REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengatakan, orang tua memegang kendali terhadap anak untuk mencegahnya dari paparan paham radikal. Pola pendidikan pada keluarga merupakan salah satu kunci pencapaian dalam pencegahan radikalisme.
"Survei tahun ini kembali menegaskan kearifan lokal dan tingkat kesejahteraan menjadi daya tangkal paling efektif membendung paham radikal dan terorisme," kata Tim Reviewer Penelitian BNPT Farhan Muntafa saat merilis hasil survei tentang "Internalisasi Kearifan Lokal dan Potensi Radikalisme di 32 Provinsi" di Jakarta, Selasa (10/12).
Khusus untuk meningkatkan implementasi kearifan lokal, lanjut dia, salah satunya dapat dilakukan dengan mengoptimalkan peran orang tua dan guru mengaji di dalam keluarga. Ada temuan yang menarik, kata Farhan, bahwa faktor yang paling efektif mereduksi potensi radikalisme secara berturut-turut adalah diseminasi sosial media, internalisasi kearifan lokal, perilaku kontraradikal, dan pola pendidikan keluarga pada anak. Artinya, kata dia, pola pendidikan pada keluarga merupakan salah satu kunci pencapaian dalam pencegahan radikalisme.
"Khususnya terkait dengan peningkatan pendidikan kebinekaan, peran orang tua dan guru mengaji memegang kendali. Anak-anak akan mencontoh orang tua dan guru ngajinya tentang bagaimana mereka mengimplementasikan kebinekaan dalam menciptakan perdamaian," kata Farhan menjelaskan.
Dari survei itu, didapatkan pula indeks pola pendidikan keluarga pada anak, baik yang dilakukan ayah maupun ibu secara nasional mencapai 67,89 pada skala 0 sampai 100. Artinya, kata dia, pola pendidikan pada keluarga memiliki skor 67,89 atau tertinggi sebagai hal yang dapat membendung penyebarluasan paham radikal dan terorisme.
"Makin terdidik orang tua dalam sebuah keluarga, potensi anak-anaknya terpapar paham radikal dan terorisme makin kecil," kata Farhan.
Sementara itu, Kepala BNPT Komjen Pol. Suhardi Alius menyebutkan survei tersebut dilaksanakan BNPT berkolaborasi dengan peneliti Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT), Balitbang Kemenag, dan pemangku kepentingan. Pengambilan sampel dalam riset itu menggunakan teknik multistage cluster random sampling dengan rumah tangga sebagai unit terkecil. Pengumpulan data melalui wawancara tatap muka kepada 15.360 responden di 32 provinsi pada bulan April sampai Juli 2019.