat itu, baik bom molotov maupun benda berbentuk mirip bom di rumah Ketua KPK," tuturnya.

Menurut Febri, risiko teror tersebut juga bisa terjadi kepada pegawai KPK, kepolisian, maupun kejaksaan yang menangani kasus korupsi, bahkan jurnalis dan masyarakat sipil yang peduli pada isu korupsi. Teror-teror seperti itu, menurut dia, tentu harus dilawan semaksimal mungkin dengan penegakan hukum yang tegas dan konsisten.

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan, lembaga yang ia pimpin akan mengingatkan Presiden Joko Widodo dan Kapolri Jenderal Idham Aziz untuk mengungkap kasus Novel Baswedan. Sebab, tenggat waktu yang diberikan Jokowi telah habis, tetapi kasus Novel masih belum menemukan titik terang.

"Sampai hari ini, Polri kan belum menemukan pelakunya. Kita akan dorong Pak Idham Aziz, apalagi beliau kan dulu kepala timnya," kata Taufan. Idham Aziz merupakan ketua tim teknis pengungkapan kasus Novel sewaktu ia masih menjabat kepala Bareskrim Polri.

Taufan menambahkan, ia juga akan mengingatkan Presiden Jokowi. "Pak Presiden tempo hari kan juga mengapresiasi, 'Saya akan melakukan pengawasan,' kan begitu. Kita tanyakan nanti," ujar Taufan. n haura hafizhah/febrian adi saputra/antara, ed: fitriyan zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement