REPUBLIKA.CO.ID, AMBON -- Tenaga medis yang bertugas di Puskesmas Perawatan Bula Kabupaten Seram Bagian Timur, Maluku melakukan aksi mogok kerja. Aksi ini sebagai protes atas tunjangan perbaikan penghasilan (TPP) yang terima lebih kecil dibanding yang didapat pegawai pada Dinas Kesehatan setempat.
Aksi mogok tenaga medis yang bertugas di Puskesmas perawatan Bula berlangsung Sabtu (7/12) dengan menggembok pagar puskesmas. Para petugas medis juga menempelkan berbagai poster bertuliskan tuntutan di pintu masuk dan pagar puskesmas.
"Aksi mogok ini dilakukan karena kami merasa adanya diskriminasi pembagian TPP antara petugas Puskesmas dan pegawai struktural di Dinas Kesehatan SBT," ujar koordinator aksi, Zainal Rumakefing, Sabtu.
Para tenaga medis berkeberatan diberikan TPP hanya sebesar Rp300 ribu per orang. Sedangkan, pegawai pada Dinas Kesehatan SBT memperoleh Rp1 juta hingga Rp3 juta sesuai dengan golongan.
Menurut Zainal, seharusnya tenaga medis pada Puskesmas diperhatikan kesejahteraannya. Sebabnya, tenaga medis merupakan garda terdepan bagi peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat di kabupaten tersebut. Aksi mogok kerja dilakukan tanpa batas waktu hingga ada kejelasan dari Dinas kesehatan maupun Pemkab SBT menyangkut pembagian TPP tersebut.
"Aksi mogok kerja ini tidak hanya dilakukan di Puskesmas Bula, tetapi oleh seluruh petugas medis yang bertugas di 15 Puskesmas yang ada di SBT," katanya
Dalam aksi mogok tersebut, para medis juga menyampaikan empat tuntutan mereka. Yakni, menolak keputusan tim TPP kabupaten SBT, menuntut adanya kesamaan hak dan kewajiban seperti yang diperoleh ASN di lingkup Pemkab SBT dikarenakan beban dan resiko kerja yang tinggi.
Paramedis menyatakan tidak akan memberikan pelayanan rawat jalan kepada warga terhitung 7 Desember 2019, dikarenakan pertemuan mereka berdama Kepala Bappeda serta kepala Keuangan dan Aset Daerah, Pemkab SBT sejak setahun lalu, tidak dipenuhi. Mereka juga menyatakan kekecewaaan terhadap penjelasan yang disampaikan Kepala Bagian Hukum, Pemkab SBT bahwa TPP tidak akan direvisi, dinilai sebagai ejekkan melecehkan profesi para tenaga medis.
Mereka juga berharap pemkab SBT segera memperhatikan aspirasi serta tuntutan penyesuaian hak dan kewajiban terhadap tenaga medis dan ASN lainnya. Sehingga, tidak berdampak mengganggu aktivitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat.