REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) ingin terus menurunkan angka balita bertubuh pendek (stunting) hingga 14 persen di 2024 mendatang. Caranya dengan terus memperkuat konvergensi semua pihak di lintas sektor dan lembaga.
"Kami harus memperkuat konvergensi semua lintas sektor dan lembaga, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (pemda). Karena pemda juga harus bergerak, tidak bisa hanya pemerintah pusat," ujar Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes Kirana Pritasari, Jumat (29/11) malam.
Ia menegaskan, pemda harus bergerak di tingkat bawah mulai dari provinsi, kabupaten, hingga kota. Bahkan, dia melanjutkan, kalau memungkinkan tingkat desa karena pergerakan masyarakat di tingkat desa seperti pos pelayanan terpadu (posyandu) hingga pendidikan anak usia dini PAUD).
Selain itu, meski Kabinet Kerja baru satu bulan dilantik, Kirana menyebutkan pemerintah pusar sudah menggelar rapat hingga beberapa kali dengan wakil presiden, rapat dengan presiden khusus untuk membahas masalah stunting. Pihaknya ingin stunting kembali turun seperti target presiden yaitu menjadi 14 persen di 2024 mendatang.
Karena itu kemenkes akan mewujudkan target presiden. Pihaknya berkomitmen akan menambah intervensi-intervensi yang selama ini telah dilakukan supaya jangkauannya lebih luas dan jika memungkinkan mencari terobosan dan inovasi."Misalnya intervensi spesifik yang dilakukan Kemenkes seperti perubahan perilaku," ujarnya.
Ia menjelaskan, kalau selama ini upaya penurunan mengandalkan harus tatap muka langsung maka pihaknya mencari terobosan lain misalnya inovasi membuat aplikasi digital. Ia menyontohkan seperti buku kesehatan ibu dan anak (KIA) yang selama ini dalam bentuk buku bisa dalam bentuk digital supaya lebih luas informasinya.
Ia menambahkan, Kemenkes bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) karena lembaga tersebut juga bertanggung jawab untuk perubahan perilaku. Selain itu, Kirana menyebutkan intervensi penanganan stunting harus lebih hulu lagi ke kalangan remaja dengan pemberian tablet tambah darah (TTD) untuk mengatasi anemia yang bisa menyebabkan stunting.
Selain itu, pihaknya menyambut baik wacana Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy yang memiliki ide kursus calon pengantin.
"Jadi pemerintah harus bekerja lebih keras, tidak hanya pusat melainkan pemda karena kebijakannya kan anggaran tidak terkonsentrasi di pusat, ada dana dekonsentrasi di provinsi, dana alokasi kesehatan (DAK)," ujarnya.
Dengan membenahi stunting, ia menyebut ini akan memberbaiki nasib perkembangan anak-anak Indonesia dalam 15-20 tahun ke depan. "Kemudian anak-anak itu menjadi sumber daya manusia (SDM) yang unggul dan kompetitif. Jadi ini seiring dengan target pemerintah yang ingin memperbaiki kualitas SDM dalam lima tahun ke depan," ujarnya.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo menargetkan angka stunting (kondisi balita gagal tumbuh) berkurang hingga menjadi 14 persen pada 5 tahun ke depan."Angka stunting kita tinggi, dulu masuk 37 persen dan selama lima tahun terakhir bisa turun menjadi kurang lebih 27 persen. Selanjutnya 5 tahun ke depan bila dari Bappenas meminta targetnya 19 persen, saya masih tidak mau, saya ngotot (turun) ke 14 persen," kata Presiden Joko Widodo dalam Pembukaan Kompas100 CEO Forum tahun 2019 di Jakarta.