REPUBLIKA.CO.ID, Gas, sangat dibutuhkan untuk berbagai industri di Jabar baik industri besar maupun kecil. Tanpa gas, banyak industri di Jabar yang lumpuh. Menurut prediksi Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), konsumsi kebutuhan di Jabar paling banyak dikonsumsi kalangan industri.
Salah satu bisnis yang sangat mengandalkan gas dalam usahanya adalah bisnis laundry. Menurut Owner Urban Laundry, Reny Novianti, usaha laundrynya berdiri sejak 2008. Awal merintis usahanya, ia memulai dengan menerima orderan Laundry dari hotel yang kecil-kecil di Kota Bandung. Kemudia, usahanya semakin maju dengan menerima orderan hotel-hotel besar yang ada di Bandung.
"Alhamdulillah, awalnya saya hanya dibantu beberapa karyawan saja. Tapi sekarang, sudah ada 60 orang. Per bulan, omzet sudah lumayan mencapai ratusan juta," ujar Reny kepada Republika.
Bisnis laundry milik Reny Novianti yang berdiri sejak 2008, sangat membutuhkan keberadaan jaringan gas PNG. (Foto: Istimewa)
Awal memulai bisnis laundry, dia mengerjakan orderan di rumahnya. Namun, bisnisnya semakin berkembang hingga memiliki empat workshop di Ciawi Tali, Cihideung, Pasir Layung, dan Hotel.
Perjalanan bisnis laundry Reny cukup berliku dan penuh perjuangan. Sebelumnya, dia pernah berbisnis ice cream. Namun, bisnis makanannya tak terlalu berhasil.
Saat itu, kata dia, suaminya bekerja memasukan chemical ke hotel-hotel. Seringkali, pihak hotel menanyakan lokasi tempat laundry linen yang bagus. Ia pun, mencium potensi bisnis.
"Kami lalu kepikiran dan akhirnya membuat laundry. Yang jual jasa laundry saat itu belum banyak. Lagi pula kan nggak akan basi kayak makanan," katanya.
Jaringan gas PNG
Reny menilai, salah satu elemen penting yang sangat menunjang bisnisnya adalah gas. Karena tanpa gas, perusahannya tak akan bisa berjalan. Gas, sangat dibutuhkan untuk laundry. Terutama, untuk mengeringkan linen-linen hotel.
"Dua elemen penting dalam bisnis laundry ini yakni kami memerlukan gas dan listrik," katanya.
Seorang warga menunjukkan meteran jaringan gas rumah tangga (Ilustrasi).
Setiap hari, total penggunaan gas untuk bisnisnya itu sekitar 50 hingga 60 tabung kecil. Namun, saat ini tabung gas isinya tak seperti dulu karena sekarang lebih cepat habis.
"Biaya gas yang kami keluarkan setiap hari sekitar Rp 1.320.000. Ini hari biasa ya, kalau weekend lebih besar lagi," katanya.
Reny berharap, ada keberpihakan dari pemerintah terhadap usahanya. Karena, bagaimanapun ia berhasil memberdayakan masyarakat sekitar tempat usahanya dengan merekrut menjadi pegawai.
"Satu hal yang kami harapkan dukungan dari pemerintah. Yakni, ada akses untuk mempermudah kami mendapatkan gas seperti mendapatkan jaringan gas dari PGN," harap Reny.
Menurut Reny, sebenarnya, ia pernah disurvei oleh PGN untuk dilihat kebutuhan gas dan tempat usahanya. Saat itu, ia sangat bahagia karena sudah pasti harga gas dari PGN lebih murah dibandingkan gas elpiji yang sekarang ia gunakan.
"Kalau saya lihat, gas PGN lebih murah 30 persen. Jadk kan lebih irit dan lebih mudah mendapatkannya. Tapi sayangnya, sampai sekarang belum ada tindak lanjut lagi," kata Reni. Dia menyakini bila bisa mendapatkan akses gas PGN, maka usahanya akan semakin berkembang.
Menurut Kepala Dinas ESDM Jabar, Bambang Tirtoyuliono, kebutuhan gas di Jabar cukup tinggi. Namun, untuk gas alam hampir mayoritas dikelola PGN. Di Jabar sendiri, jaringan pipa utamanya umumnya di Pantura yakni Bekasi, Karawang. Serta, di Sukabumi dan lainnya
Potensi gas alam di Jabar, kata dia, di perkirakan 5 sampai 6 juta meter kibik. Namun, potensi yang ada belum bisa termanfaatkan dengan optimal. Persoalannya, investasi infrastruktur di Jabar masih menjadi kendala.
"Kami mendorong pemanfaatan gas. Kalau Pemda kan belum ada regulasi bisa mengelola kecuali di lakukan oleh BUMD bisnis to bisnis," katanya.
Bambang mengatakan, dinasnya mendorong BUMD yang ada di Jabar untuk membuat bisnis plan pengelolaan gas untuk kepentingan komersil dan rumah tangga. Pihaknya berharap, BUMD bisa kerja sama dengan PGN.
"Memang harus kerja sama dengan pemilik infratruktur gas baru didistribauskan. Ya bisa membangun pipa sekunder tersier atau pakai jalan transprotasi," katanya.
Selama ini, pihaknya belum pernah menghitung dari dana APBD untuk membangun jaringan gas. Oleh karena itu, dia mendorong kerja sama B to B. Yakni, antara Pemerintah daerah dan pusat berkolabarasi. Kerja sama ini, harus dilakukan karena infrstruktur pendukung gas alam Bandung raya belum terlalu besar.
"Kebutuhan gas untuk rumah tangga dan industri di Bandung Raya, tinggi. Jadi harus ada skema kerja sama antara PGN dan BUMD kita," katanya.
Bambang pun bersyukur, untuk kebutuhan rumah tangga di Jabar pemerintah ada kepedulian. Yakni, dengan memberikan bantuan ke rumah tangga yang sudah ada infrastrukturnya
"Sebanyak 6.000 rumah tangga di Jabar sudah dibantu jaringan gasnya oleh PGN dari APBN. Nah 2019, sebanyak 20 ribu rumah tangga ya g akan dibantu. Saya belum dapat informasi konkrit tapi kemungkinan yang dibantu Cirebon, Depok, Sukabumi dan daerah yang sudah ada infrastrukturnya," paparnya.
Melalui program bantuan tersebut, kata dia, pemerintah memberikan bantuan membangun infrastruktur hingga meteran. Yakni, dengan menggunakan infrstruktur gas yang dikelola dan dibangun oleh PGN. "Nah warga jadi tinggal membayar gas perbulannya," katanya.
Menurut Pengamat Ekonomi dari Unpas, Acuviarta Kartabi, penggunaan gas alam akan lebih efisien karena gas alam diproduksi oleh kita bukan impor. Sekarang, tinggal investasi untuk distribusi ke konsumen industri maupun rumah tangga. Di beberapa negara, penggunaan gas bumi ini bisa menurunkan cost produksi.
"Gas alam ini, jauh lebih murah dari elpiji. Memang, investasi di awal distribusinya tinggi untuk membangun jaringan. Tapi, harganya bisa 30 persen lebih murah. Ini sangat berarti untuk usaha apalagi UMKM," katanya.
Acuviarta menilai, pembangunan infrastruktur gas alam saat ini lebih ke luar Jawa. Karena, pemerintag membangun ke Luar Jawa jadi banyak memberikan insentif dengan alasan pemerataan. Padahal, Jabar dekat dengan konsumen seharusnya jadi prioritas pembangunan infrastruktur gas.
"Jadi tak hanya pemerataan, pembangunan infrastruktur gas harus melihat wilayah prioritas juga," katanya.
Acuviarta mengatakan, langkah Pemprov Jabar untuk mendorong BUMDnya masuk ke bisnis pengelolaan gas alam cukup tepat. Apalagi, kalau akan menggandengkan BUMD dan BUMN pengelola gas agar jaringan gas bumi di Jabar bisa dibangun semakin masif. Sehingga, bisa membantu menekan biaya produksi UMKM.
Berdasarkan data yang dihimpun Republika, proyek pembangunan jaringan gas (jargas) bisa berdampak pada penghematan bagi penggunanya, baik rumah tangga maupun industri. Proyek juga disebut berdampak pada terbukanya lapangan kerja.
Manfaat jargas bagi negeri jika dihitung per 1 juta sambungan rumah tangga memberikan penghematan subsidi APBN untuk subsidi LPG Rp 1,19 triliun per tahun. Penghematan masyarakat mencapai Rp 7,9 miliar per tahun.