Jumat 06 Dec 2019 04:11 WIB

Apeksi: Pemerataan Pendidikan Butuh Waktu

Tak meratanya pendidikan bagi anak miskin dan kata jadi salah satu sorotan PISA.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Gita Amanda
Tidak meratanya pendidikan bagi anak miskin dan kaya menjadi salah satu sorotan dalam hasil kajian Programme for International Student Assessment (PISA). Pendidikan nasional (ilustrasi)
Tidak meratanya pendidikan bagi anak miskin dan kaya menjadi salah satu sorotan dalam hasil kajian Programme for International Student Assessment (PISA). Pendidikan nasional (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tidak meratanya pendidikan bagi anak miskin dan kaya menjadi salah satu sorotan dalam hasil kajian Programme for International Student Assessment (PISA). Di dalam laporan PISA menunjukkan 64 persen siswa dari keluarga miskin bersekolah di sekolah yang kurang baik kekurangan guru dan bahan ajar.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi), Airin Rachmi Diany berpendapat pendidikan di Indonesia membutuhkan waktu untuk lebih merata. Hal ini juga dipengaruhi oleh kebijakan zonasi yang baru mulai dilakukan di banyak daerah beberapa tahun terakhir.

Baca Juga

"Ini butuh waktu, dan menurut saya kebijakan zonasi itu baik, tapi butuh waktu. Jakarta itu menurut saya sudah ideal untuk melakukan zonasi. Nmaun, bagi kami yang di daerah itu belum selengkap di Jakarta sehingga pasti akan terjadi sebuah proses," kata Airin, ditemui di sela Rapat Koordinasi Komisariat Wilayah (Rakorkomwil) Apeksi, di Balai Kota Tangerang, Kamis (5/12).

Ia mengatakan, dengan adanya kebijakan zonasi sebenarnya pemerintah daerah terdorong untuk terus meningkatkan kualitas dan kuantitas sekolah. Hal ini perlu selalu dilakukan agar seluruh anak usia sekolah mendapatkan haknya dalam memperoleh pendidikan.

Airin menceritakan setiap tahun selalu ada demo dari masyarakat terkait zonasi. Pemerintah daerah akhirnya harus memenuhi kebutuhan masyarakat sehingga tidak menimbulkan keresahan.

"Yang positif, kami dipaksa dalam tanda kutip, karena setiap tahun pasti ada demo terkait zonasi. Maka setiap tahun kita mendorong agar gimana sekolah yang biasa saja bisa menjadi sekolah favorit," kata Airin menjelaskan.

Pekerjaan rumah kepala daerah terkait pendidikan, kata Airin adalah bisa memenuhi kebutuhan jumlah sekolah. Sehingga, daya tampung sekolah bisa memenuhi jumlah siswa setiap jenjang.

"Pasti akan terjadi sebuah proses, bagaimana kepala daerah dipaksa dalam menyiapkan sarana pra sarana untuk menyiapkan setiap sekolah jadi sekolah favorit. Nah, jelang proses itulah hal yang dirugikan anak didik kita. Tapi semuanya butuh proses," kata Airin menegaskan.

Wali Kota Tangerang Selatan ini mengatakan, untuk meningkatkan pendidikan penting untuk perbaikan kualitas sekolah dan waktu yang tidak sebentar. Ia pun berharap, ke depannya pemerintah pusat tidak terlalu sering mengubah kebijakan sehingga pemerintah daerah tidak kesulitan dalam mempersiapkan peningkatan kualitas pendidikan.

"Jangan terlalu sering bikin kebijakan yang berbeda-beda. Seperti dulu 2013 sudah siap-siap tiba-tiba ganti lagi berubah lagi. Sebenarnya sesuatu hal yang terbaik adalah evaluasi apa yang terjadi kekurangan, lalu diisi kekurangan itu," kata Airin.

Sebelumnya, Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) merilis hasil PISA 2018, Selasa (3/12). Pada penilaian ini, Indonesia masih termasuk negara dengan nilai yang rendah dibandingkan dengan negara lainnya.

Kepala Divisi Anak Usia Dini dan Sekolah OECD, Yuri Belfali melaporkan catatan terkait kemampuan siswa Indonesia. Misalnya adalah kemampuan siswa Indonesia dalam membaca meraih skor rata-rata 371, jauh di bawah rata-rata OECD yakni 487.

Siswa Indonesia, disebutkan Yuri bagus dalam pemahaman untuk single text tetapi lemah di dalam memahami multiple text. "Siswa Indonesia pandai dalam mencari informasi, mengevaluasi dan merefleksi informasi, tapi lemah dalam memahami informasi," kata Yuri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement