Senin 02 Dec 2019 23:14 WIB

Pabrik Gawai Ilegal Kecoh Aparat dengan Modifikasi Ruangan

Pabrik gawai ilegal dibuat seolah hanya terlihat menjual aksesori gawai.

Ponsel pintar (Ilustrasi)
Foto: Republika TV/Muhammad Rizki Triyana
Ponsel pintar (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolres Jakarta Utara, Kombes Polisi Budhi Herdi, menyatakan, pabrik gawai ilegal di Jakarta Utara dengan memodifikasi ruangan tersembunyi untuk mengelabuhi aparat penegak hukum. Pabrik dibuat seolah hanya menjual aksesori gawai.

"Awalnya terlihat hanya aksesori gawai, tetapi di balik lemari ada ruangan untuk merakit gawai," ungkap Kapolres saat jumpa pers di Ruko Toho, Penjaringan, Senin (2/12).

Baca Juga

Budhi menjelaskan, saat pengerebekan oleh polisi, di ruko tersebut hanya didapatkan delapan karyawan. Namun ternyata 21 karyawan lainnya berada di dalam ruangan tersebunyi tersebut.

Berdasarkan pantauan di lapangan, pabrik gawai ilegal itu berlokasi di Ruko Blok 28 dan 30 dengan empat lantai. Lantai pertama digunakan sebagai tempat gawai-gawai rongsokan yang rusak untuk diperbaiki kembali.

Sementara ruang tersebunyi itu berada di lantai dua. Ruang itu tidak terlihat karena memanfaatkan pintu masuk melalui lemari yang telah dimodifikasi. Karyawan yang ingin masuk ke dalam, harus menundukan kepala melalui satu celah kecil. Di dalam ruangan itu, seluruh komponen-komponen gawai yang diimpor dari Cina dirakit menjadi gawai siap dipasarkan.

Polres Metro Jakarta Utara mengungkap pabrik gawai ilegal di Ruko Toho, Kelurahan Kamal, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Tersangka memanfaatkan ruko sebagai tempat tinggal keluarganya sekaligus tempat usaha perakitan gawai secara ilegal.

Pabrik gawai itu beroperasi sekitar dua tahun dan diperkirakan merugikan negara mencapai Rp 12 miliar. Polisi telah menetapkan pelaku sekaligus pemilik usaha berinisial NG sebagai tersangka.

Tersangka dijerat Undang-Undang Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan dengan pidana paling lama lima tahun penjara. Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi dengan pidana paling lama satu tahun penjara serta denda Rp 100 juta.

Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dengan pidana penjara paling lama empat tahun serta denda paling besar Rp 400 juta. Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling besar Rp 2 miliar.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement