REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat terorisme Al Chaidar mengatakan pengawasan terhadap majelis taklim tidak terlalu penting. Sebab, dia melanjutkan, kegiatan majelis taklim tidak pernah dikaitkan dengan radikalisme dan terorisme atau tindakan tindakan intoleransi.
"Hanya saja, selama ini memang majelis taklim perlu diatur level volume suara microphone," kata Al Chaidar di Jakarta, Senin (2/12).
Kendati demikian, Al Chaidar menilai, pendaftaran majelis taklim ke pemerintah mungkin justru akan membantu pemerintah untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat. "Majelis Taklim didaftar tidak akan bermasalah malah akan lebih baik karena kemungkinan akan diberikan bantuan ataupun program-program dari pemerintah," kata Al Chaidar
Dia mengimbau masyarakat agar tidak perlu khawatir dengan rencana Kementerian Agama tersebut. Dia mengatakan, kebijakan itu bisa saja dilakukan untuk membuat program-program terhadap majelis taklim.
Hal ini, dia melanjutkan, tak lepas dari potensi besar yang sebenarnya memiliki komunikasi yang dimiliki majelis taklim dalam peran pembangunan. Menurutnya, majelis juga memiliki komunikasi politik yang bisa dibangun dari hal-hal yang sifatnya apolitis.
Seperti diketahui, Kementerian Agama (Kemenag) telah menerbitkan Peraturan Menteri Agama nomor 29 tahun 2019 tentang Majelis Taklim. Hal itu dilakukan untuk memperkuat pemahaman dan pengamalan ajaran Islam yang rahmatal lil alamin.
Kemenag beranggapan majelis taklim juga perlu diatur untuk membentengi masyarakat dari paham-paham radikal. Kebijakan juga dibuat agar pengelolaan majelis taklim dapat meningkat sehingga bisa lebih banyak menebar manfaat di tengah-tengah masyarakat.