Jumat 29 Nov 2019 08:04 WIB

Melacak Jejak Bunyi Nusantara di Pameran Jaap Kunst

Ada kekhawatiran musik tradisional Indonesia hilang dan tak dikenal masyarakatnya.

 Seorang pengangon bebek memainkan bundengan di Wonosobo, Jawa Tengah.
Foto: ABC/Rosie Cook
Seorang pengangon bebek memainkan bundengan di Wonosobo, Jawa Tengah.

REPUBLIKA.CO.ID,

Oleh Inas Widyanuratikah

Baca Juga

Tepat 100 tahun yang lalu, seorang musisi yang juga lulusan hukum berkebangsaan Belanda bernama Jaap Kunst tiba di Indonesia. Sejak itulah, ia mulai terpikat dengan alunan gamelan hingga akhirnya memutuskan untuk menetap hingga tahun 1934.

Jaap Kunst banyak mempelajari dan meneliti musik di Jawa dan Bali. Selain itu, ia juga mengenal banyak jenis musik dari Sumatra, Nias, Sulawesi, Flores, hingga Papua. Selama 1919 hingga 1934, Kunst mendokumentasikan musik di Indonesia melalui rekaman dan video.

Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyelenggarakan pameran ‘Melacak Jejak Jaap Kunst’ di Museum Nasional Jakarta untuk mengingat jasa Jaap Kunst. Pameran ini berlangsung cukup lama, yakni dimulai pada 28 November 2019 hingga 10 Januari 2020.

Direktur Jenderal Kemendikbud Hilmar Farid mengatakan, pameran ini berbasis pada bunyi-bunyian yang direkam kemudian diwariskan oleh Jaap Kunst. “Dia melakukan pendokumentasian, merekam bunyi dari Nusantara. Jadi, kalau kita lihat betapa banyak musisi dunia ini yang kemudian terinspirasi oleh apa yang mereka dengar di sini. Pameran ini sangat signifikan, sangat penting,” kata Hilmar di Jakarta, Kamis (28/11).

Hilmar beranggapan, Jaap Kunst memiliki jasa yang begitu besar, hampir tidak ada tandingannya sejak dulu sampai sekarang. Jaap Kunst telah pergi ke tempat-tempat yang bahkan hingga saat ini masih terasa jauh, seperti Jailolo, Maluku Utara, dan daerah ujung barat Indonesia seperti Nias.

Di dalam pameran tersebut, diperkenalkan seorang Jaap Kunst yang pada awalnya tidak berniat meneliti musik di Nusantara. Dijelaskan di pameran tersebut, bagaimana awal mula Jaap Kunst mulai tertarik dengan musik di Nusantara, yakni gamelan.

Selain itu, dipamerkan juga berbagai alat musik tradisional di Indonesia, misalnya bundengan dari Wonosobo dan faritia yang merupakan alat musik khas Nias. Di lokasi pameran juga disediakan dua headphone untuk pengunjung mendengarkan contoh-contoh hasil rekaman yang dilakukan oleh Jaap Kunst.

Tidak hanya itu, semua pameran disusun seakan pengunjung memasuki perjalanan sejarah musik di Nusantara. Masyarakat Indonesia diharapkan bisa semakin bangga dengan musik tradisional. Sebab, musik-musik modern, seperti pop, jazz, blues di masa lalunya juga dilakukan riset yang luar biasa dari segala macam bebunyian termasuk Indonesia.

“Kalau kita lihat, musik pop itu adalah kombinasi musik klasik dengan yang ada di luar Eropa. Kombinasi itu semua menghasilkan perkembangan yang luar biasa di dunia musik,” kata Hilmar.

photo
Pemain gamelan saat tampil pada festival wayang di kawasan Cilandak, Jakarta. (ilustrasi)

Kurator pameran, Nusi Lisabilla Estudiantin, mengatakan, di pameran ini juga ditunjukkan bagaimana cara merekam musik paling tradisional, yaitu dengan silinder lilin. “Kita mau memperlihatkan lagi perkembangan teknologi rekam, dari mulai silinder lilin sampai sekarang ada MP3,” kata Nusi.

Nusi mengatakan, salah satu kekhawatiran Jaap Kuns pada masa lalu, yakni musik-musik tradisional Indonesia hilang dan tidak dikenal oleh masyarakatnya sendiri. Saat ini, menurut Nusi, kehawatiran tersebut sudah mulai menjadi kenyataan. Oleh sebab itu, harus diingatkan kembali dengan pameran-pameran musik tradisional.

Kepala Museum Nasional, Siswanto, mengatakan, selain ingin menunjukkan kekayaan musik Indonesia, pameran ini juga memperlihatkan kesejahtaraan masyarakat pada masa lalu. “Orang yang bermusik, bersenandung kalau dalam hatinya tidak sejahtera atau terancam pasti tidak akan melakukan ini,” kata dia.

Siswanto menambahkan, pameran ini juga diharapkan bisa menambah pengetahuan masyarakat soal seni musik di Indonesia. Generasi Indonesia selanjutnya harus mengetahui bahwa musik tidak hanya berupa tangga nada diatonik dari negara Barat. Musik-musik Indonesia juga memiliki nada-nadanya sendiri. n ed: mas alamil huda

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement