REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kembalinya Rudiantara ke PT PLN (Persero) sebagai direktur utama diharapkan dapat mengatasi masalah di dalamnya. Nama Rudiantara kemarin, Senin (9/12), disebut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan telah dipastikan akan ditunjuk Presiden Joko Widodo sebagai Dirut PLN.
Nantinya Rudiantara akan bertemu dengan sejumlah isu kelistrikan yang harus segera dituntaskannya. "Kondisi PLN saat ini menghadapi soal tentang kecepatan menyelesaikan program listrik 35.000 Mega Watt (MW) yang belum terselesaikan hingga saat ini," ujar Pengamat BUMN Toto Pranoto saat dihubungi Antara di Jakarta, Selasa (10/12).
Menurut Toto, proyek listrik 35.000 MW tersebut merupakan program sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Proyek listrik 35.000 MW namun belum tuntas hingga sekarang.
"Di sisi lain, PLN juga menghadapi situasi kelebihan pasokan listrik di Jawa, sehingga diperlukan renegosiasi yang ketat dengan para mitra Independent Power Producer (IPP) agar tidak merugikan PLN," katanya.
Selain itu, lanjut Toto, PLN juga harus mengelola aspek keuangan dengan ketat mengingat sebagian besar investasi dibiayai dengan utang dalam bentuk mata uang asing, sementara penjualan di dalam negeri menggunakan rupiah.
"Dibutuhkan manajemen hedging yang kuat, dengan demikian tantangan ini mengharuskan PLN butuh CEO yang kuat," kata pengamat BUMN tersebut.
Sebelumnya Staf khusus Kementerian BUMN Arya Sinulingga menyampaikan bahwa Tim Penilai Akhir (TPA) menunjuk Rudiantara sebagai Direktur Utama PT PLN (Persero). Menurut dia, mantan Menteri Komunikasi dan Informatika itu dinilai mampu untuk mengejar program pembangunan pembangkit 35.000 MW hingga menekan impor bahan bakar minyak.
"Yang terbaik dalam kondisi ini Pak Rudiantara yang dibutuhkan PLN," ujar Arya di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (9/12). "Pak Jokowi bilang impor tekan terus, PLN termasuk yang harus tekan impor dan Pak Rudiantara tepat untuk melakukan itu," ucap Arya.
Arya menyampaikan keputusan menunjuk Rudiantara sebagai direktur utama PLN telah disepakati tim penilai akhir (TPA). TPA tersebut terdiri atas Presiden Joko Widodo (Jokowi), Menteri BUMN Erick Thohir, dan Menteri ESDM Arifin Tasrif. Keputusan resmi akan disampaikan dalam RUPS.
"Tinggal RUPS saja, dalam waktu dekat," kata Arya.
Arya mengatakan RUPS PLN tak sekadar menunjuk Rudiantara sebagai dirut, melainkan juga adanya wakil direktur utama (wadirut) PLN. "Banyak yang dirombak. Tunggu tanggal mainnya," ucap Arya.
Arya menilai kehadiran posisi wadirut untuk memberikan penguatan terhadap kinerja manajemen PLN ke depan. "Untuk memperkuat sebab ke depan PLN ini akan sangat banyak isu di sana dan perlu diperkuat," kata Arya.
Rudiantara sendiri sebetulnya tidak asing dengan PLN dan lingkungan perusahaan BUMN. Ketika dirinya menjabat sebagai Wakil Direktur Utama PLN periode 2008-2009, Rudiantara pernah terlibat dalam pencarian pendanaan perusahaan terutama pinjaman untuk proyek pembangkit listrik 10.000 MW.
Kemampuannya sebagai sosok visioner juga telah dia buktikan ketika menjadi Menkominfo periode 2014-2019 melalui keberhasilan membangun jaringan Palapa Ring, dalam rangka memeratakan akses telekomunikasi serta internet di seluruh Indonesia.
Rudiantara merupakan alumnus Universitas Padjadjaran, Bandung, pada 1990-an. Sebelum menduduki posisi Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara pernah menduduki posisi sebagai Sekretaris Jenderal Asosiasi Telepon Seluler Indonesia (ATSI)
Ia juga tidak asing di dunia pemasaran, sejak mengabdi di Telkomsel, kemudian menjadi Direksi di Excelcomindo Pratama yang kemudian menjadi XL Axiata. Ia juga pernah menjabat sebagai General Marketing Manager Indosat pada 1990-an.
Selain berkiprah di sektor telekomunikasi, Rudiantara juga pernah dipercaya menjadi Wakil Dirut di Semen Gresik. Ia pun kembali lagi di sektor telekomunikasi dengan menjadi Komisaris di PT Telkom kemudian menjabat Komisaris di PT Indosat.
Pekerjaan rumah yang dihadapi Rudiantara memang tidak sedikit. Selain menekan impor bahan bakar minyak dan pembangunan pembangkit 35.000 MW, masih ada isu capaian rasio elektrifikasi. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di era pemerintahan Jokowi sebelumnya, Ignasius Jonan mengatakan capaian rasio elektrifikasi pada 2020 mendatang ditargetkan dapat menyentuh angka 100 persen. Hal tersebut agar seluruh masyarakat Indonesia dapat menikmati listrik setidaknya untuk penerangan.
Selama lima tahun terakhir capaian elektrifikasi sebenarnya sudah mencapai 85 persen. Tahun ini bahkan ditargetkan capaian elektrifikasi bisa mencapai angka 99 persen.
Kasus pemadaman listrik massal yang terjadi 4 Agustus tahun ini juga menjadi salah satu tantangan yang akan dihadapi Rudiantara. Monitoring dan evaluasi terhadap kondisi infrastruktur kelistrikan, seperti peningkatan jaringan transmisi dan distribusi, gardu induk, serta infrastruktur pendukung lainnya secara nasional dalam meningkatkan kualitas jaringan ketenagalistrikan, hanya sebagian dari PR yang menanti Rudiantara.