REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana menyebut masa depan pemberantasan korupsi di era Jokowi-Ma'ruf Amin akan terlihat suram. Sebab, saat ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang diperlemah dengan regulasi yang ada dan KPK diisi oleh para figur kurang mumpuni.
"Sampai dengan hari ini, tidak ada solusi dari Presiden Jokowi untuk menyelamatkan KPK. Seharusnya, Presiden harus mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang atau Perppu KPK karena regulasi terkait Undang-Undang (UU) KPK baru ini sangat membahayakan bagi pemberantasan korupsi kedepannya," katanya kepada wartawan usai acara Iluni UI 'Arah Pemberantasan Korupsi Era Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin' di Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Senin (9/12).
Menurutnya, banyak permasalahan yang harus diselesaikan di era Jokowi-Ma'ruf Amin. Salah satunya kasus Novel Baswedan yang sampai saat ini belum diselesaikan oleh era pemerintahan Jokowi.
Ia menambahkan hal tersebut seharusnya bisa segera diselesaikan tetapi sudah lebih dari dua tahun tidak ada penyelesaian untuk kasus tersebut.
Selain itu, ia menyesalkan adanya pemberian grasi kepada Annas Maamun selaku terpidana kasus korupsi. Hal tersebut semakin menggambarkan kalau komitmen pemberantasan korupsi dari Presiden Jokowi layak untuk dipertanyakan.
"Ada apa ini semua? banyak kasus yang tidak terselesaikan. Kasus Novel Baswedan belum selesai terus pemberian grasi kepada Annas Maamun. Sebenarnya ada dasar hukum grasi di Indonesia? ditambah nantinya akan ada pimpinan KPK yang baru. Jujur saya pesimis KPK akan lebih baik kedepannya," kata dia.
Sementara itu, Akademisi Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Junaedi Saibih mengatakan UU KPK yang baru membuat lembaga tersebut lemah bahkan lumpuh karena isi UU KPK merugikan masyarakat dan menguntungkan bagi para pejabat kepentingan.
Junaedi menambahkan harus ada pertimbangan identifikasi yang harus diungkapkan. Seperti perlu peningkatan sinergitas lembaga pemerintah pusat dalam upaya pemberantasan korupsi dengan asas kesetaraan kewenangan dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM).
Perppu KPK
Secara terpisah, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan bahwa dirinya belum menutup peluang atas opsi penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jokowi menyatakan, pertimbangan untuk menerbitkan Perppu akan dimatangkan setelah UU KPK hasil revisi sepenuhnya berjalan, lengkap dengan Dewan Pengawas dan pimpinan KPK yang baru.
Presiden Joko Widodo memberikan sambutan seusai menyaksikan drama bertajuk Prestasi Tanpa Korupsi di SMKN 57 Jakarta, Jakarta Selatan, Senin (9/12).
"Sampai detik ini kita masih melihat, mempertimbangkan, tapi kan UU-nya belum berjalan. Kalau sudah komplet, sudah ada dewas, sudah ada pimpinan KPK yang baru nanti kita evaluasilah. Kita harus evaluasi program yang hampir 20 tahun ini berjalan," kata Jokowi di SMKN 57 Jakarta, Senin (9/12).
Ada sejumlah bahan evaluasi terhadap sistem pemberantasan korupsi yang menurut Jokowi perlu jadi perhatian. Pertama, ujar Jokowi, bahwa penindakan terhadap pelaku korupsi perlu dilakukan. Namun, ada langkah penting yang juga perlu digencarkan yakni pencegahan.
"Pembangunan sistem itu menjadi hal yang sangat penting dalam rangka memberikan pagar-pagar agar penyelewengan itu tidak terjadi," kata Jokowi.
Poin kedua, Jokowi memandang bahwa proses rekrutmen politik atau masuknya kader ke dalam partai politik harus kembali diatur agar tak menimbulkan beban biaya besar bagi kader. Ia tak ingin kader parpol justru 'tengok kanan-kiri' begitu sudah mendapat jabatan atau posisi demi mengembalikan modal awal masuk parpol.
Ketiga, Jokowi ingin adanya evaluasi menyeluruh terhadap seluruh kegiatan pencegahan dan pemberantasan korupsi di Tanah Air. Kemudian poin keempat, Presiden mendukung adanya penindakan dalam bentuk Operasi Tangkap Tangan (OTT) para terduga koruptor. Namun, Jokowi juga mendorong adanya perbaikan sistem yang bisa masuk ke dalam instansi pemerintah agar kejadian serupa tak terulang.