Rabu 04 Dec 2019 21:29 WIB

Bamsoet Mundur, Pengamat: Pemerintah Ingin Kendalikan Golkar

Bamsoet telah mundur dari bursa pencalonan ketua umum Golkar.

Rep: Ali Mansur, Dessy Suciati Saputri/ Red: Andri Saubani
Wakil Koordinator Bidang (Wakorbid) Pratama Partai Golkar Bambang Soesatyo tiba untuk menyerahkan berkas pendaftaran bakal calon ketua umum (caketum) Partai Golkar di DPP Partai Golkar, Jakarta, Senin (2/12/2019).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Wakil Koordinator Bidang (Wakorbid) Pratama Partai Golkar Bambang Soesatyo tiba untuk menyerahkan berkas pendaftaran bakal calon ketua umum (caketum) Partai Golkar di DPP Partai Golkar, Jakarta, Senin (2/12/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), Ujang Komarudin menilai intervensi pemerintah terhadap Musyawarah Nasional (Munas) 2019 Partai Golkar untuk mengendalikan partai berlambang pohon beringin tersebut. Akibat dari intervensi tersebut, Wakil Ketua Bidang Pratama Partai Golkar, Bambang Soesatyo (Bamsoet) secara mengejutkan mundur dari bursa pemilihan ketua umum Partai Golkar.

"Selalu ada intervensi presiden. Karena pemerintah ingin kendalikan kekuatan Golkar yang menjadi jangkar politik Indonesia. Harus dijinakkan agar Golkar tidak liar, nakal dan menjadi kekuatan oposisi, itu bisa mengancam pemerintah," ujar Ujang saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (5/12).

Baca Juga

Menurut Ujang, jika kader Golkar ingin menjadi ketua umum setidaknya harus memiliki dua modal penting. Selain mempunyai dana besar, tapi juga harus mendapatkan restu dari istana dan kali ini yang memperoleh restu adalah Airlangga Hartarto. Artinya, kata Ujang, Partai Golkar tidak bisa memiliki ketua umum tanpa tanpa restu dari pemerintah.

"Karena tanpa restu itu sulit bagi orang tertentu untuk bisa jadi ketua umum. Sekalipun Golkar adalah besar yang menduduki peringkat kedua suara terbanyak di parlemen," tutur Ujang.

 

Ujang menjelaskan, sebenarnya keinginan pemerintah untuk mengendalikan Partai Golkar sudah dari dulu. Itu dibuktikan dengan diangkatnya Letjen (Purn) TNI Lodewijk Freidrich Paulus menjadi Sekretatis Jenderal (Sekjen) Partai Golkar, padahal sebelumnya dia bukanlah kader partai. Maka tak heran jika disebutkan bahwa Lodewijk adalah sosok titipan pemerintah yang ada dikepengurusan partai. Melihat fakta itu, Ujang menyebut bahwa Partai Golkar sangat dirugikan.

"Jelas kerugian besar bagi partai sekelas Golkar tidak bisa berkutik. Akibatnya tidak ada kader terbaik yang bisa menjadi capres-cawapres, di kabinet jilid II hanya mendapatkan menteri di level koordinator," kata Ujang menyayangkan.

Selain itu, dalam berdemokrasi intervensi pemerintah terhadap partai politik sangat tidak sehat. Seharusnya, pemerintah membiarkan partai melakukan demokrasi di skala internal berjalan dengan baik.

Sehingga, seluruh kekuatan potensi kader itu muncul dan diharapkan ada kompetisi yang sehat. Tetapi kenyataannya tidak demikian, karena ada intervensi maka tidak ada ruang demokratisasi dalam diri parpol.

"Secara kelembagaan partai politik juga tidak jalan, karena tidak mencerminkan sebagai partai yang menjalankan nilai-nilai demokrasi secara bagus. Tapi yang terjadi ada intervensi ada olgarki ada permainan politik, elit-elit dengan kepentingannya masing-masing," keluh Ujang.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah membantah tudingan keterlibatan dirinya dan sejumlah menterinya dalam perebutan kursi ketua umum Partai Golkar. Menurutnya, penyelenggaraan munas merupakan urusan internal Partai Golkar.

Sebagai partai yang besar, kata Jokowi, Golkar tak mungkin diintervensi oleh menteri dan pihak eksternal.

"Munas itu urusan internal Golkar dan sebagai partai besar tidak mungkin bisa diintervensi menteri dan pihak eksternal," kata Jokowi saat berbincang dengan awak media di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (2/12).

Ia pun tak mempermasalahkan beredarnya isu tersebut. Menurutnya, isu-isu seperti itu merupakan hal yang biasa di dalam politik.

"Tapi kalau bisa intervensi hebat benar. Apa urusannya Setneg dengan Munas Golkar, itu urusan internal partai," ujar dia.

Lebih lanjut, Jokowi juga mengingatkan sejumlah menterinya yang berasal dari partai berlambang pohon beringin itu, seperti Luhut Binsar Pandjaitan, Agus Gumiwang, dan  Zainuddin Amali. Saat bertemu dengan para anggota DPD Partai Golkar, ia pun mengaku hanya membahas terkait masalah kenegaraan.

"Saya kira biarkanlah Golkar secara demokratis menentukan arah ke depan pimpinannya," tambahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement