Jumat 06 Dec 2019 23:08 WIB

Angka Kemiskinan di Purbalingga Jadi Polemik

Pemkab Purbalingga sedang melakukan verifikasi dan validasi mengenai data kemiskinan

Rep: Eko Widiyatmo/ Red: Agung Sasongko
Kemiskinan (ilustrasi)
Foto: Act
Kemiskinan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, PURBALINGGA -- Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi menyebutkan, ketersediaan data valid merupakan elemen penting dalam pelaksanaan pembangunan di daerah. ''Data yang akurat dan valid ini memiliki peran strategis dalam merumuskan kebijakan pemerintah agar tepat sasaran,'' jelasnya, Jmat (6/12).

Termasuk dalam masalah kemiskinan, Bupati mengakui, saat ini masih terjadi polemik di desa terkait dengan masalah data. Hal ini mengingat masih adanya warga yang harusnya menerima bantuan dari pemerintah, ternyata tidak mendapat bantuan karena belum masuk data base.

Untuk itu, Pemkab Purbalingga sedang melakukan verifikasi dan validasi mengenai Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). ''Hal ini kita lakukan agar bantuan-bantuan yang diberikan bisa benar-benar tepat sasaran,'' katanya.

Dia juga menyatakan, Pemkab Purbalingga saat ini sedang berupaya keras agar angka kemiskinan bisa terus turun. ''Kita memiliki target ke depan agar angka kemiskinan di Purbalingga bisa menjadi satu digit,'' katanya.

Masalah kemiskinan di Purbalingga, sebelumnya disampaikan Kepala BPS Jateng Sentot Bangun Widoyono MA dalam kegiatan Forum Group Discussion (FGD) Expose Data Strategis Kabupaten Purbalingga. Dalam kegiatan tersebut, dia menyebutkan angka kemiskinan di Purbalingga masih terus mengalami penurunan meski belum mencapai 1 digit.

''Pada tahun 2018, angka kemiskinan di Purbalingga tercatat sebesar  15,62 persen. Namun pada Maret 2019, angka kemiskinan ini turun menjadi  15,05 persen,'' jelasnya.

Dia menyebutkan, hal yang menggembirakan antara lain berupa adanya penurunan pada tingkat kedalaman kemiskinan. ''Mereka yang tadinya berada di kerak kemiskinan, saat ini mulai terangkat meskipun belum sukses melewati batas garis kemiskinan,'' katanya.

Sentot menjelaskan, untuk mengukur kemiskinan makro, penduduk miskin didefinisikan sebagai penduduk/keluarga yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Namun dia menyebutkan, garis kemiskinan ini setiap tahun akan mengalami kenaikan kenaikan harga/inflasi pasti selalu terjadi.

Untuk itu dia mengakui, upaya pengentasan kemiskinan memang cukup sulit dilakukan karena harus berkejaran dengan angka inflasi. Bahkan dia mencontohkan, bila laju inflasi mencapai 5 persen per tahun,  maka tingkat kemiskinan akan meningkat jadi 17,7 persen. ''Hal ini karena mereka yang tadinya masuk kategori ‘hampir miskin’, bisa kembali terjerembab  kategori miskin,'' katanya.

Sentot juga menyebutkan,  masalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Purbalingga juga masih masuk kategori sedang, yakni 68,41 pada tahun 2018. Dari beberapa komponen IPM, diketahui aspek capaian pendidikan di Purbalingga yang masih rendah. Mulai dari tingkat Harapan Lama Sekolah yang baru 11,94 tahun, dan Rata-rata Lama Sekolah yang baru 6,87 tahun.

''Saya menduga, masih rendahnya IPM di Purbalingga karena warga yang sudah sarjana banyak yang tidak mau kerja di Purbalingga. Hal ini mengingat rata-rata lama sekolah ini kita hitung pada warga yang berusia 25 tahun ke atas,'' jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement