Senin 02 Dec 2019 13:56 WIB

Gugatan Perdata Korban First Travel Ditolak Pengadilan

Putusan hakim membuat kecewa ratusan korban First Travel yang menghadiri persidangan.

Rep: Rusdy Nurdiansyah/ Red: Andri Saubani
Sidang putusan perdata aset First Travel di Pengadilan Negeri Depok, Senin (2/12).
Foto: Republika/Rusdy Nurdiansyah
Sidang putusan perdata aset First Travel di Pengadilan Negeri Depok, Senin (2/12).

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Majelis hakim Pengadilan Negeri Depok menolak gugatan perdata korban penipuan perjalanan ibadah umrah First Travel. Putusan yang dibacakan oleh hakim ketua Raymon Wahyudi itu membuat ratusan calon jamaah yang menghadiri sidang kecewa, Senin (2/12).

"Majelis hakim menyatakan gugatan tidak dapat diterima dan menghukum para tergugat Rp 811 ribu," kata hakim Raymon yang membacakan putusan.

Baca Juga

Majelis hakim menilai gugatan perdata First Travel tidak jelas. Namun, ada perbedaan pendapat (dissenting opinion) majelis hakim dalam putusannya. Para penggugat adalah calon jamaah dan agen yang menjadi lima penggugat.

Sebanyak 3.200 calon jamaah korban penipuan perjalanan umrah First Travel melakukan gugatan perdata aset dan bos First Travel Andika Surachman dengan gugatan sebesar Rp 49 miliar. Para jamaah itu terkelompok menjadi lima penggugat, yakni penggugat I sebesar Rp 20 miliar, penggugat II sebesar Rp 2 miliar, penggugat III sebesar Rp 26,841 miliar, penggugat IV sebesar Rp 84 juta, dan penggugat V sebesar Rp 41,9 juta.

"Menimbang bahwa uriaan pertimbangan dan fakta hukum maka mejalis hakim, melihat ada penggugat tidak memenuhi persyaratan. Oleh karena itu, penggugat I,II, III, IV, dan V tidak memiliki kedudukan sah sehingga majelis hakim menilai gugatan ini cacat formil," kata anggota majelis hakim, Nugraha Medica Prakasa.

In Picture: Korban First Travel Pingsan Seusai Sidang Putusan Ditunda

photo
Salah satu korban First Travel, Sri Nurwati (kiri) pingsan seusai sidang gugatan perdata First Travel di Pengadilan Negeri Depok, Jawa Barat, Senin (25/11).

Meski sidang baru dimulai pukul 10.30 WIB, ratusan calon jamaah yang menjadi korban First Travel mulai berdatangan pada pukul 08.00 WIB dan tak henti-hentinya bershalawat. Para jamaah juga sempat berdoa bersama yang dipimpin salah satu jamaah, Slamet Subekti. Para jamaah juga membaca doa al-Fatihah sebanyak tiga kali.

"Kami berdoa dan berharap majelis hakim PN Depok bisa memutuskan dengan mengembalikan aset ke para jamaah atau pemerintah segera memberangkatkan jamaah menjalankan ibadah umrah," ujar Slamet.

Dia berharap, dengan hasil putusan gugatan perdata ini, pemerintah segera memberangkatkan 3.200 jamaah untuk menjalankan ibadah umrah. "Semoga doa kita diijabah Allah SWT. Amin," ujar Slamet.

Gugatan perdata para calon jamaah First Travel adalah langkah hukum sebagai perjuangan mengembalikan aset korban, Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) lewat putusan kasasinya memerintahkan aset First Travel disita untuk negara tercantum dalam putusan nomor 3096 K/Pid.Sus/2018.

Salah seorang korban First Travel, Asro Kamal Rokan, menolak hasil lelang harta kekayaan pemilik travel itu diserahkan ke negara. Asro dan keluarganya yang berjumlah 14 orang merugi sekitar Rp 160 juta. Ia merasa putusan itu sangat menyakitkan.

Ia mempertanyakan mengapa korban yang dirugikan, tetapi negara yang merampas aset First Travel. Putusan pengadilan dari tingkat pertama, banding, hingga kasasi yang memerintahkan aset First Travel disita untuk negara berbeda dengan tuntutan jaksa yang meminta aset dikembalikan kepada korban atau calon jamaah.

Dengan adanya perbedaan itu, Kejaksaan Agung selanjutnya memerintahkan Kejaksaan Negeri Depok menunda eksekusi aset pada kasus First Travel hingga selesai dilakukan kajian tindak lanjut kasus itu. Batas waktu penundaan eksekusi itu tidak ditentukan sembari kejaksaan mencari solusi mengembalikan aset nasabah yang mengalami kerugian.

 
 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement